webnovel

Tidak bisa Melarikan Diri 1

"Akh!"

Renee terlonjak dari atas ranjang dengan napas yang tersenggal-senggal, rambutnya basah oleh keringat dan ia melirik ke sekitar dengan gemetar.

Rupanya ia masih di Mansion keluarga Emmanuel, masih di tempat yang sama, kamarnya.

"Apa yang kemarin itu benar-benar nyata?"

Renee mengusap wajahnya yang basah, ia menarik selimut dan menatap jendela yang tirainya sedikit terbuka, seakan sengaja dibiarkan untuk cahaya matahari menerobos masuk dan membuat suasana ruangannya menjadi lebih hangat.

Wanita itu menarik napas dalam-dalam dan berjalan untuk mengintip keluar.

Kamarnya ada di lantai dasar dan ia hanya melihat pepohonan yang tumbuh dengan subur, angin yang berhembus masuk melalui celah-celah ventilasi yang terbuka, membuat Renee merasa lebih hidup.

Walau sekarang Renee semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi setelah semua keanehan yang ia alami kemarin.

"Aku tidak bisa keluar dari sini tanpa seizin Leo, apakah itu berarti …." Renee menatap ke arah pintu yang diketuk seseorang.

"Siapa?"

"Aku."

Pintu terbuka dan menampilkan sosok Ivana dengan raut wajah dinginnya, ia membawa sesuatu di tangannya.

"Hari ini Tuan Leo melakukan pertemuan dengan para bangsawan di kota Dorthive, kau bisa menemaninya untuk pergi."

"Pergi?" Renee mengulang perkataan Ivana.

"Pergi menemaninya," lanjut Ivana lagi sambil menjejalkan sebuah gaun berwarna ungu muda ke tangannya. "Bersiaplah dalam waktu satu jam, Tuan menunggumu di kereta."

Renee masih mencerna apa yang terjadi sampai Ivana menghilang dari balik pintu, ia menatap gaun panjang yang ada di tangannya.

Ia tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Tapi kalau ia bisa keluar, apakah itu berarti ia memiliki kesempatan untuk melarikan diri?

Renee bergegas menyiapkan dirinya dan memakai gaun yang diberikan oleh Ivana, ia menarik setengah tirai yang menghalangi jendela dan membiarkan cahaya matahari sepenuhnya menyinari ruangan.

Dalam sekali sentuh, Renee tahu kalau gaun yang ia pakai ini adalah gaun dengan kualitas terbaik yang pernah ada di Kerajaan ini, bahkan dirinya sebagai seorang aktris teater yang sering bergonta-ganti gaun pun, hanya pernah memakai gaun seperti ini dua kali, pertama saat ia pentas di depan sang Ratu dan yang kedua ketika ia mengikuti perjamuan bersama sang Ratu.

"Sepertinya Leo punya selera yang bagus walau ia sedikti aneh." Renee menghela napas, menatap cermin untuk pertama kalinya setelah ia tiba di rumah ini, ia bisa melihat wajahnya yang pucat dan kusam. "Aku terlihat bertambah tua sepuluh tahun hanya karena seminggu di sini."

Renee mengeluh, tapi diam-diam ia juga bersemangat di dalam hatinya, ia tidak ingin berada di Mansion suram ini selama tiga bulan, kesehatan mentalnya perlu dijaga, lupakan saja soal emas yang akan diberikan oleh sang Ratu dan kedai mie yang ia impi-impikan, ia hanya harus pergi dan tinggal dengan nyaman di luar sana.

Renee merias wajahnya dengan cepat, gaun ungu yang ia pakai itu memiliki rok yang lebar disertai dengan pita yang mengikat ke belakang, sekilas ia terlihat seperti wanita bangsawan dari kalangan atas.

"Apakah kau sudah siap?" tanya Ivana begitu Renee membuka pintu, ia melirik kamar Renee yang tirainya sepenuhnya telah jatuh di atas lantai. "Tuan sudah menunggu di luar."

"Ya, aku siap." Renee mengangguk dengan pelan.

Ivana melambaikan tangannya dan membawa Renee menuju ruang depan, di sana pintu telah terbuka lebar dan untuk pertama kalinya, Renee melihat ruangan yang ada di Mansion ini terlihat terang benderang.

