webnovel

Mimpi yang jadi Kenyataan

Sekali lagi Naomi membaca email yang didapatnya semalam, tidurnya tidak nyaman semalaman karena terlalu bersemangat memikirkan semua hal yang ingin dia lakukan setelah tau bahwa dalam waktu kurang dari dua bulan ia akan pergi keluar negeri. Mewujudkan salah satu mimpi terbesarnya.

Pagi itu, Seperti biasa Naomi datang lebih dulu dari rekan rekan kerjanya. Naomi saat ini bekerja sebagai supervisor disalah satu perusahaaan swasta. Sudah hampir dua tahun ia bekerja disana sembari terus belajar memperdalam kemampuan bahasa asingnya. Sejujurnya Naomi sudah lebih dua kali mengajukan pengunduran diri karena merasa tidak nyaman ditempat kerjanya saat ini, namun ia tetap bertahan karena hutang hutang ayahnya yang harus ia lunasi. Setiap saat dirinya berusaha mengajukan surat pengunduran diri, atasannya selalu menawarkan kesempatan baru untuknya.

Pada saat pertama ia mengajukan pengunduran diri, tiba tiba atasannya memberinya kesempatan untuk dijadikan pegawai tetap. Dan kali kedua, saat dirinya sudah memaksa untuk tetap mengundurkan diri, atasannya kemudian memberinya kesempatan untuk naik jabatan menjadi supervisor. Naomi memang satu satunya perempuan dibagiannya bekerja, selain itu ia juga pekerja tunggal. Hingga terkadang hal tersebut yang membuatnya terlalu sibuk bekerja, bahkan terkadang ia menghabiskan akhir pekan untuk bekerja, meski telah bekerja lebih dari dua belas jam sehari.

Tok ! Tok ! Tok !

Naomi memberanikan diri untuk mengetuk ruangan atasannya sepagi ini, meski jam kerja belum dimulai. Pria itu menggangguk menandakan bahwa ia boleh masuk keruangan, dengan sopan Naomi masuk kedalam ruangan dan duduk. Atasan Naomi adalah orang asing, namun atasannya sudah begitu fasih berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Setiap kali ada kesempatan, Naomi lah yang membantunya untuk mempelajari bahasa Indonesia.

"Ada apa Naomi ?" Tanya atasannya, Mike.

"Mr Mike" ucap Naomi pelan sembari menyodorkan surat pengunduran dirinya.

Mike hanya tersenyum, ia kemudian menyodorkan kembali surat pengunduran Naomi sebagai tanda penolakannya. Bahkan kali ini Mike harus berdiri dan sedikit membungkuk.

"Kamu tau Naomi, saya tidak akan pernah menerima surat pengunduran diri kamu" Ucap Mike.

"Tapi Mr Mike, kali ini saya punya alasan yang tidak bisa saya tolak" Balas Naomi.

"Apa?"

"Saya mendapatkan tawaran kerja di Jepang, Mr Mike tau dan saya sudah sering membicarakan ini sebelumnya dengan anda" Jelas Naomi.

"Kalau hanya soal kerja diluar negeri, saya bisa mengirim kamu ke Cina untuk pelatihan Naomi. Tidak ada bedanya" Bantah Mike.

"Mr Mike, ini bukan soal dimana saya harus bekerja. Tapi ini kesempatan saya untuk bisa bekerja di bidang saya, dan saya dapat kesempatan ini"

"Kenapa kamu begitu antusias Naomi, karir kamu diperusahaan ini sudah saya jamin. Sebentar lagi kamu akan saya promosikan sebagai Manaj..."

"Tapi ini bukan bidang saya, Kalau saya terus memaksakan apa yang bukan menjadi kapabilitas saya. Saya tidak akan pernah maksimal dalam apa yang akan saya lakukan. Dan saya tidak bisa" Potong Naomi, meski berbohong ia tetap terlihat sangat meyakinkan.

"Saya mengajukan pengunduran diri tiga puluh hari sebelum hari terakhir saya, dan saya akan memberikan salinan surat pengunduran diri saya pada bagian personalia hari ini. Harap anda dapat menerimanya" Tambahnya tegas.

