webnovel

Kerja Keras

"Eh Eh Eh Eh" Ucap Iksan sembari memainkan jari telunjuknya tepat didepan mata Rio.

"Lo punya waktu dua puluh empat jam, delapan jam untuk kerja, delapan jam untuk tidur, dan delapan jam untuk menikmati hidup lo. Percaya sama gue, hidup lo akan stabil kalau lo bisa ngatur waktu lo" Tambah Iksan.

Sudah dua minggu Rio datang pagi dan pulang malam, ia tidak pernah bekerja tepat delapan jam sejak bergabung diperusahaan Iksan. Bahkan saat semua rekan kerjanya mulai satu persatu pulang, ia tetap menjadi orang terakhir yang meninggalkan lantai itu. Rio sudah terlanjur akrab dengan penjaga gedung tempatnya bekerja.

"Gue gak minta bayaran lembur kok mas" Sanggah Rio.

Iksan berlagak tak mendengarkan hal itu, ia hanya berjalan santai meninggalkan ruangan kantor sembari melambaikan tangan dari belakang. Dari jauh, Sinta mulai mendekat pada Rio diam diam. Ia mengamati Rio, sembari melihat apa yang sedang dikerjakan oleh Rio.

"Kalau lo terus kerja keras kaya gini, kemungkinan besar kita akan menang lagi penghargaan tahun ini" Goda Sinta.

Rio tersenyum, ia membalikkan tubuhnya sembari melepas earphone. Pria itu berjalan menuju dapur dan kembali dengan dua gelas kopi susu.

"Gue bingung Ta, aneh aja gitu. Gue yang seserius ini harus ketemu sama kalian yang bisa sesantai itu" Ucap Rio membuka pembicaraan.

"Terus?" Tanya Sinta.

"Ya gue ngerasa, gue harus terus kerja keras buat kejar target. Tapi kalian semua malah minta gue untuk santai santai" Lanjut Rio.

Sinta tersenyum ketus, "Ri, kerja keras itu ga selalu harus kerja lebih lama dari yang lain. Gak harus terlihat sibuk sepanjang hari. Tapi kerja keras itu, upaya untuk terus fokus sama apa yang perlu lo lakuin. Dan itu semua ga terlihat" Jelas Sinta.

"Untuk terus kerja keras, lo perlu pikiran yang fresh, badan yang sehat, dan perasaan yang baik. Dan itu gak bisa lo dapet dengan terus memaksa tubuh dan otak lo sendiri setiap hari" Lanjut Sinta.

Malam itu, Rio pulang lebih cepat dari biasanya. Ia mulai mengerti, kenapa rekan kerjanya bisa terus berlari jauh dari dirinya. Bukan karena mereka benar benar bekerja dengan sangat cepat, tapi karena mereka semua fokus pada satu tujuan dan tepat sasaran. Kerja keras bukan hanya selalu terlihat berkeringat, terlihat sibuk, atau bekerja lebih lama. Semua akan sia sia, saat semua tidak tepat pada sasaran.

*****

Naomi memutar pulpennya diatas meja, kurang dari dua bulan ia bekerja tapi buku catatannya sudah penuh. Meski sudah mulai terbiasa, tapi terkadang Naomi sedikit kewalahan saat menghadapi sikap Kubo di kantor. Laki laki itu sangat berbeda jika ada di kantor, seperti tidak memiliki perasaan. Pernah suatu hari Naomi melakukan kesalahan, dan laki laki itu melempar semua kertas miliknya ke lantai. Sampai akhirnya Naya bertindak untuk menenangkan laki laki itu.

Perpanjangan masa kerja Naya pun dilakukan karena Naomi masih dianggap belum mampu menggantikan Naya. Sebenarnya Naomi sedikit lega saat tau Naya akan tinggal lebih lama. Masih banyak hal yang perlu dipelajari oleh Naomi, masih banyak hal yang belum Naomi kuasai. Tak seperti biasanya, ia ketiduran dengan cepat diatas bukunya. Tangannya menumpu dagu dan ia tertidur dengan lelap sampai pagi menjelang.

Pagi itu Naomi berlari sejak tiba di Lobi, derap langkahnya memenuhi ruangan dan membuat semua orang melihatnya saat ia lewat. Semua sapaan orang orang pagi itu diabaikannya, bahkan ia sama sekali tak bisa menunggu lift untuk terbuka dan menggunakan tangga darurat untuk sampai keruangan Kubo. Hanya ponselnya disaku yang ia genggam, mengingat puluhan panggilan Naya yang tidak terjawab. Ia terlambat datang ke kantor pagi ini, bukan sepuluh atau dua puluh menit. Tapi satu jam. Dan ia lupa bahwa hari ini ada rapat pagi yang seharusnya tidak boleh ia lupakan.

