webnovel

Menjauh

Suasana kantor di pagi hari sudah terasa tidak menyenangkan bagi Naomi, pagi ini Kubo datang dengan wajah tanpa senyum. Laki laki itu hanya memberinya tumpukan berkas yang harus ia terjemahkan dan tidak membiarkannya masuk ke ruangan kantor Kubo. Seluruh jadwal rapat Kubo dibatalkan secara tiba tiba. Dan laki laki itu membuat jadwalnya sendiri hanya untuk menghabiskan setengah harinya didalam kantor. Naomi tidak dipanggil, ataupun diminta sesuatu. Serta seluruh pegawai yang ingin menemui Kubo hari itu harus terpaksa Naomi hadang karena Kubo tidak ingin diganggu.

"Mungkin dia bertelur didalam, dan tidak ingin semua orang tau tentang itu" Pikir Naomi.

"Atau mungkin dia sakit" Pikir Naomi lagi.

"Atau mungkin perusahaan ini akan bangkrut, dan dia bunuh diri didalam" Lagi lagi Naomi bergurau.

Naomi terus terusan melanjutkan pikiran buruknya tentang perilaku Kubo hari ini. Dia menggelengkan kepalanya saat berpikir sesuatu yang buruk, atau tertawa saat memikirkan hal hal buruk yang lucu. Setelah selesai dengan pikirannya yang menggelikan dia bangkit dari kursi dan pergi ke dapur kantor untuk membuat segelas jus tomat. Saat Naomi datang, para sekretaris sedang berkumpul menikmati jus mereka masing masing. Sembari bergosip gosip perihal bos mereka. Hanya diruangan itu para bos tidak akan masuk, karena biasanya merekalah yang akan membuatkan seluruh minuman keinginan bos bos Dan disanalah mereka bebas bergosip sesuka hati, atau sekedar berbagi informasi soal jadwal rapat.

"Hari ini suasana hati Kubo sedang tidak baik" Ucap Naomi bergabung setelah medapatkan segelas jusnya.

"Aku tau" Timpal seseorang.

"Dan aku ga tau alasannya. Dia menolak untuk bertemu banyak orang hari ini" Keluhnya.

Semua mata tertuju padanya, tatapan heran menyerangnya seketika. Membuatnya tak bisa berkutik.

"Kamu bener ga tau?" Tanya seseorang.

Naomi menggelengkan kepalanya.

"Minggu ini Kubo akan bertunangan dengan Takai, beritanya sudah menyebar di media. Dan fotonya banyak muncul di tv" Tambah seseorang.

"Perempuan yang tempo hari datang ke kantor saat Kubo tak ada, perempuan itu" Timpal yang lain.

"Takai san? Tanya Naomi memastikan setelah mengingat lagi nama perempuan yang tempo hari datang ke kantornya untuk mencari Kubo.

Seluruh orang diruangan itu menganggukkan kepalanya, membenarkan pertanyaan Naomi. Setelah Naomi pergi dari dapur gosip gosip itu masih diteruskan sampai Naomi bisa membayangkan apa saja yang mungkin mereka bicarakan seperti,.

Mereka sama sekali tidak terlihat seperti sepasang kekasih.

Tidak ada yang spesial diantara mereka.

Bagaimana bisa Naomi tidak tau?

Kurasa pertunangan mereka hanya sekedar kepentingan bisnis.

Aku tidak yakin jika Kubo benar benar menyukai perempuan itu.

Tapi bagaimanapun mereka terlihat serasi.

Naomi berjalan cepat dari dapur menuju ruangannya dengan perasaan kesal, sepatu tingginya membuat seisi kantor melirik kearahnya karena berisik. Ia berharap Kubo bisa melihat kekesalannya lewat dinding kaca yang bisa terlihat jelas dari ruangan Kubo. Tapi bahkan setelah ia duduk dikursinya dan melanjutkan bekerja, laki laki itu sama sekali tak bertanya padanya.

"Kenapa dia tidak memberitahuku" Gerutu Naomi.

Perasaannya masih terus kesal, sampai ia tidak bisa lagi menahannya. Setengah jam sebelum pulang, Naomi memutuskan untuk menemui Kubo. Namun langkahnya terhenti saat tangannya menyentuh gagang pintu. Ia tersadar bahwa seharusnya tidak ada yang perlu ia kesalkan. Bukan hak nya untuk ikut campur dalam kehidupan pribadi Kubo. Bahkan ia sama sekali tak punya kepentingan dengan pertunangan Kubo. Ia baru ingat, perempuan yang datang tempo hari adalah perempuan yang sama dengan perempuan yang ia lihat di apartemen memeluk Kubo dengan erat. Yang membuatnya harus mundur perlahan karena merasa tak enak waktu itu. Meski ragu, Naomi tetap harus masuk kedalam ruangan pria itu.

"Aku pasti sudah gila" Gumam Naomi.

