webnovel

Sebuah Pengakuan

Naomi mengikuti langkah Kubo dari belakang, saat Kubo memeluknya tadi. Naomi memang diam sejenak, melegakan perasaannya atas kekhawatiran yang menyerbunya secara tiba tiba. Namun setelah Naomi benar benar tersadar, perempuan itu langsung melepas pelukan Kubo yang erat dan bersikap kaku. Dia bingung, entah kenapa ia begitu merasa lega saat melihat laki laki ini baik baik saja. Rasa khawatir itu sama, seperti bertahun tahun yang lalu.

Tubuh Kubo yang tegap, dengan lengan baju panjang yang digulung. Terlihat begitu hampir sempurna dimata Naomi. Ia meminta laki laki itu berjalan lebih dulu darinya karena ia merasa tidak nyaman. Akhir akhir ini, pikiran Naomi terganggu karena Kubo mulai berani menyentuhnya. Ia merasa tidak nyaman dengan perlakuan itu.

Malam ini semakin banyak salju yang mulai turun, bercak bercak putih mulai menutupi jalan dan semakin tebal. Rasa dingin mulai masuk, menyelinap diantara pori pori kulit Naomi. Ia tidak sempat menggunakan pakaian tebal meski perkiraan cuaca hari ini akan turun salju. Dengan pakaian yang seadanya ia terpaksa berjalan menuju apartemen yang jaraknya lumayan jauh dari rumah sakit. Dengan ketidaknyamanannya terhadap Kubo.

"Mau makan?" Tanya Kubo ketika berbalik tiba tiba.

Naomi sedikit terkejut sampai harus membuatnya berhenti berjalan dan mundur selangkah.

"Ditempat biasa?" Tanya balik Naomi.

Kubo mengangguk dan tersenyum tipis, mereka berjalan sampai menemukan sebuah kedai tempat mereka makan bersama saat pertama kali bertemu. Kali ini Kubo menenggak lebih dari tiga botol sake sendirian, meski Naomi sudah memaksanya untuk berhenti. Laki laki itu terus menenggak, lagi dan lagi. Sampai botol botol kosong. Naomi hanya diam memandangi Kubo, sebenarnya ia ingin segera pulang. Namun Kubo membuatnya harus tetap duduk. Ia menyimpan ponselnya ke dalam tas setelah mengirim pesan singkat pada Rio. Tatapan yang dalam tak juga disadari Kubo, bahkan Naomi berkali kali mengajak laki laki itu pulang serta meminta pelayan untuk berhenti mengirimkan sake yang diminta Kubo ke meja mereka.

"Sejujurnya, aku ga suka kamu begini" Tegur Naomi pelan.

Naomi tiba tiba mendengus kesal, sia sia saja baginya untuk berbicara pada Kubo dalam keadaan mabuk. Tatapan mata Kubo saja sudah tak berarah, bagaimana ia bisa mencerna ucapan Naomi. Tapi Naomi ingin terus bicara, ia ingin terus Kubo mendengarnya meski akan lupa soal apa yang sudah dikatakan olehnya.

"Aku ga suka kamu narik tanganku, aku ga suka kamu peluk aku. Tolong bersikap profesional" Tegas Naomi.

"Aku ga suka kamu seenaknya nyentuh aku" Tambahnya.

"Bahkan kamu sama sekali gak punya hak untuk nyentuh aku" Naomi berujar lagi.

Brakkkkk!

Tiba tiba Kubo menghentakkan sebotol sake yang masih penuh ke meja, membuat orang orang disekitar kedai menatapnya.

"Lalu apa hak kamu datang ke kehidupanku saat itu?" Ucap Kubo.

"Bahkan kamu tidak punya hak untuk menyelamatkan hidupku saat itu" Tambah Kubo.

Kepalanya masih menunnduk, tak berani menatap Naomi.

"Kamupun tidak ingat siapa aku, kamu juga tidak tau siapa aku" Lirih Kubo.

Naomi menangkap maksud ucapan Kubo yang mengarah pada kejadian masa lalunya. Ia tidak ingin membantah, namun hatinya penuh dengan pertanyaan untuk Kubo.

"Aku tau, aku tau. Laki laki yang terkurung didalam sebuah kamar mandi kecil. Hidup kelaparan selama berhari hari dan hampir mati. Aku tau, itu kamu" Jelas Naomi.

Kali ini Kubo mulai berani menatap mata Naomi, dan terus mengamati wajah Naomi yang nampak mulai serius.

"Andai saat itu kamu nggak datang, aku nggak akan merasa kesulitan untuk menerima Takai" ucap Kubo.

"Tapi kamu datang, melakukan hal yang orang lain tidak lakukan untukku. Membentuk kenangan yang seharusnya tidak ada, membentuk ruang sendiri dipikiran dan hatiku"

"Andai saat itu kamu tidak terluka dibawah cahaya sinar matahari, aku tidak akan mengingat wajahmu dan pasti akan melupakanmu"

"Tapi kamu disana, melewatiku dengan sinar matahari langsung. Membuatku bisa mengingat jelas gurat wajah yang selalu ku ingat"

"Kamu tau seberapa lama aku mencari?"

"Bertahun tahun"

"Sekarang kamu bicara hak denganku?"

"Lalu apa? apa hakmu saat harus memastikan bahwa aku dikurung?"

"Apa hakmu melempar batu setiap hari hanya untuk memastikan bahwa aku masih hidup?"

"Dan apa hakmu memelukku dan menerima seluruh pukulan itu sampai tidak sadarkan diri?"

