webnovel

Kepingan Sayap Memori Penuh Dendam

Mitos mengatakan angka 7 merupakan sebuah angka keberuntungan. Bagi Dina, angka 7 merupakan kesempatan dari Tuhan! Dulunya, Renata yang merupakan sahabat terbaiknya memanipulasi Dina hanya demi seorang pria, Teddy. Tidak berhenti disitu, Renata menjebak Dina dan menjebloskannya ke dalam penjara, lalu menyuruh seseorang untuk membunuh Dina didalam sel yang suram itu. Dina berpikir dia hanya akan berakhir di Neraka dengan beribu penyesalan. Tapi nyatanya Ia terbangun kembali ke 7 tahun lalu, sebelum semua masalah hidupnya dimulai. Kini Dina tidak boleh jatuh kedalam lubang yang sama, Ia harus menyiapkan rencana serangan balik sebelum semuanya terlambat!

Pena_Fiona · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
424 Chs

Sebuah Bekal Makan Siang

"Membantumu? Kamu membutuhkan bantuan apa dariku?" Widodo bertanya.

"Sebenarnya sangat sederhana. Ketika aku menulis ulang makalahku, aku ingin kamu mengatur lingkungan terbuka untukku. Aku ingin semua orang melihatku. Hanya dengan cara itu aku dapat membuktikan diri." Dina Baskoro berkata dengan serius.

Widodo memikirkannya dan merasa itu ide bagus, itu akan membuktikan bahwa Dina Baskoro memang tidak salah dan akan membuat orang lain terdiam.

Jadi Widodo mengangguk, "Oke, aku akan membantumu."

_ _ _ _ _ _

Setelah makan siang, Dina Baskoro mengucapkan selamat tinggal kepada Widodo dan langsung pulang.

Begitu sampai di rumah dan memasuki pintu, Mbak Tiwi bertanya pada Dina, "Bu Dina, ini sudah hampir jam dua belas, mengapa Pak Teddy belum kembali? Makanan ini sudah siap dari tadi dan sekarang hampir dingin."

Dina Baskoro mengangguk. Berkata kepada Mbak Tiwi, "Baiklah, aku akan menelponnya."

Kemudian Dina Baskoro menelepon Teddy Permana.

Saat itu di kantor, Teddy Permana sedang ada rapat yang lebih penting.

Teddy Permana berdiri di atas panggung dan sedang serius menjelaskan sesuatu, dan orang-orang disitu sedang mendengarkan dengan penuh perhatian.

Lalu layar telepon genggam Teddy Permana tiba-tiba menyala.

Tulisan di atas layar bertuliskan nama Dina Baskoro.

Teddy Permana sedikit mengernyitkan dahi, dengan sedikit ragu-ragu akhirnya menjawab telepon itu.

Begitu telepon terhubung, Teddy mendengar suara ceria Dina Baskoro disana, "Hei, suamiku, apakah kamu sudah makan, apakah kamu tidak pulang untuk makan siang?"

Teddy Permana diam-diam menurunkan volume teleponnya ke minimum, dan berkata dengan pelan, "Tidak, aku masih ada rapat hari ini kemungkinan sampai sangat larut, jadi kamu bisa makan dulu. "

Dina Baskoro berkata dengan bersemangat.

"Kalau begitu aku akan datang kesana membawa makanan, oke?"

Teddy Permana menjawab dengan panik, "Jangan!"

Dan Dina menjawab tanpa malu-malu, "Aku tidak peduli, kamu tunggu aku ya!"

Dengan egois menutup telepon.

Kemudian Dina Baskoro lari ke dapur dan membuka lemari es untuk mencari makanan apa yang akan dibawanya ke kantor siang itu.

Melihatnya Dina yang tiba-tiba lari ke dapur dan membuka lemari es, Mbak Tiwi mengira dia lapar, jadi dia bertanya, "Apakah Bu Dina lapar? Apakah mau aku membantu memanaskan makanan?"

Dina mendengar pertanyaan itu lalu berkata, "Aku tidak lapar, aku hanya ingin membuatkan bekal makan siang untuk Teddy Permana di kantor."

Mbak Tiwi memikirkannya dengan hati-hati dan terkejut, kemudian buru-buru melangkah ke depan dan menasihati, "Bu Dina, biar aku saja yang membuatkan bekal makan siangnya, kamu bisa menunggu di ruang makan, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa nanti? "

Mbak Tiwi tidak tahu bagaimana menjelaskannya, karena menggunakan peralatan dapur bisa sangat berbahaya jika tidak pernah menggunakan sebelumnya.

Dina Baskoro meletakkan tangannya di pinggangnya dan berkata dengan manis, "Siapa bilang aku tidak bisa memasak? Lihat ya."

Setelah itu, Dina Baskoro mengambil telur, daging sapi dan bahan lainnya dari dalam lemari es. Lalu mulai mencuci, memotong, dan masukkan sayuran ke dalam panci dengan minyak.

Gerakannya mirip seperti seorang koki profesional.

Mbak Tiwi diam-diam terkejut melihatnya memasak, tapi juga sedikit penasaran. "Bu Dina, dari siapa kamu belajar memasak seperti ini?"

Dina Baskoro tersenyum dan berkata dengan santai, "Aku belajar sendiri."

