webnovel

Upaya Yang Sia Sia

Saat Naya memintanya pulang, Naomi tidak marah. Ia sama sekali tidak berpikir bahwa hari itu Kubo akan benar benar marah padanya. Yang ada dibenak Naomi saat ini hanya soal bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahannya. Perempuan itu berjalan kaki sembari menikmati suasana keramaian kota. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celana, tumitnya terasa begitu sakit sampai ia harus berjalan pelan. Beberapa orang melewatinya begitu saja karena jalannya yang pelan, bahkan mereka menyenggol bahu Naomi dari belakang. Suasana Kota membuat Naomi sedikit tenang, meski masih ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Naomi suka, suka melihat orang berlalu lalang. Setidaknya hanya apa yang dilihatnya membuat dia merasa tidak sendirian. Meski perasaannya tetap merasa kesepian.

Ditaman kota, Naomi menghentikan langkahnya. Ia duduk dikursi kayu panjang menghadap air mancur yang menjulang tinggi.

"Mungkin akan indah kalau ini malam hari" Pikirnya.

Naomi tau, perasaan kesepian itu membelenggunya lagi. Perasaan yang selalu membayanginya. Dan kelopak matanya tak lagi dapat menahan setitik air mata yang sejak tadi menggenang. Meski terasa menyakitkan, namun tak ada sedikitpun perasaan ingin pulang dan menyerah. Ia ingin terus mencoba sampai pada batas yang ia miliki. Hanya memikirkan mimpinya yang mulai jadi kenyataan satu persatu membuatnya terus menerus ingin lebih berusaha. Semilir angin membelai lembut wajahnya, seperti menenangkan pikirannya yang kacau. Suasana taman yang ramai, membuatnya lupa soal apa yang baru saja terjadi. Sampai malam, ia disana hanya duduk sendirian. Bahkan sesekali ia menarik nafasnya dalam, memikirkan banyak hal.

*****

Tinggg!

Bel apartemennya berbunyi, Naomi segera berlari dan membuka pintu apartemennya saat ia melihat Naya sedang berdiri dibalik pintu. 

"Naya San" Sapa Naomi ramah.

"Sudah makan malam?" Tanya Naya.

Perempuan itu membawa dua kantong plastik berisi makanan dan minuman, ia segera masuk sesaat setelah Naomi mempersilahkannya masuk.

"Kebetulan aku belum makan" Jawab Naomi sembari mengambil beberapa wadah didapur.

"Gimana perasaan kamu? Sudah membaik" Tanya Naya.

Naomi hanya tersenyum kecil dan menaikkan kedua bahunya, "Sedikit merasa buruk, tapi lebih bersemangat" Jawab Naomi mantap.

"Malam ini, aku punya tugas untuk menjelaskan lagi semua yang harus kamu lakukan. Tugas khusus dari Kubo" Jelasnya.

"Tugas Khusus?" Tanya Naomi.

"Ya, dia memang ga minta maaf langsung tapi aku tau sebenarnya dia ingin" Tambah Naya.

"Aku yang salah Nay, bukan dia yang harusnya minta maaf" Gumam Naomi.

"Kamu harus mulai terbiasa Nao, dia bisa marah lebih dari itu kalau kamu terus melakukan kesalahan. Dia gak sebaik itu kalau bicara soal masa depan perusahaannya"

"Maksud kamu?"

"Kubo san memang hidup dan terlahir dari sendok emas, kaya dan mewah. tapi sebenarnya itu semua membelenggu dia. Tidak semua orang yang terlahir seperti itu bisa bebas dari tekanan Nao, kita yang hidupnya biasa saja sudah merasa tertekan dengan beban hidup kita, apalagi mereka yang hidupnya terkesan mewah, mereka punya beban soal harga diri dan martabat keluarga yang harus dipertahankan" Jelas Naya.

"Kubo san, sejak lahir. Dia sudah menanggung beban sebagai calon pewaris utama dari semua perusahaan milik keluarganya. Itu membuatnya terus menerus bekerja keras demi mempertahankan semua keinginan keluarganya. Bahkan, dia cuma bisa tidur dua atau tiga jam sehari. Waktu liburnya cuma digunakan untuk mengejar pekerjaan yang tidak bisa ia kerjakan dihari hari biasa" Tambah Naya.

"Setelah apa yang dia lakukan, semuanya hanya upaya yang sia sia. Keluarganya akan terus menuntut sesuatu yang lebih tinggi, tanpa melihat seberapa banyak dia terluka atau sebanyak apa yang dia korbankan untuk sampai ke titik itu"

"Hidupnya, mimpinya, keinginannya, harapannya, masa remajanya, waktu nya"

Naomi mengangguk anggukan kepalanya, ia kemudian mulai mengerti kenapa Kubo justru terlihat lebih bingung daripada dirinya saat menemaninya berlibur tempo lalu. Bahkan Kubo tidak mengerti caranya bepergian dengan fasilitas umum. Laki laki itu selalu dilayani seperti raja, hidup dengan mewah, sering bepergian keluar negeri, terlihat tegar dan berpengalaman bukan karena ia mau hidup seperti itu, tapi karena ia harus hidup seperti itu.

