Obsesi.
Itulah kata yang tepat dalam menggambarkan Liam saat dia masih bersama dengan Gayatri. Ya. Liam terobsesi pada Gayatri.
Adik kelas yang terpaut usia hanya satu tahun darinya.
Liam begitu menyayangi Gayatri, seorang wanita manis dengan rambut sebahu yang ikal, hingga rasa sayang itu berubah menjadi sebuah obsesi.
Oleh karena itu ketika akhirnya Gayatri tidak bisa menghadapi sikap Liam, gadis itu pergi meninggalkan Liam tanpa kata- kata.
Seolah ia lenyap di telan bumi, seperti asap tipis dari puntung rokkok yang terbakar, yang terbang dihilangkan angin.
Terpuruk.
Liam luar biasa terpuruk saat itu, bukan hanya Gayatri yang meninggalkannya, tapi juga ibu, satu- satunya orang tua yang Liam miliki juga pergi untuk selamanya.
Meninggalkan Liam sebatang kara hingga keluarga Prihadi mengakuinya sebagai bagian dari keluarga mereka dengan syarat konyol, menurut Dirga, yang diajukan oleh Amira. Ibu tiri dari Liam.
Liam sangat kacau dan Dirga merupakan saksi hidup bagaimana sikap Liam berubah drastis setelah kejadian itu.
Liam muda memang dingin dan jarang menunjukkan emosinya, tapi setidaknya dia masih memiliki kehangatan dalam sikapnya yang hanya ia tujukan pada orang- orang tertentu saja, orang- orang yang dekat dengannya.
Namun setelah Liam memasuki keluarga Prihadi dengan perasaan terluka dan emosi yang tidak stabil, Liam berubah menjadi pebisnis muda yang brutal dan tidak pandang bulu dalam mangakuisisi perusahaan- perusahaan pesaingnya.
Sepuluh tahun kiprah Liam dalam dunia bisnis bukan hanya membuatnya terkenal dan menaikkan pamor keluarga Prihadi sebagai perusahaan multinational, tapi juga mendatangkan banyak musuh yang siap menikamnya.
Dirga, sebagai sahabat, mengetahui betul hal ini dan memahami mengapa Liam bisa menjadi seperti itu, juga mengetahui hobinya yang suka bergonta- ganti pasangan.
Semua itu tidak ada artinya, karena yang ada di benak Liam selalu hanya satu nama itu.
Gayatri…
Tapi, setelah melihat apa yang terjadi barusan dan bagaimana Liam bereaksi. Dirga mulai memiliki pertanyaan lain.
Apakah posisi Gayatri di hati Liam sudah tergantikan?
Tapi, kalaupun itu benar, bukankah itu suatu hal yang luar biasa? Karena pada akhirnya Liam bisa terlepas dari bayang- bayang Gayatri setelah bertahun- tahun lamanya.
Belum lagi wanita ini adalah isterinya sendiri.
Dirga terus sibuk dengan pemikirannya sendiri hingga mereka berada di kantor pihak hotel untuk memberikan keterangan.
# # #
Makanan yang tidak tersentuh ada di hadapan Naraya sementara dirinya sendiri sedang duduk di atas single seater sofa sambil memeluk kakinya dan menumpukan dagunya di atas dengkul.
Liam masih belum kembali dan Naraya tidak tahu sudah berapa lama dia menunggu pria itu. Gadis itu sudah kehilangan waktu dan sangat cemas.
Naraya tahu sesuatu telah terjadi di luar sana dan apapun itu, hal tersebut merupakan hal yang serius, hingga Liam harus meninggalkannya selama ini.
Detik berlalu menjadi menit dan menit menjadi jam…
Ketika rasa cemas mulai membuat Naraya lelah, dia mendengar suara pintu yang terbuka. Seketika itu juga dia melompat turun dari sofa dan tanpa berpikir, gadis itu berlari menghampiri pintu masuk.
Namun, tentu saja untuk seseorang dengan kondisi special seperti Naraya, hal ini merupakan sesuatu yang berbahaya.
Dan benar saja, Naraya menabrak meja kecil yang ia lupa kalau berada disana. Tubuhnya terjungkal kedepan hingga ia terjatuh di lantai yang dingin.
Seketika itu juga rasa sakit menjalari tubuhnya dan membuatnya hampir menangis.
Namun, Liam segera menarik tubuh Naraya dan memeluknya seraya memeriksa tulang kering gadis ini. "Gak apa- apa?" Tanya Liam dengan suara yang dalam.
