Meryl memandang ke arah Velina dengan tidak percaya. Gadis itu terlihat cantik meskipun penampilannya sangat kasual. 'Kenapa dia ada disini?' 'Kenapa dia bersama Eva?' Ketika ia memikirkan banyak pertanyaan di kepalanya, Mandy juga ikut menatap ke arah yang sedang dipandangi oleh Meryl.
"Kamu mengenal gadis itu?" ia masih ingat dengan jelas jika gadis itu adalah wanita yang kemarin bermesraan dengan Marino. Seketika, ia merasa gusar.
"Hai girls!" Sapa Eva, sambil berjalan mendekati mereka dan tersenyum. "Kenalkan, ini Nana. Dia talenta baru di perusahaan kita!" Ia memperkenalkan Nana kepada mereka.
Seketika, mereka berdua berpandangan, seakan diguyur oleh air dingin, tak mengira jika gadis itu akan bergabung dengan manajemen mereka. Mereka berdua sama sekali tidak menyukai Nana, dengan alasan masing-masing.
Meryl masih kesal dengan Nana karena kejadian memalukan di butik Fanny, dan gadis itu mengabaikannya ketika mereka bertemu di gym, sedangkan Mandy merasa cemburu karena melihatnya bermesraan dengan Marino.
"Hai, aku Nana!" Velina menatap mereka berdua, tersenyum manis.
Gadis itu mengabaikan Meryl yang melihatnya dengan kesal. Andai disana tidak ada Eva, tentu Meryl sudah dapat dipastikan akan menjambak-jambak Nana yang sok manis.
Karena Eva yang membawa Velina dan secara personal memperkenalkannya, Mandy menahan rasa ketidak-sukaannya dan menyapa Nana, "Hai, aku Mandy, dan ini Meryl, kita berdua model disini" sapanya, sambil memperkenalkan Meryl yang berdiri di sebelahnya. Karena terlanjur diperkenalkan oleh Mandy, Meryl dengan enggan menyapanya dengan lambaian tangan.
Setelah itu, Eva meneruskan langkahnya, membawa Velina dan Jena ke lantai-lantai selanjutnya.
Dibelakang mereka, Meryl dan Mandy tenggelam dalam pikiran masing-masing, memandangi kepergian mereka dengan tatapan yang rumit.
*****
Jam 4 sore, sebuah mobil BMW seri 7 berwarna gelap berhenti di depan Val Entertainment. Seorang pemuda berkaca mata hitam yang mengenakan setelan kaos berwarna abu-abu dan celana jeans hitam serta memakai sepasang sneaker berwarna putih keluar dari dalam mobil, dan bersender di badan mobil. Ia terlihat sedang mengetik-ngetik sesuatu di ponselnya.
Ketika ia melihat Velina dan Jena keluar, ia segera membukakan pintu belakang untuk Velina. Mereka segera memasuki mobil dan berkendara ke suatu tempat. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah apotek yang cukup besar. Dari luar, toko itu terlihat memiliki dua lantai.
Begitu mereka memasuki apotek, para staff membungkuk hormat pada Velina, yang dijawabnya dengan sebuah anggukan kepala. Mereka lalu masuk ke dalam lift. Lift itu hanya bisa dioperasikan menggunakan kartu staff.
Ketika mereka memasuki lift, tiba-tiba lampu di dalam lift meredup, digantikan oleh beberapa sinar berwarna merah yang memindai tubuh mereka. Setelah memastikan identitas mereka semua, lift segera turun membawa mereka ke lantai rahasia.
Setelah beberapa saat, pintu lift terbuka. Di hadapan mereka, terdapat sebuah ruangan yang sangat luas sekali. Meskipun jauh berada di dalam tanah, fasilitas rahasia itu terang benderang dan sangat ramai. Orang-orang terlihat sibuk dengan berbagai pekerjaan mereka.
Sama seperti para staff yang ada di apotek, ketika mereka tak sengaja menoleh dan melihat rombongan Velina, mereka semua membungkukkan badan mereka, memberi hormat. Velina pun dengan ramah tersenyum dan menganggukkan kepala.
Tak berapa lama, mereka tiba di depan sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar penjara. Velina lalu menadahkan tangannya ke arah Jun. Jun segera memberikan sebuah bungkusan yang sedari tadi ia bawa.
"Baiklah, mari kita uji coba padanya!" Velina membuka bungkusan itu. Tadi pagi dia menyuruh Jun untuk menjemput sebuah prototype cairan terbaru dari pelabuhan yang dapat digunakan untuk menginterogasi seseorang.
Jun segera menarik seseorang keluar dari dalam sel. Wajahnya terlihat marah ketika Jun menariknya dengan kasar. Ia lalu mendudukkan seseorang itu di hadapan Velina. Ia adalah seorang pria. Dengan santai, Velina menyuntikkan cairan itu ke lehernya. Ia meraung kesakitan, tak lama, ia terdiam. Nafasnya menjadi semakin cepat.
"Sekarang, beritahu aku, kenapa kau menguntit adikku?" tanyanya dengan suara rendah.
Pria itu menggeram, merasakan kesakitan di dadanya.
"Percuma kau bertahan. Jika kau mencoba melawan, kau akan semakin kesakitan."
Cairan yang baru disuntikkan ke dalam tubuh pria itu adalah sejenis racun modifikasi baru. Racun akan menyerang tubuh seseorang jika jantung mereka berdetak lebih kencang dari detakan jantung biasanya. Normalnya, detak jantung seseorang akan berdetak lebih kencang apabila ia berbohong, maka, prototype ini sangat cocok untuk dijadikan alat penginterogasian.
"Aaarrgghh!!!" Pria itu mencoba menahan rasa sakit di dadanya.
Velina menguap, merasa bosan. Dia lalu melirik ke arah jam. "Kau akan mati dalam satu jam kalau kau tidak memberitahuku yang sebenarnya!" Ancamnya, membuat pria itu, akhirnya merasa ketakutan.
Pria itu akhirnya menyadari jika mereka bukan orang sembarangan, jadi, ia berniat untuk berterus terang.
"Baiklah... Aku akan mengatakan yang sebenarnya... tapi kau harus janji akan melepaskan aku dan menyembuhkan aku!" Akhirnya ia berkata, sambil menahan rasa sakit.
"Aku tidak berniat buruk pada Nadine! Aku... Aku..." Pria itu terlihat ragu untuk meneruskan kalimatnya.
"Aku... mantan pacar Nadine waktu kuliah." Lanjutnya. "Aku.. hanya ingin bicara padanya karena aku sedang membutuhkan uang!" tambahnya lagi.
"Apa?!!" Sontak saja, jawaban pria itu membuat Velina terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka jika tawanannya ternyata adalah mantan pacar adiknya sewaktu kuliah.
Sejak kejadian di pesta ulang tahun kakeknya, Velina memang memperketat pengawasan terhadap semua anggota keluarganya. Sehari yang lalu seorang anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaga Nadine dari jauh memberikan laporan adanya orang asing yang diam-diam membuntuti gerak-gerik Nadine. Velina pun segera menyuruh anak buahnya untuk menangkap orang itu.
Eng Ing Eng! Ternyata oh ternyata...
Terima kasih untuk para membaca yang sudah melemparkan batu kuasanya kesini ya (*^▽^*)
Salam,
Maiddict