Terlihat dilayani, namun kenyataannya ia dipaksa. Hidup mewah dengan kebebasan yang terbatas, bepergian keluar negeri tanpa berlibur, terlihat hebat dan berpengalaman namun sebenarnya ia tidak tau apa apa tentang kehidupan luar. Ia hidup dengan keinginan orang lain terhadapnya, bahkan ia hanya punya dua atau tiga jam untuk bermimpi dalam tidurnya. Dan sama sekali tidak memiliki banyak waktu untuk mewujudkan mimpinya sendiri.

Segala sesuatu miliknya telah diatur, dan tidak boleh dirusak. Ia harus bekerja lebih keras setiap hari, sampai titik batas miliknya dan tidak boleh menyerah begitu saja.

"Itu kenapa kamu disini, untuk membantu dia" Ucap Naya meyakinkan Naomi.

"hhhhmmm?"

"Untuk membantunya melihat bahwa ada kehidupan lain selain apa yang dia miliki sekarang"

Naya tertidur diatas sofa setelah mengajarkan beberapa hal yang harus dilakukan Naomi besok. Jam sudah menunjukkan pukul lima dini hari, bahkan Naomi sama sekali tidak tidur. Ia telah meminum lima gelas kopi sampai pagi hari dan mulai menyiapkan makanan untuk Naya. Perasaannya mulai membaik seiring dengan matahari yang mulai menunjukkan wajahnya. Dengan sedikit keberanian, ia mendatangi apartemen Kubo dan memencet bel. Senyum lebar menghiasi wajahnya saat Kubo menyapanya dengan membuka sedikit pintu apartemen.

"Mau sarapan bareng " Tanya Naomi.

Kubo mengangguk, ia kemudian meminta Naomi untuk kembali ke apartemennya karena laki laki itu harus berganti baju dan mencuci wajahnya terlebih dahulu.

"wahhhhhh" Ucap Naya saat ia melihat banyak makanan khas rumah sudah berjejer dimeja dapur Naomi. Dengan wajah yang masih berantakan, perempuan itu mengambil sedikit makanan dan mencicipinya.

"Ini kamu masak sendiri nih?" Tanya Naya saat melihat Naomi masuk dari luar.

"Yap, aku lebih suka masak daripada harus beli diluar. Mungkin lidahku belum terbiasa" Jelasnya.

"Baiklah, aku akan lebih sering kesini" Goda Naya.

Perempuan itu kemudian masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tak lama Kubo datang dan mulai bergabung dengan mereka untuk menyantap sarapan pagi. Ada perasaan hangat saat Kubo makan bersama mereka, seperti tidak ada batas diantara mereka saat ini. Sesuatu yang tidak pernah Kubo rasakan sejak ia mulai bekerja, makan bersama dimeja makan dengan makanan khas rumah yang dibuat sendiri. Itu kenapa ia suka ada disana, dengan Naomi yang membuatkannya masakan. Itu kenapa Kubo selalu berharap bahwa Naomi akan memanggilnya dan menawarinya makan malam setiap kali laki laki itu pulang dan melewati pintu apartemen Naomi.

"Maaf soal kemarin" Ucap Kubo pelan saat mereka sedang mencuci piring bersama.

Naomi tersenyum, "Aku yang minta maaf"

Naomi menatap mata laki laki itu, dengan perasaan bersalah ia kemudian membungkukkan tubuhnya "aku akan lebih bekerja keras, mohon bantu aku"

Naomi ingin terus belajar memahami laki laki itu, setelah mendengar penjelasan Naya. Ia mulai mengerti bahwa menjadi sekretaris Kubo bukan hanya tentang bagaimana ia dapat melakukan tugasnya dikantor. Ia mulai memahami perkataan Naya bahwa hidupnya kini bukan lagi miliknya. Ia mulai memahami, bahwa ia harus menjadi teman, dan seseorang yang selalu ada bagi Kubo. Membantunya untuk meringankan sedikit dari beban besar yang ditanggung Kubo selama ini.

Tangan itu telah banyak bekerja keras, meski upayanya selalu terlihat sia sia hanya untuk mempertahankan harga diri dan kesuksesan milik kedua orang tuanya. Pada akhirnya, semua orang akan selalu sama. Mereka hanya akan berfokus pada titik hasil daripada garis garis pengorbanan yang dilakukan untuk sampai pada titik itu. Kini Naomi justru berbalik mengasihani laki laki itu.