Dia menggulung celana panjang Naraya dan melihat kalau tulang keringnya mulai membiru, kalau tidak segera di obati, bekas biru ini tentu akan membengkak esok paginya.
"Sakit." Rinttih Naraya setengah menggerutu.
Kemudian dengan mudahnya Liam mengangkat tubuh Naraya dan membaringkannya di atas ranjang. Dia tidak memiliki obat untuk luka Naraya tapi, setidaknya dengan mengompres ini, akan mengurangi memar.
Oleh karena itu, Liam berjalan ke arah bathroom dan mengambil handuk kecil dan membasahinya.
Setelah itu ia meletakkan handuk tersebut ke atas luka Naraya dan mulai mengomel. "Kenapa kamu harus lari- lari seperti itu? Seharusnya kamu tahu kalau hal itu berbahaya bukan? Kamu itu bukan anak kecil lagi!"
Merasa disalahkan, Naraya mengatupkan bibirnya dengan tidak senang. Dia diam saja sampai Liam berhenti berbicara dan menghembuskan nafasnya dengan berat.
"Masih sakit?" Tanyanya dengan lembut kali ini.
"Masih." Jawab Naraya bersungut- sungut. "Kamu kemana saja? Aku khawatir…"
Melihat ekspressi Naraya yang tidak baik, membuat Liam melunak dan mengusap kepala Naraya dengan hati- hati.
"Tidak apa- apa… masalahnya sudah selesai sekarang." Ucap Liam menenangkan.
Baru pada saat itulah Dirga mengumumkan kehadirannya dengan sengaja berdeham dengan suara keras yang membuat Naraya hampir melompat karena terkejut.
"Itu siapa?" Tanya gadis itu sambil mencari arah muasal suara dehaman tersebut.
Liam menatap Dirga dengan ekspresi datar sambil berkata. "Kenalkan, ini Dirga, temanku." Ucap Liam. "Dirga ini Naraya…" Dia berhenti sesaat, lalu melanjutkan dengan nada suara yang sedikit berbeda. "…istriku."
Dirga menaikkan alisnya saat ia mendengar perkataan Liam. Sepertinya banyak hal yang harus Liam ceritakan padanya, mungkin satu malam tidaklah cukup bagi mereka untuk membicarakan apa yang terjadi dua tahun terakhir ini sejak terakhir kali mereka bertemu.
"Oh, halo." Naraya mengulurkan tangannya, bermaksud untuk berjabat tangan dengan Dirga. "Naraya."
Namun, Liam lah yang menyambut tangan yang terulur itu dan menggenggamnya sebentar sebelum melepaskannya lagi, seolah itu adalah Dirga yang menjabat tangan Naraya.
Dirga yang melihat tingkah laku Liam hanya bisa menatap sahabatnya dengan tatapan yang seolah berkata; oh, please!
Sementara Liam pura- pura tidak mengetahui gerutuan sahabat lamanya tersebut.
"Dirga." Ucap Dirga memperkenalkan diri.
"Kenapa kamu belum makan?" Tanya Liam ketika melihat makan malam Naraya yang masih penuh tak tersentuh.
"Aku kenyang." Bohong Naraya.
Tentu saja Liam mengetahui kenapa gadis ini belum memakan, makanannya. Tapi, dia tidak mengatakan apa- apa dan segera meraih jaket milik Naraya dan menyampirkannya di pundaknya.
"Ayo kita makan di bawah." Ajak Liam.
Akhirnya mereka bertiga turun menuju restaurant di luar hotel untuk sekedar menikmati udara malam, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Namun tetap saja, kota Male seperti tak pernah tidur, dan masih banyak sekali turis asing yang berlalu lalang di sekitar jalan menuju restaurant yang dimaksud Liam.
Usai memesan makanan untuk mereka bertiga, Dirga mulai mencecar Liam dengan berbagai pertanyaan.
Namun karena subjek obrolan mereka adalah gadis yang ada di hadapannya, maka Dirga memulai pertanyaannya dengan bahasa asing lain yang ia rasa Naraya tak akan mengerti.
"Kanojo ga suki?" (Loe suka sama dia?) Dirga memulai pertanyaannya.
Mereka berdua pernah hidup di Jepang selama kurang lebih 2 tahun untuk menyelesaikan study mereka, oleh karena itu mereka berdua dapat memahami bahasa ini dengan baik.
Liam melirik Naraya disebelahnya yang tengah meminum jus pesanannya.
"Wakaranai…" (Tidak tahu…) Jawab Liam sambil mengerutkan keningnya.