"Dulu, ayahku sering pergi keluar untuk bersosialisasi, dan setiap selesai bersosialisasi, dia selalu pulang dalam keadaan mabuk, jadi ibuku akan memasak sesuatu yang ringan untuknya. "

Meskipun ayahnya kemudian mengecewakan ibunya, Dina Baskoro selalu teringat ekspresi bahagia ibunya memasak untuk ayahnya.

Melihat daging di penggorengan hampir matang dan sudah waktunya untuk membaliknya, Dina Baskoro menggunakan spatula untuk membalik daging itu dengan hati-hati.

"Ah!" Dina Baskoro tiba-tiba menarik tangannya, merasakan sakit yang tajam di tangannya.

Mbak Tiwi juga terkejut saat melihat Dina menarik tangannya, lalu bertanya, "Bu Dina, ada apa?"

Dina Baskoro hanya menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja, tolong balikkan daging ini untukku."

Pada akhirnya, semua masakan sudah selesai dimasak dan tangan Dina Baskoro terlihat luka melepuh yang cukup besar.

Mbak Tiwi sangat merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri, "Maaf, Bu Dina aku seharusnya tidak membiarkanmu melakukannya sendiri."

Tetapi bahkan jika Dina Baskoro terbakar seluruh tubuh pun dia masih akan dalam suasana hati yang sangat bahagia. Dia melambaikan tangannya dan tidak peduli, "Tidak apa-apa, taruh saja obat di atas meja itu."

Mbak Tiwi membawa kotak obat dan mengolesi luka itu dengan obat dan alkohol.

Sambil mengoleskan obat, Mbak Tiwi menghela nafas, "Bu Dina kamu melakukan semua ini untuk Pak Teddy. Kamu benar-benar berusaha dengan keras."

Dina Baskoro hanya tersenyum, "Tidak apa-apa, selama bekal makan siang ini sempurna, melepuh seluruh badan pun aku tidak apa-apa."

Mbak Tiwi tersenyum penuh arti ketika dia mendengar jawaban itu.

Setelah mengoleskan obat, Dina Baskoro tidak menunda lagi, lalu mengambil kotak bekal makan siang dan dengan hati yang senang berangkat menuju kantor Teddy Permana.

Dina berpikir bahagia, seperti seorang istri di serial-serial TV yang selalu menyiapkan bekal makanan untuk suaminya.

Tapi Dina tidak tahu bagaimana Teddy Permana akan bereaksi ketika dia melihatnya melakukan ini?

Setelah sampai di kantor, Dina Baskoro langsung menuju lift dan naik ke lantai kantor Teddy Permana.

Rahmi yang baru saja keluar ruangan, melihat Dina Baskoro dan sedikit terkejut, "Bu Dina? Kenapa kamu ada di sini?"

"Di mana Teddy Permana?" Tanya Dina Baskoro.

"Pak Teddy masih rapat, sudah dua jam ini."

Rahmi kemudian berpikir dan melanjutkan, "Bu Dina ke kantor saja dan tunggu disana, mungkin tidak akan lama lagi rapatnya selesai."

Dina mengangguk gembira, "Oke, kalau begitu saya akan menunggunya."

Dan ternyata, Dina Baskoro menunggu tiga jam kali ini.

Matahari sudah hampir terbenam, Dina Baskoro tergeletak di sofa dan langsung tertidur setelah menunggu cukup lama.

Teddy Permana akhirnya selesai rapat. Rapat kali ini sangat penting, melibatkan banyak orang dan memakan banyak waktu.

Kurang lebih pukul sepuluh malam rapat itu akhirnya berakhir, Teddy Permana merasa sedikit lelah dan punggungnya sakit.

Kemudian Rahmi melaporkan pada Teddy, "Pak Teddy, Bu Dina telah menunggumu di kantor sejak jam 3 sore." Teddy Permana mengerutkan kening ketika mendengar itu. Dina memang berkata dia akan datang pada sore hari. Jadi dia benar-benar datang?

Teddy Permana melangkah kembali ke ruangannya.

Benar saja, begitu dia masuk, dia melihat Dina Baskoro yang sedang memiringkan kepalanya dan tertidur di sofa.

Dan di meja ada secangkir kopi di depannya, ada juga kotak berwarna biru, yang seharusnya menjadi bekal makanan untuknya.

Teddy Permana mengira Dina tidak akan datang, dan tidak menyangka bahwa dia akan berada di sini dari jam tiga sore dan menunggu selama tujuh jam.

Melihat Dina Baskoro, Teddy Permana merasa sedikit tenang di hatinya, jadi dia berjalan ke sisinya.

Dina Baskoro sepertinya tertidur cukup lama, mata Teddy terus menatap di wajah kecil itu.

Teddy merasa sepertinya Dina kedinginan, jadi Teddy Permana segera melepas jaketnya dan dengan hati-hati menutupi tubuh Dina.

Dan begitu Teddy menyentuh tubuh Dina Baskoro, Dina bangun dan terkejut melihat Teddy disitu.

"Teddy Permana, apa kamu sudah selesai rapat? Apa kamu lapar? Aku sudah menyiapkan kotak makan siang untukmu, makanlah dulu!" Kata Dina Baskoro, membuka kotak makan siang, dan melihat makanan masih hangat, Dina merasa bangga dan menepuk dadanya.

"Untungnya, aku membawa kotak termos, kalau tidak makanannya sudah dingin sekarang dan rasanya tidak akan enak bila dingin."