Seorang pria memasuki gedung Velmar Club dengan agak setengah berlari. Para staff terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba. Mereka semua sedikit membungkukkan badan mereka, memberikan hormat pada pria itu. Dia hanya menganggukkan kepalanya dan melambaikan tangannya.
Dia segera menempelkan jari telunjuknya pada papan khusus yang menempel di pintu dan tak lama, terdengar bunyi 'tilulit' dan pintu pun terbuka otomatis.
Dia lalu memindai ruangan dengan mata elangnya. Namun, apa yang dia cari tak juga dia temukan. Dia kemudian dengan tergopoh-gopoh menaiki tangga, menuju ke lantai dua. Namun, usahanya sia-sia. Dia tak juga menemukannya. Lalu, dia kembali menaiki tangga dengan nafas yang mulai tersengal-sengal, menuju ke lantai tiga. Sepertinya, pria tampan ini melupakan jika dia sesungguhnya memiliki sebuah teknologi canggih di gedung itu yang bernama 'Lift'.
Di lantai tiga, dia akhirnya menemukan satu sosok yang sedari tadi dicari-cari olehnya: Velina. Senyumnya lalu mengembang, lebaaaaar sekali. Dia tak henti-hentinya tersenyum sambil berjalan mendekati gadis itu. Hatinya berdebar-debar tak karuan, rasa rindu membuncah di dalam dadanya. Dia tahu, dia harus segera mendapatkan hati gadis itu sebelum Velina memutuskan untuk pergi berpetualang lagi.
Velina, yang saat itu sedang berlari di atas treadmill, sama sekali tak menyadari kedatangan dan keberadaan Daniel Garibaldi yang berada di sebelahnya. Ia sibuk dengan latihannya sendiri. Keringat membasahi tubuhnya, beberapa tetes keringat bahkan mencoba untuk memasuki matanya.
Daniel Garibaldi segera menaiki treadmill yang berada persis di sebelah Velina. Siang itu, Velmar Club tidak begitu ramai. Tak banyak orang berlatih di gym.
Daniel menyalakan treadmill-nya pelan-pelan, sambil menikmati keindahan yang berada di sebelahnya. Dia seakan tak memperdulikan Velina yang tak menyadari jika Daniel berada di dekatnya. Daniel memfokuskan diri memuaskan rasa rindunya pada gadis itu dengan cara menatapnya lekat-lekat. Tak sekalipun dia mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
Velina, di satu sisi, telah berlari di atas treadmill dengan kecepatan 10km/jam. Ia sama sekali tak terlihat lelah, meskipun ia telah berlari selama satu jam terakhir.
Melihat wajah Velina yang memerah, Daniel segera memanggil salah seorang staff yang sedari tadi berjaga-jaga dari jarak tertentu, siap diberikan perintah oleh Daniel bila diperlukan. Begitu staff tersebut mendekat, Daniel segera membisikkan sesuatu padanya, dan staff itupun mengangguk mengerti, segera meninggalkan mereka.
Tak lama kemudian, staff itu kembali datang dengan membawa sebuah baki yang berisi minuman dingin di atasnya. Ia lalu segera memberikannya pada Daniel. Daniel mengambil minuman itu dan berterima kasih. Dia kembali menatap Velina yang belum juga menyadari kehadirannya.
Sementara itu, Velina yang tengah sibuk dengan pikirannya, 'Menghukum dirinya sendiri' karena hingga detik ini, ia masih saja teringat akan lelaki itu. Ia sudah terbiasa menjalani latihan-latihan yang keras, jadi berlari diatas treadmill dengan kecepatan 10km/jam hanyalah hal kecil baginya.
Tiba-tiba saja, sesuatu bergerak mendekatinya dari arah kiri tubuhnya, kemudian, sebuah minuman dingin diletakkan oleh seseorang di atas dudukan botol minum yang berada di atas treadmill-nya. Dengan reflek, Velina menoleh ke arah kiri.
Alangkah terkejutnya ia ketika ia melihat sesosok pria yang sedari tadi tersenyum lebar padanya. Kedua matanya terbelalak lebar-lebar, untuk sesaat, ia kehilangan fokus. Namun, hal itu berakibat sangat fatal baginya.
"Aaaaaaah!"
"Gubraaaaaak!!"
Suara gedebuk kencang terdengar. Daniel yang tidak mengira hal itu terjadi, terpaku di tempatnya sambil tetap tersenyum. dia lalu segera tersadar dan segera menundukkan tubuhnya.
"Nana! Kamu tidak apa-apa?" Tanyanya, dengan sigap menghampiri Velina yang saat itu telah jatuh tersungkur ke lantai dalam keadaan tertelungkup.
"Aduduh!" Velina berteriak reflek, merasakan sakit di kaki kanannya. Rupanya, ia jatuh keseleo.
Namun sebenarnya, rasa sakit yang ia alami tidaklah sebesar rasa malu yang harus ditanggungnya, terlebih karena ia terjatuh dalam keadaan dan alasan yang sangat memalukan. Yang lebih memalukan, semua orang kini menghentikan kegiatan mereka sejenak dan memperhatikan Velina.
Saat itu, Velina merasa bersyukur karena baik Jun maupun Jena tidak menemaninya kesini. Andaikan mereka ada disini, mereka pasti akan memijit-mijit dahi mereka dan berpura-pura tidak mengenalnya.
'Duh, ini memalukan sekali!' Velina berpikir dalam hati. Ia berusaha bangkit dengan topangan kedua tangannya sambil menundukkan wajahnya yang memerah dan menggigiti bibir bawahnya.
"Aaaaaaaah!" Belum sempat Velina berdiri dengan benar, tiba-tiba tubuhnya terasa diangkat oleh seseorang dengan sangat cepat.
Velina kembali menggigit bibirnya karena semua orang sekarang benar-benar menatap ke arahnya dengan penuh rasa penasaran.
Karena Daniel melihatnya menggigit bibirnya, dia mengira Velina sedang menahan rasa sakitnya. Dengan sigap, dia lalu menggendong Velina seperti tuan putri dan segera membopongnya menuju lantai 5 dengan menggunakan lift.
Ah, rupanya, dalam keadaan terdesak, akhirnya Daniel teringat jika dia memiliki sebuah lift di gedung itu.
"Aduh! Daniel, turunkan aku, dong! Aku malu dilihat oleh banyak orang begini!" Velina menggerutu. Karena ia merasa malu, ia justru semakin membenamkan wajahnya dalam dada pria itu agar orang-orang tidak mengenalinya.
Namun, Daniel justru merasa cuek dengan tatapan orang-orang di sekitar mereka, tetap membopong Velina memasuki lift.
Dada Velina berdegup sangat kencang, ia tidak pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya. Wajahnya memerah, kupingnya memanas. Ia bahkan tidak berani sekalipun mencuri pandang ke arah Daniel. Ia tetap membenamkan wajahnya ke dada pria itu dan menggigit bibirnya dengan keras.
Huwaaaaaa! Akhirnya Daniel dan Velina bertemu lagi! ( ˘ ³˘)❤
Kira-kira bagaimana ya usaha Daniel dalam merebut hati Velina?
Akankah Velina melupakan 'orang' tersebut dan memilih Daniel?
eng ing eng~~~
Thank you for 12k! Maybe it doesnt meant a lot to you, but it is to me ヾ(@^∇^@)ノ