webnovel

Berbeda

Rio tak bisa banyak berkata kata saat pulang bersama Naya, ia bahkan terus menjaga jarak saat berjalan bersama perempuan itu. Hal terbaik yang bisa ia lakukan adalah membiarkan Naya memakai jaketnya. Sembari membawa sepedanya, Naya dan Rio menikmati Bandung malam malam. Dengan ramai pusat kota Bandung, serta orang orang yang berlalu lalang, Nayapun hanya diam, sesekali ia memeriksa ponselnya. Sebenarnya Iksan menawarkan mereka untuk menumpang dengan mobil, namun Naya dan Rio memilih untuk jalan kaki.

Rio tau, raut wajah dan perilaku Naya berubah setelah mendengar pertanyaan yang Andre lontarkan saat makan bersama tadi. Namun Naya hanya bisa menjawab pertanyaan itu dengan senyuman. Rio tidak tau kenapa Naya berubah setelah mendengar pertanyaan itu, karena ia sama sekali tidak tau soal keluarga Iksan, dan Iksan pun sama sekali tak pernah menceritakan soal keluarganya. Itu yang membuatnya merasa tak berhak untuk bertanya lebih lanjut pada Iksan maupun Naya. Sesampainya dirumah kost, Naya masuk kedalam kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Hari sudah larut, sudah lewat dari jam dua belas malam. Namun Rio tak bisa tidur karena memikirkan projek barunya yang diberikan oleh Iksan siang tadi. Ini projek besar pertamanya, dan tidak boleh gagal. Pikirannya terusik karena dipenuhi oleh semangat membuatnya tak bisa tidur. Ia meraih rokok yang ada di meja dan bergegas keluar kamar menuju atap.

"Belum tidur?" Sapa Rio saat melihat Naya juga berdiri disana, Sembari menikmati sebotol sake yang dibawanya dari Jepang beberapa waktu lalu. Ia menatap lurus kearah gedung gedung yang dipenuhi lampu malam. Namun tatapannya tak terarah, dia sedang melamun.

"Mau?" Ucap Naya sembari menyodorkan sebotol sake miliknya.

Rio menggeleng lalu tersenyum.

Naya menghela nafasnya dalam, sembari terus menenggak minuman dari gelasnya. Ia tak bicara selama beberapa waktu. Namun kemudian ia tersenyum getir.

"Kami berbeda" Gumam Naya memecah keheningan malam.

"Hmmm?" Timpal Rio.

"Kak Iksan itu bukan saudara kandungku" Ucap Naya murung.

Rio sedikit terkejut mendengar pengakuan Naya, akhirnya ia bisa mengerti kenapa pertanyaan Andre tak bisa dijawabnya begitu saja dan kenapa raut wajah serta sikapnya berubah setelah itu. Rio tak tau harus berkomentar apa, ia juga bingung harus memposisikan dirinya seperti apa pada Naya. Bahkan kalau tau Naya harus mengatakan itu padanya malam ini, ia justru akan lebih memilih untuk tidak keluar dari kamarnya.

"Kami lahir dari Ibu yang berbeda, Ka Iksan lahir dari seorang perempuan yang dinikahi secara resmi oleh Ayah. Sedangkan aku, aku lahir dari perempuan yang bahkan tidak dicintai oleh Ayah" Cerita Naya.

Ucapan itu mengalir begitu saja dari mulutnya, terlepas dari dirinya yang sedang dipengaruhi alkohol. Entah kenapa Naya sendiri merasa nyaman saat harus berbicara pada Rio, sembari menatap kerlap kerlip hamparan lampu. Membuatnya terlihat seperti bintang.

"Hanya karena ayah menginginkan seorang anak perempuan, maka ayah memutuskan untuk membawa dan memisahkanku dari ibuku yang sebenarnya" Lanjut Naya bercerita.

"Awalnya Ibu seperti menerimaku, tapi kemudian ia lebih terlihat seperti terus berpura pura dan selalu membedakan aku dengan Ka Iksan saat kami tumbuh besar"

"Lahir dari keluarga yang kaya, memiliki segalanya, terasa mudah, tapi itu hanya berlaku untuk Ka Iksan. Bayang bayang dan ucapan ibu yang selalu mengatakan bahwa aku bukanlah anak kandung mereka terus terngiang sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Jepang"

"Selama ini hanya Kaka yang selalu berlaku adil, dia memperlakukanku seperti tidak ada yang berbeda antara kita. Tapi semakin dia berusaha melakukan itu, semakin aku merasa bahwa kita benar benar berbeda" Lirihnya.