Ia membuka pintu perlahan, matanya langsung tertuju pada Kubo yang duduk membelakanginya menatap kota melalui kaca besar. Sekilas Naomi bisa melihat pantulan wajah Kubo yang juga menatap kearahnya saat ia masuk.

"Aku mendengar soal pertunanganmu minggu ini" Ucap Naomi memecah keheningan.

"Aku hanya ingin bertanya, kenapa kamu bahkan tidak memberitahuku. Kenapa aku harus mendengarnya dari sekretaris lain" Tambah Naomi mempertanyakan sikap Kubo padanya.

"Aku merasa..."

Ucapannya terhenti saat Kubo bangkit dari duduknya, laki laki itu berbalik dan meraih tasnya diatas meja. Lalu menghampiri Naomi dan berhenti tepat dipinggir Naomi berdiri.

"Itu semua bukan urusanmu, jadi berhentilah ikut campur" Ucap Kubo.

Ucapan Kubo memang pelan, namun cukup jelas ditelinga Naomi. Bahkan laki laki itu mengucapkannya tanpa menatap Naomi. Membuat Naomi harus membalikan tubuhnya agar dapat melihat Kubo. Mata mereka saling bertatapan saat Naomi menghadapkan tubuhnya kearah Kubo. Laki laki itu hanya mematung dihadapan Naomi, sembari tangannya yang mengepal erat pegangan tas.

"Kalau aku pernah bilang bahwa aku menyukaimu, lupakan itu. Menjauhlah dari kehidupan pribadiku. Bekerjalah dengan profesional dan lupakan semua yang pernah terjadi antara kita. Termasuk masa lalu itu" Tambah Kubo.

Laki laki itu bergegas pergi setelah mengucapkan kata kata yang menusuk hati Naomi. Meninggalkan Naomi yang terkejut dengan ucapan yang baru saja ia dengar. Meninggalkannya dengan seribu pertanyaan.

"Terserah" Gumam Naomi.

*****

Masih terngiang dikuping Kubo saat ia menemui Takai malam itu, tatapan mata Takai yang sangat serius saat perempuan itu mengatakan bahwa ia akan tetap bersikeras untuk memohon agar pertunangan mereka dapat terus dilakukan. Dalam ucapannya, sama sekali tidak ada keraguan. Dan Kubo tau bahwa Takai tidak berbohong kali itu.

Kubo terikat, terikat pada janjinya ketika kecil dulu. Saat perempuan itu menangis dipelukannya. Saat ia mengelus punggung Takai dengan lembut. Kubo telah terlanjur berjanji, untuk membagi sebagian beban yang ditanggung Takai sejak tau apa yang telah terjadi pada perempuan itu. Dan tidak ada cara lain baginya untuk membebaskan Takai dari kedua orang tuanya selain menjalin hubungan dengannya. Dan bahkan kedua orang tuanya sama sekali tak menentang. Semua itu sebelum ia bertemu Naomi. Sebelum ia tau bahwa ia akan jatuh cinta pada Naomi saat pertama kali melihat perempuan itu.

Ketika mereka memutuskan tanggal pertunangan tanpa melibatkan Kubo, tentu Kubo merasa marah. Tentu ia merasa tidak dihargai. Beberapa kali Kubo mencoba untuk membantah namun sia sia. Ia berseteru lebih dari tiga kali dengan orang tuanya sebelum pulang ke apartemen. Laki laki itu sengaja tidak memberitahu siapapun, bahkan ia sangat berharap bahwa Naomi tidak akan tau. Namun pemberitaan tentangnya begitu cepat menyebar. Membuat rasa khawatir terus menyerangnya.

Pikiranya penuh dengan ketakutan soal reaksi Naomi jika tau bahwa Kubo akan bertunangan, soal perasaan Naomi setelahnya karena Kubo baru saja mengungkapkan perasaannya pada perempuan itu beberapa hari lalu. Hanya memikirkannya sudah membuat Kubo merasa tidak nyaman dan merusak perasaannya sepanjang hari. Bahkan malam ini ia tidak pulang ke apartemen untuk menyiapkan pertunangannya dengan Takai lusa.

Dadanya terasa sesak saat masuk ke mobil, setelah mengatakan hal buruk pada Naomi sebelum pulang. Memintanya untuk melupakan ungkapan perasaannya beberapa hari lalu, memintanya untuk melupakan semua yang terjadi diantara mereka termasuk masa lalu mereka yang bahkan tidak akan pernah Kubo lupakan sampai ia mati, dan meminta Naomi untuk menjauhinya. Sebenarnya Kubo benar benar tidak ingin mengatakan itu semua, tapi saat mengingat janjinya pada Takai. Ia tidak bisa lagi menghindar.

"Mungkin akan selesai" Pikir Kubo.

Jalanan menuju Osaka tetap tak bisa membuatnya tenang, mobil mobil yang terus ia lewati. Dengan keramaian kota disertai orang orang yang berlalu lalang dan lampu lampu yang menghiasi jalanan. Ia memandangi itu semua, dan tidak ingin hari cepat berlalu.

