webnovel

Wajah Asli sang Pelayan 2

Renee berlari menjauh dari Ivana, melintasi lorong yang panjang, wanita yang ada di belakangnya itu tertawa terbahak-bahak, mulutnya terbuka lebar dan sepasang mata yang selalu menatapnya datar itu terbelalak dengan mengerikan.

"Sekarang apakah kau takut?"

Ivana menyeringai, ia melangkah dengan pelan, di setiap langkahnya mampu membuat lukisan yang terpajang di dinding bergetar. Lorong yang panjang itu serasa semakin panjang dan gelap, seakan tidak membiarkan Renee berlari terlalu jauh.

"Renee, kenapa kau tidak menjawabku?!"

Ivana terus memanggil Renee, seakan saat ini ia sangat ingin mendengar jawaban dari wanita itu.

"Dari semua hal, kenapa aku harus berurusan dengan hal seperti ini lagi?!"

Renee menggertakkan giginya dengan kesal, ia melesat dengan mata yang tidak berhenti melihat ke sekitar, kedua tangannya terkepal dengan erat.

"Renee!" teriak Ivana lagi dari belakang, kedua kakinya berjalan denan langkah yang berisik. "Kenapa kau lari, Renee?!"

Renee mendengkus, ia berhenti dan menoleh ke belakang dengan kening berkerut, tanpa pikir panjang ia langsung menarik salah satu pajangan yang ada di dinding, sebuah pedang pendek yang sebenarnya adalah hadiah Ratu untuk sang Marquis, tidak ada yang pernah menyentuhnya sebelumnya.

Leo pernah mengatakan kalau pedang itu adalah pedang yang ia hargai dan tidak akan ia gunakan, Ivana sangat menjaganya dan memajangnya di dinding, siapa yang akan menyangka kalau Renee yang akan mengambilnya.

"Beraninya kau!" Ivana murka, tangannya menghentak ke lantai dengan keras, Renee mundur dan mengarahkan pedang pendek ke arah wanita itu. "Tangan kotormu itu tidak berhak menyentuh barang pemberian Ratu!"

Renee mendecih pelan, ia memegang erat-erat pedang pendek di tangannya pada Ivana.

"Aku tidak takut karena aku tahu siapa lawanku sekarang."

Renee tidak percaya hantu, tapi ia percaya dengan Iblis dan orang-orang yang bersekutu dengannya.

Ivana melompat dengan keras, menarik tangan Renee, wanita itu langsung memutar pedangnya dan menyeret tangan Ivana, goresan panjang langsung terukir di lengan sang Pelayan.

"Kau masih manusia," kata Renee dengan gigi gemerutuk. "Kau sama sepertiku, untuk apa aku takut?"

Renee mendecih pelan, Ivana mundur sambil memegangi lengannya yang tergores oleh pedang.

"Mulai hari ini jangan mengaturku! Meski aku tidak tahu sepenuhnya siapa yang ada di balik ini semua tapi aku akan memastikan semuanya terungkap dalam waktu tiga bulan."

"Kau hanya mengincar emas Ratu."

"Tentu, siapa yang tidak akan tergiur?" Renee tersenyum miring, ia menggerakkan pedang pendek yang ada di tangannya. "Apakah kau tahu? Umumnya orang-orang yang menjadi aktris dan aktor di panggung teater adalah orang yang cerdas, kami bukan orang yang bisa ditipu dengan mudah."

GREP!

Tangan Ivana yang tadinya masih memegang lengannya yang berdarah terangkat, ia menarik pedang di tangan Renee dan membantingnya ke lantai, tangannya yang lain dengan gesit mencengkeram leher Renee.

"Kau benar sekali. Tapi kau akan menjadi monster berikutnya dari kalangan aktris teater."

Ivana terkekeh-kekeh sambil meremas leher Renee, tidak lama sebelum ia menjatuhkan wanita itu kembali ke lantai. "Patuhlah kalau kau ingin keluar dari kota ini tiga bulan ke depan."

"Uhuk!"

Renee terbatuk sambil memegangi lehernya yang memerah, ia melihat Ivana berbalik pergi dengan angkuh.