Rio melihat air mata yang mulai akan jatuh,namun Naya mengangkat kepalanya ke langit. Membuat air mata hanya menggenang dimatanya dan jatuh melalui sudut mata. Rio masih bergeming. Ia tidak mengatakan apapun pada cerita Naya, dan tidak ingin mempertanyakan apapun.

"aku akan terus berusaha, menganggap bahwa perbedaan ini tidak pernah ada"

"Meski kenyataan itu nggak akan bisa kurubah"

Tekad Naya malam itu bulat, ia kembali memikirkan soal mimpinya berkarir di jepang. Jika ia gagal kali ini, ia akan pergi lagi ke Jepang. Meninggalkan seluruh upayanya disini.

*****

Naya menutupi wajahnya setiap kali melihat pintu kantor terbuka, sejak pagi ia mengutuki dirinya sendiri karena tak sadarkan diri di atap akibat terlalu banyak minum sake. Ia bisa sampai ke kamar karena digendong oleh Rio. Bahkan ia masih sekilas ingat saat sadar digendong Rio. Saat itu wajahnya begitu dekat dengan Rio dan membuat jantungnya tiba tiba berdetak kencang. Pagi ini, jangankan untuk meminta maaf, membayangkan sikap Rio padanya saja sudah membuatnya terus berpikir jelek.

"Pagi Ta" sapa Rio saat pintu kantor dibuka.

Naya melihatnya, perempuan itu segera berdiri dari duduknya. Mengambil sebuah gelas dan berlari kearah dapur untuk menghindari Rio. Meski harus menjatuhkan beberapa berkas dari mejanya, ia menghiraukan itu dan tetap meninggalkan meja.

"Mati gue kalau ketemu dia" Keluhnya pelan.

"Ketemu siapa?" Tanya Rio.

"Rio lah" Ucap Naya yakin.

"Kenapa mati?" Tanya Rio lagi.

Naya membalikkan tubuhnya saat sadar bahwa laki laki yang bertanya padanya adalah Rio, ia tersenyum canggung lalu membungkukkan tubuhnya meminta maaf atas kejadian semalam.

Rio hanya diam, lalu ia menyodorkan sebotol anti pengar pada Naya, "Aku beli di supermarket deket sini"

"Udah baikan?"

Naya mengangguk, "Sedikit pusing sih. Maaf soal semalem ya" Ucapnya.

Rio mengangguk, ia kemudian pergi ketempat duduknya. Disusul oleh Naya.

Hari itu Naya dan Rio terlihat sangat sibuk sampai tak saling menyapa satu sama lain. Apalagi Rio yang memakai Headset sepanjang hari karena harus memeriksa kembali beberapa musik. Beberapa kali ia bolak balik ke meja Iksan untuk menjelaskan sesuatu dan melempar senyuman pada Naya saat mereka sempat bertatap mata.

Diam diam, Naya memperhatikan Rio. Dengan seluruh gerak geriknya. Sesekali ia tersenyum, saat melihat wajah Rio yang serius atau tenang saat mendengarkan musik yang diputar. Entah kenapa, Naya punya perasaan baik sejak pertama kali bertemu Rio. Ia juga yakin, karena Iksan tidak mungkin sembarangan memilih orang lain. Dan jika dilihat lihat, Rio juga terlihat tampan bagi Naya. Bahkan terkadang Naya iri saat harus melihat lesung pipi Rio yang dalam, dan kecewa jika lesung pipi itu menghilang karena Rio tak tersenyum.

"Rio itu udah punya pacar, jangan diperhatiin terus" Tegur Iksan padanya.

"Iya udah tau, kamu udah ngingetin berkali kali" Gerutu Naya.

"Pacarnya Rio itu temen nya mba Hana, temen kaka juga" tambah Iksan.

"Iya udah ih, sana ah pergi. Ganggu orang kerja aja" Kesal Naya.

Iksan pergi setelah meperingatkan Naya, tapi hal itu tak membuat Naya terusik sama sekali. Ia masih suka memperhatikan Rio dari jauh. Rio terlihat berbeda dari yang lain dimata Naya. Entah apa, Naya juga tak tau. Ia hanya merasa suka, dan nyaman dengan Rio.