webnovel

Mimpi Buruk

"Ngga, kamu masih dengar tidak suara itu? Aku kenapa takut ya? Aku takut jika diikuti sampai di kost," bisik Zuki yang sudah merapat di dekat Angga.

Nena yang melihat Zuki dan Angga berdekatan dan berbisik, ikut mendekati Angga, dia mendekati telinganya untuk mendengar apa yang dikatakan oleh Zuki. Angga yang melihat Nena mendekati dirinya mendengus kesal.

"Nena, apa yang kau lakukan? Kenapa kau terlalu dekat denganku? Kau menjauh sana," kata Angga yang menolak Nena untuk menjauhi dirinya.

"Aku ingin mendengar apa yang dikatakan Zuki. Kalian ngomong apa tadi?" tanya Nena dengan wajah penasaran.

Angga diam dia tidak mau mengatakannya, karena saat ini suara itu sudah menghilang. Angga menggelengkan kepalanya. Zuki yang duduk di dekat Angga menunggu jawaban dari apa yang dia katakan.

"Kau berdoa saja, kita mungkin kelelahan saja, kita kan datangnya pagi-pagi, jadi kita kurang tidur, jadi kita terbawa suasana," kata Angga menyudahi pembicaraan yang dia anggap tidak berguna.

Flashback!

Drt ... Drt ...

Komandan Angga menelpon Angga dan Zuki pagi-pagi malah bisa dikatakan masih subuh. Jam 4 malam, Komandan sudah menelpon keduanya. Angga yang mendengar ponselnya berdering menggapai tangannya untuk mengambil ponsel di dekat bantal.

"Halo, iya ada apa?" tanya Angga dengan suara serak.

Angga baru tidur 1 jam, dia baru pulang dari kantor dan baru juga tidur tapi sudah di telpon oleh Komandan. Angga meletakkan ponsel di telinga dengan mata terpejam.

"Bangun sekarang, pergi ke Desa Kemuning perbatasan dengan desa Krueng. Di sana ada pembunuhan yang tragis. Segera ke sana ya, ajak Zuki dan Nena." Perintah Komandan kepada Angga.

Angga yang mendengar ada kasus pembunuhan yang tragis langsung bangun dan bersiap untuk pergi. "Baik, saya akan ke sana segera, terima kasih Komandan," jawab Angga tegas.

Panggilan keduanya berakhir, Angga bangun dan membangunkan Zuki yang tertidur di sebelah kamar Angga. Keduanya satu kost, jadi memudahkan Angga untuk pergi dengan rekannya.

Dorrr ... Dorrrr ...

"ZUKI BANGUN! Kita ada tugas dari Komandan! Bangun cepat!" teriak Angga.

Zuki yang tidur dan bermimpi ketemu janda sebelah, terbangun dan berlari keluar. Tanpa menunggu waktu lama Zuki sudah berdiri di depan Angga. Mata merah dan muka bantal masih terlihat jelas.

"Kenapa bisa dibunuh? Dan apa masalah hutang ya?" tanya Zuki yang penasaran.

"Kurang tahu, ayo lah kita pergi, jangan lama-lama. Ini jauh soalnya. Nena, ikut kita tidak ya?" tanya Angga.

Zuki mengidikkan bahunya, Zuki masuk ke dalam mengambil jaket dan yang lainnya. Sambil menunggu kabar dari Nena apakah dia ikut atau tidak. Dan ternyata Nena tidak ikut. Alhasil, Angga dan Zuki yang ke tempat kejadian.

Flasback off.

Angga mengingat bagaimana dia sampai di sana pagi dan mungkin saat ini dia kelelahan dan ngantuk. Angga menunjukkan pukul 12 siang, saatnya makan siang pikirnya.

"Kita makan dulu, habis itu solat dulu. Nanti, kita ke sini lagi," ajak Angga pada kedua rekannya.

Zuki dan Nena ikut bersama Angga, keduanya makan siang terlebih dulu, setelah makan mereka bertiga solat. Waktu sudah menunjukkan waktu 1 siang. Sayup-sayup udara menerpa mata mereka. Angga, Zuki dan Nena rebahan di mushola sambil mengistirahatkan diri.

Angga tertidur pulas, dia tidak menyadari jika dia masuk ke alam mimpi di mana kejadian sebenarnya terjadi. Angga berjalan menyusuri jalan setapak, dia melihat tempat yang sama dengan tempat yang dia datangi. Suara tapak kuda terdengar jelas di telinga Angga. Angga menoleh dan terlihat kereta kuda yang sama seperti yang di tempat kejadian. Angga mengusap matanya, dia masih belum percaya bisa melihat kereta kuda itu dan melihat jelas wajah wanita yang dibunuh dengan tragis, juga sang kusir juga kelihatan gagah.

"Apa yang terjadi ini, kenapa aku berada di sini? Apa aku sudah meninggal? Tapi tidak, aku kan ada di mushola dan tertidur, mana mungkin aku bisa di sini," gumam Angga pada diri sendirinya.

