Kendaraan melambat memberi tanda untuk berbelok ke kanan memasuki pintu gerbang Gunung Mas.
Udara terasa segar merayap di permukaan kulit dan memenuhi rongga nafas kami.
Permukaan jalan berbatu memaksa kami bertiga di belakang berpegang kuat sambil mempertahankan posisi empat sepeda ... takut lecet bergesekan antar sepeda ...!
Aku yang kebetulan bersandar ke dinding pembatas kabin pick-up sempat mendengar pembicaraan singkat antara Adik dan sopir.
"Mas disini kan banyak kuntilanak," ujar sang sopir.
Sepi ... rupanya Adikku tidak langsung tertarik untuk menanggapi pembicaraan itu.
"Kuntilanak apaan?" Adik akhirnya balik bertanya.
Tapi si sopir hanya tertawa ringan tanpa penjelasan. Mungkin saja dia sadar Adik tak terlalu berminat melayani percakapannya.
Lima menit kemudian ...
Kedai bambu berderet panjang di depan sebuah area parkir yang cukup luas. Kami berhenti tepat di muka kedai terujung.
Satu persatu sepeda diturunkan.
"Mampir ... mampir dulu mas ... wedang jahe ... teh panas," terdengar suara dari arah kedai.
Penjaga kedai menawarkan minuman hangat tapi terpaksa kami tolak, karena 3 digit angka sudah tersusun urut dan rapi di arloji... 3:45.