Sekali lagi Naomi menyodorkan surat pengunduran dirinya, kemudian ia berdiri dan membungkuk sedikit sebagai tanda penghormatannya sebelum kemudian ia keluar dengan sopan dari ruangan Mike. Nafasnya lega setelah ia mengajukan surat pengunduran diri, ditatapnya layar komputer yang masih menyala. Disana, terpasang sebuah gambar dirinya saat sedang menerima penghargaan sebagai karyawan terbaik tahun lalu. Ia sedikit tersenyum saat melihat foto itu, mengingat kenangan didalamnya.

"Naomi, bisa sebentar keruangan saya?" Panggil seorang laki laki, admin personalia ditempatnya bekerja.

Naomi mengikuti langkah kaki laki laki itu, kemudian mereka berhenti diruang rapat tempat biasanya personalia memanggil karyawan untuk menginformasikan hal hal pribadi.

"Saya dapat telpon pagi ini dari Mr Mike, saya dengar kamu mengajukan pengunduran diri" Tanya Laki laki itu.

"Iya pak"

"Kenapa? Kamu ada masalah dengan pekerjaan kamu sekarang?"

"Saya tidak punya masalah apa apa saat ini pak, sebelumnya saya sudah menjelaskan pada Mr Mike bahwa saya mendapatkan penawaran untuk bekerja diluar negeri"

Laki laki itu hanya mengangguk mendengar penjelasan Naomi, "Tapi kami harus cari dulu pengganti kamu Naomi. Dan kamu tau, mencari orang yang memiliki satu pemahaman dengan Mr Mike sangat sulit. Saya harap kamu dapat mengerti" Jelasnya.

"Pak, saya rasa mengundurkan diri adalah hak bagi setiap karyawan. Dan pengunduran diri saya ini tidak melanggar aturan undang undang manapun. saya tidak bisa menunda kesempatan saya hanya karena harus memahami keadaan perusahaan Pak. Kalau saya kehilangan kesempatan saya, apa perusahaan akan bisa mengembalikan kesempatan saya?"

Tidak ada yang bisa menahan Naomi kali ini, ia sudah sekuat tenaga meyakinkan dirinya untuk keluar dari perusahaan itu. Dan hal terbaik yang bisa ia lakukan hanya dengan mengajukan pengunduran diri sesuai dengan aturan perusahaan. Setengah mati Naomi berdebat dengan laki laki itu hingga ia memutuskan untuk keluar langsung dari ruangan untuk menyudahi perdebatan yang sia sia.

"Sore ini aku jemput ya" Bacanya saat melihat sebuah pesan masuk kedalam ponsel.

Jam kerja hari ini terasa begitu lama bagi Naomi, bukan karena pekerjaannya namun karena ia harus memikirkan cara untuk memberi tau Rio atas keputusannya. Hari ini, bahkan secara tiba tiba Rio mengajaknya untuk pulang bersama.

Tinggg!

Ponselnya tiba tiba berbunyi tanda sebuah pesan masuk.

"Selamat, Naskah anda telah berhasil lulus evaluasi. Admin kami akan menghubungi anda untuk proses lanjutan penerbitan naskah" Baca Naomi dalam hati.

Matanya melebar saat membaca pesan itu, setelah dua bulan menunggu, pada akhirnya ia mendapatkan kabar baik dari penerbit buku. Selain menekuni bidang bahasa, Naomi juga memiliki ketertarikan untuk menulis sebuah novel. Karyanya sudah terbit diberbagai platform online. Namun meski sering terbit di platform online, ternyata karyanya belum cukup untuk diterbitkan kedalam buku. Beberapa kali ia ditolak oleh perusahaan penerbit buku, dan hari ini ia mendapatkan kejutan melalui pesan singkat atas pengajuan naskahnya. Matanya sedikit berair saat mulai membalas pesan, namun helaan nafasnya terdengar lega.

"Naomi ayo rapat" Panggil seseorang.

Naomi menjinjing bukunya mengikuti langkah laki laki itu, ia lupa hari ini ada rapat mingguan yang tidak boleh ia lewatkan.

*****

Sudah dua jam film didalam bioskop diputar, tidak seperti biasanya Rio diam sepanjang film meski terkadang tangannya menggenggam tangan Naomi dengan erat.

"Bosen Nih" Keluh Naomi.