Angga melihat ke arah kereta kuda yang berhenti dan terlihat ada segerombolan pria dengan wajah yang di tutup oleh topi kupluk. Dia juga melihat dengan jelas apa yang mereka bincangkan. Angga mendekati pria-pria yang ingin menyakiti Darsimah.

"Hei, kalian! Jangan sentuh dia, jangan buat kalian aku tangkap. Lepaskan dia! Jangan sakiti dia!" teriak Angga dengan kencang.

Tapi, mereka tidak dipedulikan sama sekali. Angga berusaha memukul tapi, tangannya tidak bisa menyentuh pria-pria itu. Angga berteriak dengan kencang namun, sia-sia teriakkannya. Tidak ada yang mendengarnya. Angga mendekati kusir dan terlihat bagaimana kusir mencegah pria itu untuk membawa majikannya, namun sayang sekali, kepala pak kusir ditebas hingga putus. Angga mundur beberapa langkah dan menutup mulutnya. Angga menjambak rambutnya karena tidak bisa membantu sama sekali.

"Lepaskan aku! Jangan sakiti aku!" teriak Darsimah dengan kencang.

Angga berlari dan mendekati pria yang menyeret Darsimah, dia mencoba menghalangi pria itu namun, tubuhnya bisa di tembus oleh pria itu dan Darsimah. Darsimah melihat ke arah Angga dan tatapan matanya sendu dan meminta pertolongan dari dirinya. Angga mengumpat dan memaki pria itu. Dia mengikuti kemana arah Darsimah dibawa. Angga menangis saat Darsimah diperlakukan dengan tidak wajar, Angga menyaksikan kejamnya pria itu melecehkan Darsimah dengan tidak manusiawi. Angga menjerit histeris, karena dia tidak bisa membantu Darsimah.

Sampai saat detik dimana Darsimah di bacok dan di gantung di pohon cemara dengan tali tambang. Angga menyaksikan apa yang terjadi saat itu. Dia melihat satu persatu pria yang sudah menjamah Darsimah, 6 orang yang melakukan itu membuat Darsimah seperti wanita jalang. Apa lagi, dia yang sudah dilecehkan, harus meregang nyawa dengan cara yang sadis.

"Kenapa ... Uhuuu ... Kenapa aku? Kenapa harus aku yang melihat kelakuan pria sialan itu? Apa salah wanita itu? Apa salah dia pada kalian sialan!" teriak Angga.

Angga merasa ini bukan mimpi, ini nyata dan sangat nyata. Ini bukan mimpi buruk, mungkin Darsimah ingin membuat dia jadi saksi atas kematiannya. Angga bangun dan mengejar lelaki yang sudah menyeret Darsimah, tapi sayang, ke 6 pria itu pergi, dia melihat mobil yang membawa ke 6 pria itu meninggalkan lokasi kejadian. Angga mengingat mobil itu dan nomor BKnya.

"Aku akan mencarinya, aku akan buat kalian mendekam di penjara. Aku tidak akan membiarkan kalian berkeliaran. Aku buat kalian membusuk di sana, lihat saja," geram Angga sambil mengepalkan tangannya.

Angga berbalik dan melihat Darsimah dan kusirnya berdiri sambil menatap dirinya. Takut dan kasihan itu yang dia rasakan. Angga berjalan mendekati Darsimah yang sudah berlumuran darah dan kusirnya memegang kepalanya di sebelah tangan kanannya. Keduanya saling tatapan, tidak ada yang bersuara sama sekali.

"Ini sebabnya kau memanggiku? Apa ini yang mau kau tunjukkan padaku Darsimah? Aku akan mencari pelakunya, kau ikhlaskan para dokter untuk menjahit tubuhmu yang terluka, aku harap bisa menyeret pelakunya," jawab Angga dengan tegas.

"Aku akan ikut membalaskan dendamku, aku tidak mau dia lolos dari kematian yang menyakitkan ini. Aku tidak akan pernah ikhlas sebelum mereka mati di tempat ini, aku akan membawa mereka satu persatu ke sini," jawab Darsimah dengan suara pelan tapi menakutkan.

"Biar aku yang akan membawa mereka ke penjara, jangan tambah dosa lagi Darsimah," kata Angga.

Darsimah memandang tajam ke arah Angga, amarahnya terlihat dari sorot matanya. Lehernya masih ada tali tambang dan terlihat guratan di lehernya, guratan bekas tali tambang yang diikat dilehernya.

"Pulanglah, aku tidak mau kau di sini." Darsimah menatap tajam ke arah Angga dan pergi bersama Mang Mamad.

Angga menatap nanar ke arah keduanya, mereka pergi dan menghilang di dalam hutan cemara dan pinus. Angga tersentak karena merasa pipinya di tepuk oleh Zuki. Angga terbangun dan duduk, Zuki menatap ke arah temannya. Dia penasaran kenapa Angga keringat dingin.

"Ada apa?" tanya Zuki yang penasaran.

Siguiente capítulo