Renee mengepalkan kedua tangannya, mungkin setelah hari ini, ia dan Ivana akan berada di sisi yang berbeda.

Tapi itu tidak masalah, Renee tetap yakin dengan keputusannya.

***

Leo menatap lentera yang ada di sisi kamarnya, sejak kepergian Renee, ia hanya duduk diam dengan kedua tangannya saling bertaut, hingga beberapa saat kemudian ia melirik ke sudut ruangan yang gelap.

Seseorang muncul dari dalam sana, mengenakan pakaian pelayan dengan rambut pendeknya yang khas, ada beberapa luka yang masih terlihat di leher dan bahunya, wajahnya terlihat bertekuk kesal.

"Leo …."

"Bagaimana?"

Bella melangkah pelan menuju Leo yang duduk di atas kursi roda, duduk di seberangnya dan ia mengambil saputangan dan menyeka leher serta bahu.

"Sesuai keinginanmu Leo, Renee benar-benar melawan balik Ivana."

Bella mencabut serpihan panah yang masih menancap di lehernya, ia hampir mengotori karpet sebelum Leo melemparkan tatapan tajam.

Bella tidak peduli, ia mulai mengutarakan keluhannya.

"Apa menurutmu Ratu mengirim orang yang tepat? Wanita itu hanya seorang aktris, apa yang bisa ia lakukan selain berakting?"

Bella menyipitkan matanya, ia sudah bertemu dengan Renee, kesannya pada wanita itu tidak buruk, setidaknya Renee tidak seperti orang-orang yang Ratu kirim sebelumnya, selalu membantah perkataannya mentah-mentah dan selalu ingin pergi dari Mansion ini.

Selain itu, Bella ingin mencari tahu, apa yang istimewa dari Renee dibandingkan dengan yang terdahulu sampai Ratu menjanjikan begitu banyak emas untuk sang aktris.

"Memang tidak buruk, tapi aku masih meragukan beberapa hal."

"Kita tidak akan tahu." Leo bangkit dan mengabaikan Bella yang membalut luka di lehernya dengan kain panjang dari atas meja. "Mari kita lihat sampai mana dia bisa bertahan."

"Itu melegakan untukmu." Bella menghela napas, menatap tangannya yang terdapat goresan. "Tapi kau harus tahu kalau tidak banyak orang yang bisa bertahan, terutama dalam wujud seperti ini."

Leo menatap Bella yang melihatnya dengan raut wajah yang sukar diartikan, ada kesedihan, kemarahan dan putus asa yang bercampur menjadi satu. Bibir pucat yang mengatup itu terlihat bergetar hebat. Pakaian Bella tidak sepenuhnya bersih, ada noda darah dan debu yang bercampur menjadi satu, membuat ia terlihat menyedihkan.

"Aku selalu membencimu." Mata merah Bella itu seakan telah menggoreskan luka yang begitu kuat di hati Leo, laki-laki itu terdiam dan melirik ke arah lain. "Bahkan jika kau melakukan apa pun untuk membalaskan kematiannya, aku tidak akan bisa memaafkanmu."

"Aku tahu." Leo menghela napas panjang, menatap tangannya yang masih terbalut perban, hasil karya Renee. "Aku juga tidak akan bertahan lama jika seperti ini terus."

Semua ini harus diselesaikan, baik atau buruk hasilnya.

Hidup Leo seperti mainan di mata orang itu, ia bebas mengatur apa pun yang ia inginkan pada Leo, apakah waktunya keluar rumah atau tidak, semuanya ada di tangan orang itu. Tidak sekali dua kali ia harus mengalami hal ini, bahkan ia harus berpura-pura cacat agar memastikan orang yang mengawasinya itu benar-benar menganggap dirinya lemah.

Bisa dikatakan Renee adalah pertaruhan terakhir yang Leo miliki, meski Leo tidak berani menaruh harapan terlalu tinggi, tapi ia masih memiliki sedikit keinginan untuk Renee.

Waktunya … tinggal sedikit lagi.

Leo menghela napas panjang, Bella mendengkus dengan suara keras, keluar dari ruangan tanpa suara, wanita itu jelas masih memendam rasa kesal yang tidak bisa disembunyikan dari raut wajahnya.

"Yah, sedikit lagi."