Tapi di sekitar mereka, tidak ada satu pun Pelayan, hanya Ivana yang terus membawanya keluar.

Ada sebuah kereta kuda berwarna putih dengan kuda hitam menunggu, Leo telah ada di dalam, duduk dengan tenang, dua Pelayan laki-laki dengan cepat membukakan pintu dan membantu Renee masuk.

"Tuan, berhati-hatilah."

Ivana menundukkan kepalanya dan Leo hanya mengangguk tanpa menatap.

Renee duduk di samping Leo dengan kaku, kereta kuda berjalan dengan pelan diiktui dengan suara gerbang yang bergeser. Mata wanita itu tidak bisa tidak melihat keluar, seakan ada sihir, gerbang itu terbuka tanpa ditarik siapa pun.

Renee mengepalkan kedua tangannya, menoleh pada Leo.

Laki-laki di sampingnya itu bahkan tidak menatapnya sedikit pun, ia bersandar dengan tenag sembari memejamkan matanya. Dua Pelayan laki-laki yang ada di luar pun tidak mengatakan apa-apa.

"Kau ini sebenarnya apa?" Renee bertanya sambil melirik Leo. "Kenapa kau mengurung semua orang di Mansion?"

Leo membuka matanya, melirik Renee yang duduk dengan kaku dan meraih sesuatu di depannya, itu adalah kertas yang digulung dengan pita putih, sebuah undangan.

"Hari ini adalah pertemuan bangsawan kota Dorthive di rumah Celia, kuharap kau bisa beradaptasi denganku di sana."

Renee menarik pita yang menggulung undangan itu, ia bisa melihat rangkaian huruf-huruf yang dilukis dengan indah di sana.

"Duchess … Celia Fern?"

"Kau pernah mendengarnya? Ia cukup berpengaruh di Ibukota."

"Ya, saya tahu dia."

Renee menelan ludah dan tanpa sadar tangannya mengepal dengan erat, Celia Fern adalah salah satu dari wanita bangsawan yang pernah ia dengar dari rekan-rekannya di teater, wanita itu adalah wanita lembut yang rapuh, wajahnya cantik seperti sinar bulan yang bersinar di tengah kegelapan.

Tapi nasibnya tidak bagus, kedua orang tuanya meninggal akibat peperangan di masa lalu dan ia mau tak mau mewarisi sebagian besar harta keluarga Fern seorang diri.

Kabarnya ia telah menolak banyak laki-laki demi menunggu laki-laki yang ia cintai, tapi siapa laki-laki itu … tidak ada satu pun yang tahu.

Celia tdak pernah mengatakan dan memperlihatkan apa pun tentang orang yang ia tunggu, kecantikan dan kelembutan hatinya telah menyebar di seluruh pelosok Kerajaan ini hingga tidak sedikit orang yang mengasihani dan memberikan cinta padanya.

Beruntungnya Celia masih memiliki darah kerajaan di tubuhnya dan ia mendapatkan perhatian dan cinta di mana-mana.

Jika boleh dibilang, Renee sedikit iri padanya, wanita bangsawan ini mungkin tidak pernah merasakan rasa sakit seumur hidupnya, ada banyak cinta dan simpati yang ia miliki.

"Bagus, berusahalah agar jauh darinya."

Leo kembali melemparkan tatapan keluar jendela, memandang rumah-rumah di kota Dorthive yang mengeluarkan asap yang mengepul.

Renee menatap undangan itu sekali lagi, ia berpikir dengan keras.

Apakah ia bisa memanfaatkan wanita ini untuk melarikan diri dari Leo?

Jika ia berbicara sedikit, mungkin Celia bisa membantunya, kan?

Seakan bisa membaca pikiran Renee, Leo menggeser tubuhnya merapat ke arah Renee, sebelah tangannya terangkat menyentuh leher wanita itu, mata hitam seperti jelaga itu terlihat gelap dan suram.

Renee tercekat, ia tidak berani menggerakkan tubuhnya sedikit pun. Leo tersenyum miring dan tangannya itu meremas leher Renee.

"Jangan pernah berpikir bisa lari dariku, mengerti?"