"Bahkan semua yang kamu lakukan saat itu masih aku ingat dengan jelas"

"Apa aku tidak boleh salah paham?"

"Apa aku tidak boleh berpikir bahwa mungkin kamu menyukaiku?"

"Apa aku tidak boleh berharap sedikit saja bahwa mungkin kamu juga mencariku, sama seperti aku mencarimu?"

Naomi mengernyitkan dahinya, ia hanya ingin tidak mengerti apa maksud Kubo. Ia tidak ingin apa yang baru saja diucapkan Kubo membuatnya harus jujur soal apa yang selama ini ia rasakan.

"Aku tidak lupa" Gumam Naomi.

"Aku juga ga akan pernah lupa, hari itu. Saat perasaan ingin menyelamatkan dirimu lebih penting daripada diriku sendiri"

"Bahkan untuk seseorang yang tidak pernah kulihat wajahnya, atau aku kenal"

"Ia tersimpan rapat dan hadir disetiap saat aku ada diruangan yang kecil"

"Menyesakkan dada, memenuhi seluruh perasaan dengan rasa khawatir"

"Apa dia baik baik saja, apa kabarnya, apa dia masih hidup, atau apa dia bahagia"

"Pertanyaan pertanyaan itu terus muncul setiap aku ingat"

"Tapi aku tidak punya kesempatan, untuk tau siapa orang yang telah menyimpan kenangan itu dalam benakku"

"Dan sekarang kamu ingin membuatku merasa bahwa aku salah saat datang kepadamu hari itu?"

"Bahkan jika itu membuatmu harus merasa berat karena seluruh ingatanmu. Kamu bisa membuang semua ingatan buruk itu"

Akhirnya Naomi berbicara saat terus menatap mata Kubo. Ia ingin Kubo juga tau bahwa ia juga mengingat Kubo meski hanya sejenak.

"Aku suka kamu" Ucap Kubo tiba tiba.

Naomi diam bergeming karena merasa kebingungan dengan pengakuan Kubo, seketika keheningan menghampiri mereka. Sampai akhirnya Naomi memutuskan untuk pergi meninggalkan Kubo sendirian.

*****

Sebenarnya Naomi tetap menunggu Kubo melewati pintu apartemennya, sudah satu jam sejak ia tiba disana. Ia sengaja duduk dibalik pintu hanya untuk memastikan bahwa Kubo sudah pulang. Namun laki laki itu tak kunjung datang. Meski menunggu, namun ia tetap tak punya keberanian untuk keluar dari apartemennya jika Kubo datang. Ia masih bingung harus bersikap apa pada Kubo jika laki laki itu ada dihadapannya nanti.

Tinggg!

Sebuah pesan masuk kedalam ponselnya, dengan cepat ia meraih ponselnya yang terletak di sofa.

"Bertemu?" Pikir Naomi.

Itu sebuah pesan masuk dari Takai, yang mengatakan bahwa perempuan itu ingin bertemu dengannya lusa. Ia ingat perempuan itu adalah perempuan yang datang ke kantor Kubo. Dan perempuan yang disebut sebut Kubo saat ia mabuk tadi. Dengan sigap, ia membalas pesan itu dengan menyetujuinya karena ia merasa penasaran. Naomi berlari kearah pintu saat mendengar suara sebuah pintu apartemen terbuka diluar, ia mencoba mengintip dari lubang kecil dipintunya. Namun tak ada siapapun diluar. Karena terlalu penasaran Naomi keluar dari apartemennya dan dengan gerakan mengendap endap ia mendekati pintu apartemen Kubo. Menempelkan kupingnya dipintu, berharap akan mendengarkan sesuatu. Atau mendapat kepastian bahwa laki laki itu sudah pulang ke apartemennya dengan aman.

"Sedang apa?" Tanya Kubo dibalik tubuh Naomi, sembari mengikuti gaya Naomi.

Mata Naomi membesar saat mendengar suara laki laki yang begitu ia kenal. Tiba tiba tubuhnya merasa dingin, dan darahnya mengalir lebih deras. Ia hanya bisa tersenyum saat melihat Kubo berdiri dihadapannya.

"Aku mau buang sampah" Ucap Naomi malu.

Ia hanya asal mengucapkan apa yang ada dipikirannya saat itu.

"Sampah? Sampah dimana?" Tanya Kubo saat melihat Naomi tak membawa satupun kantong sampah ditangannya.

"Oh Iya, sampahnya ketinggalan. Di apartemenku. Tadi buru buru mau buang sampah, sampai sampahnya ketinggalan" Jelas Naomi salah tingkah.

"Ketinggalan?" Cerca Kubo.

"Iya ketinggalan, tadi sampahnya nggak keliatan seperti sampah. Jadi kupikir bukan sampah" Ucap Naomi dengan nada gugup.

"Kalau keliatannya bukan sampah, kenapa akan dibuang?" Tanya Kubo lagi jahil.

"Tapikan itu sampah"

"Tapikan kamu ga liat itu sampah"

"Ya pokoknya aku mau buang sampah, terus sampahnya ketinggalan. Terserah aku dong mau ngeliat itu sampah atau bukan. Pokoknya aku buang sampah. Titik"

Pipinya memerah, ia berlari masuk kedalam apartemen tanpa membiarkan Kubo bertanya lagi sampai ia memastikan bahwa Kubo sudah masuk kedalam apartemennya dan tak keluar lagi. Ia terus mengutuki dirinya sejak menghindar.

"Bodoh" Umpat Naomi pada dirinya sendiri.

"Arrrrgggggghhhhh bodoh bodoh bodoh" Teriaknya.