*****

Sinar matahari masuk menusuk mata Naomi dengan tajam sampai membuatnya harus terbangun dari tidurnya di akhir minggu. Ia melempar ponselnya menjauh saat melihat tanggal dan hari ini. Sejak pulang kerja dihari Jumat perempuan itu kembali tak bisa tidur, bahkan sampai harus mengkonsumsi beberapa obat tidur secara berlebihan. Ia masih terus merasa kesal saat mengingat ucapan Kubo yang begitu menyakitkan.

Hari ini, ia berencana untuk berlibur sendirian. Menjajahi kota Osaka yang belum pernah ia sentuh. Menikmati perjalanan berjam jam dengan kereta sedikit membuatnya lupa soal Kubo. Namun saat ia turun dari kereta, matanya tertuju pada televisi besar yang sedang menyiarkan wajah Kubo dan Takai disana. Kedua orang itu keluar dari mobil yang sama dan masuk kedalam gedung. Pertunangan mereka sangat mewah, bahkan sampai diliput media dan menjadi sorotan. Banyak wartawan yang menunggu mereka didepan gedung. Menunggu untuk dipersilahkan masuk dan melakukan konfrensi pers.

"Osaka?" Gerutu Naomi saat tau bahwa pertunangan mereka dilakukan di kota Osaka.

Perempuan itu segera berbalik dan memesan tiket kereta untuk kembali ke Tokyo.

"Seterkenal itukah dia" Gerutu Naomi lagi dan lagi.

Orang orang bahkan tidak tau sikap aslinya.

Dia sudah punya tunangan, tapi masih berkata menyukai orang lain.

Apa? Melupakan ungkapan perasaannya? Dia pikir semudah itu.

Dia mau aku melupakan semua hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya? Dan masa lalu itu?

Bahkan aku sama sekali tidak ingin mengingatnya, dia yang menyeretku kesini dan mengingatkanku soal itu.

Menjauhlah dari kehidupan pribadinya? Mustahil.

Kalau begitu, berhenti ikut sarapan pagi dan malam diapartemenku. Aku tidak akan lagi memasak untuknya.

Hah, dia pikir semudah itu. Setelah semua ini?

Seluruh isi pikirannya keluar dan berhenti pada satu pertanyaan, setelah semua ini. Setelah Kubo masuk dalam hidupnya. Mengacaukan perasannya, membuatnya bingung dan melupakan kerinduannya pada Rio untuk sejenak. Setelah laki laki itu menarik tangannya, mengusap kepalanya, bahkan memeluknya sesuka hati.

"Dia pikir dia bisa melakukan itu semua sesuka hatinya?" Pikir Naomi kesal.

Naomi akhirnya kembali ke apartemen dengan tangan kosong setelah menggerutu sepanjang jalan. Ia tertidur disofanya dengan sepatu yang masih menempel. Dan amarah yang tak kunjung reda.

"Terserah" Teriaknya.

*****

Ambigu.

Perasaan kecil ini begitu membingungkan.

Seperti terus membuat hati bertanya tanya tentang apa yang sebenarnya aku harapkan.

Apa yang telah dia lakukan padaku.

Atau mungkin, selama ini aku telah salah paham mengartikan sikapnya.

Dia seperti akan memberikan hatinya padaku.

Bersikap seolah olah aku juga tau isi hatinya lalu dia membalasnya.

Seolah kita telah sama sama tau.

Hubungan ini begitu membingungkan.

Dia membuatku khawatir, sampai aku harus berlari kearahnya.

Mengendalikan semua tentangku sampai aku tak bisa bergerak.

Bahkan jika aku berlari sejauh manapun, aku akan tetap kembali padanya dengan perasaan bersalah.

Dengan perasaan penuh harapan bahwa dia tak akan lari sepertiku.

Dia menyingkirkan seluruh kesiapanku hanya dengan sapanya.

Perlahan dan membuatku terbiasa.

Dan meninggalkan kehampaan karena ketiadaannya.

Membuat tempat tersendiri dipikiran dan dihatiku.

Meninggalkan ketakutan akan kepergiannya.

Dia berpura pura sebagai teman, namun tidak.

Terkadang, dia bersikap seperti kekasihku tapi tak memberiku kepastian.

Sikapnya yang lembut seperti es krim.

Telah mencairkan hatiku dan menerimanya.

Semua ini begitu membingungkan.

Apa yang telah dia lakukan padaku.

Atau mungkin, aku benar benar telah salah paham.

Saat dia menatapku begitu lama.

Seperti telah mengenalku.

Bahkan detak jantungku tak lagi bisa menjadi normal.

Tubuhku gemetar saat dia terus menatapku dalam.

Dalam kegugupan yang tak menentu.

Aku berharap bahwa pertemuan kita bukanlah hal yang tepat.

Sampai aku melihatmu dengan tatapan mataku.

Dan berkata bahwa ini semua biasa saja.

Namun terkadang kau terlihat begitu menarik.

Sampai aku bisa begitu menyukaimu.

Perasaan ini, sungguh merepotkan.