Perempuan itu terus menunduk tak berani mengangkat wajahnya saat melihat Kubo masuk keruangan kantor diikuti Naya yang menjinjing sebuah laptop. Ia mengendap endap masuk keruangan untuk mengurangi rasa marah Kubo. Ia tau Kubo pasti marah, dan ia tidak bisa membayangkan bagaimana laki laki itu akan memarahinya hari ini.

"Kamu tau rapat apa pagi ini?" Tanya Kubo serius saat Naomi menghadapnya.

"rapat dengan para pemegang saham" Jawab Naomi pelan.

"Seberapa banyak kamu dibutuhkan disana?" Tanya Kubo lagi.

Naomi diam tak berkutik, ia ingin menjawab tapi tidak bisa menjawabnya karena tidak tau posisinya disana.

"Jawab!" Teriak Kubo.

Bahu Naomi sedikit bergetar mendengar Kubo berteriak, ia sangat takut dan hanya bergeming.

"Kamu tau seberapa banyak kamu dibutuhkan?" Teriak Kubo lagi.

Naya hanya diam, tak membela Naomi. Bahkan Naomi pun sama sekali tak berharap bahwa ia akan mendapat pembelaan.

"Saya salah, hari ini saya melewatkan rapat yang seharusnya tidak saya lewatkan. Seharusnya saya bisa menjadi penerjemah dan wakil anda dalam rapat itu" Ucap Naomi pelan.

"Saya tidak tau berapa besar andil saya dalam rapat itu, tapi itu bukan berarti saya meremahkan rapat hari ini" Tambahnya.

Kubo menghela nafasnya, ia kemudian diam bergeming. Matanya lurus menatap Naomi yang menunduk. Sembari mengetuk ngetukkan jarinya dimeja. Membuat pola yang semakin cepat.

"Keluar sekarang!" Tegas Kubo.

Naya menarik Naomi untuk keluar dari ruangan Kubo, mencoba untuk menjauhkan Naomi dari Kubo. Perempuan itu mengajak Naomi untuk pergi ke kafetaria, membeli minuman manis untuk mendinginkan suasana hati Naomi.

"Aku tau kamu marah" Ucap Naya pelan.

"Aku udah pernah bilang kan, biarin aja. Dia akan baik dengan sendirinya" Lanjut Naya.

Naomi diam, ia masih menunduk. Namun air mata mulai menetes dari matanya. Semakin lama semakin besar hingga menarik perhatian orang orang di kafetaria sampai ia harus mengatupkan kedua tangannya diwajah.

"Aku ga marah Nay, sama sekali ga marah" Lirih Naomi.

"Aku tau aku salah" Lanjutnya. 

"Tolong ajari aku cara memperbaiki kesalahanku hari ini"

Naya sedikit terkejut dengan ucapan Naomi, ia tidak menyangka bahwa Naomi justru akan lebih memilih menyalahkan dirinya ketimbang marah pada Kubo. Hari ini adalah rapat penting, itu kenapa Naomi hadir. Selain karena Naomi akan diperkenalkan pada semua pemilik saham sebagai rekan kerja mereka yang baru, Naomi juga punya tugas untuk mengenal lebih dalam para peserta disana.

Hal itu sudah sejak lama dilakukan oleh Naya, seperti mencari tau latar belakang kehidupan pribadi dan sifat sifat semua orang disana. Hal itu Kubo lakukan untuk mempertahankan bisnisnya, dan sejujurnya Kubo berharap Naomi akan cepat mempelajari itu. Tapi ternyata, Naomi melewati satu bagian penting yang harusnya tidak ia lewatkan.

"Naomi aku minta pulang, ia masih sedikit tidak siap untuk menghadapi kamu yang seperti itu" Ucap Naya saat masuk kedalam ruangan Kubo. Laki laki itu bergeming, dia tanpa respon sampai Naya harus menunggunya beberapa saat.

"Saya gak peduli, entah saya memilih dia karena dia adalah bagian masa lalu saya atau karena alasan pribadi apapun, disini dia harus bekerja keras. Saya mau dia bisa membedakan apa yang harusnya dia lakukan dan tidak pada saya, saya tidak peduli seberapa berbeda saya saat bertemu denganya diluar tapi disini, diperusahaan ini dia harus menghargai saya sebagai bos nya. Dia harus bisa jadi profesional, dan kamu harus bisa mengajarkan itu padanya" Jelas Kubo.

Naya mengangguk anggukan kepalanya tanda mengerti apa yang dimaksud oleh Kubo, "aku akan berusaha lebih baik lagi" Ucap Naya.

Hari itu Kubo pulang dengan perasaan yang tidak baik, bahkan ia melewatkan pintu apartemen Naomi tanpa menoleh sedikitpun. Padahal biasanya, ia selalu berharap bahwa perempuan itu akan membuka pintunya saat ia lewat lalu memintanya untuk menikmati semangkuk masakan rumah yang ia rindukan.