Malam itu, Rio mengajak Naomi untuk menonton film yang tidak Naomi Suka. Naomi sama sekali tidak suka menonton film dengan tema robot atau alien alien yang menyerang bumi. Karena ia rasional, begitu menurutnya.

"Tunggu sebentar, sebentar lagi juga selesai" jawab Rio.

Perempuan itu hanya mampu menyenderkan kepalanya ke kursi dan menguap sesekali, ia merasa bosan. Beberapa kali ia menoleh ke kanan dan ke kiri bahwa hanya ia dan Rio yang duduk dibarisan paling belakang. Sisanya penuh didepan. Sesekali ia ingin percaya bahwa Rio memesan semua tempat duduk dibarisan belakang, tapi ia tau Rio tidak sekaya itu untuk melakukan hal hal yang sia sia tanpa arti.

"Aku ke toilet bentar" Ucap Rio.

"Ih kita keluar aja sekalian. Aku bosen ni" Keluh Naomi lagi.

"Tanggung banget, sebentar lagi selesai. Kamu duduk disini, nonton. Nanti ceritain ke aku gimana endingnya. Ya?" Pinta Rio.

"Yaudah!" Naomi setuju dengan terpaksa.

Rio menuruni tangga bioskop dengan terburu buru, dan Naomi tetap merasa bosan sembari menatapi layar bioskop yang terpampang dihadapannya sampai film selesai.

"Aku memulai masa remajaku saat bertemu dengannya"

TIba tiba suara seseorang yang Naomi kenal bergema didalam bioskop, membuat Naomi kebingungan. Tak lama, foto foto dirinya terpampang dilayar bioskop. Saat semua orang menatap dan menyoraki Rio yang masuk kedalam bioskop dengan seikat bunga, Naomi hanya tetap diam duduk ditempatnya.

"Sudah hampir delapan tahun, dia mengisi kehidupanku. Memberiku hal hal baru yang tidak bisa aku temukan sendirian" Lanjut Rio.

"Dia yang bisa mendengarkan perasaanku, meski aku hanya diam"

"Dia yang bisa membuatku tersenyum meski keadaan sedang terasa getir"

"Dia yang setia menemaniku melihat film film sampai akhir meski dia tidak menyukai film itu"

"Dia yang terus mengajakku berbicara agar aku tidak merasa ngantuk saat mengendarai motor. Meski dirinya sendiri sedang menahan kantuk"

"Dia yang bersedia duduk diam disampingku saat aku marah"

"Hari ini, aku sengaja memesan satu baris kursi bioskop disana. Untuk dia, perempuan yang sedang aku bicarakan"

Saat itu, semua mata tertuju pada Naomi. Meski kaget Naomi masih tetap diam diposisinya, mencoba memahami apa yang sedang Rio lakukan. Saat tiba tiba seorang petugas bioskop menghampirinya dan menuntunnya untuk turun mendekati Rio.

"Meski sudah delapan tahun, untuk melakukan ini aku masih terus berpikir" Tambah Rio

"Akankah dia memilihku, atau jika dia memilihku. Apakah aku adalah orang yang tepat baginya"

"Apakah aku bisa melakukan hal yang sama, seperti yang dia lakukan untukku"

"Akankah aku bisa membuatnya bahagia, seperti dia yang membuatku bahagia selama hampir delapan tahun ini"

"Dan saat aku melakukan ini, aku hanya sedang memikirkan keinginanku selama seumur hidupku"

"aku ingin membuatnya terus bahagia" Ucap Rio Lagi.

"Aku tidak bisa lagi terus menjalin hubungan seperti ini, terpisah setiap kali aku mengantarmu pulang kerumah. Dan merasa rindu saat baru saja tiba dirumahku"

"Menikahlah denganku" Tambah Rio saat Naomi tiba dihadapannya.

Disodorkannya sebuah kotak berwarna hitam dengan garis emas, didalamnya ada sebuah cincin dengan sebuah berlian berwarna biru ditengahnya. Tiba tiba suasana bioskop menjadi sangat riuh, beberapa orang mengabadikannya dengan foto dan video. Namun Naomi tetap diam, tangannya gemetar saat Rio berusaha menggenggam jarinya.

"Rio..aku..."