webnovel

Berakhir

Suara riuh mulai terdengar disudut kantor setiap ruangan para wartawan, pagi ini seluruh media besar Jepang diundang untuk hadir di ruang konferensi perusahaan milik keluaga Takai. Undangan itu tidak datang langsung dari pihak resmi perusahaan, namun datang langsung dari Takai, pewaris tunggal salah satu perusahaan terbesar di Jepang. Kabar yang mendadak membuat para wartawan ketar ketir, karena seluruh gerak gerik keluarga itu pasti akan menjadi berita utama dan berita paling sering ditunggu jika mengingat ayah Takai akan mendaftarkan diri menjadi menteri tahun depan. Popularitas Takai pun ikut naik karena parasnya yang cantik dan kepintarannya dalam mengelola bisnis. Iapun menjadi salah satu faktor pendukung majunya ayahnya sendiri.

Dengan pakaian serba putih, kulit Takai terlihat lebih bersinar ditambah efek kamera yang sejak tadi memotretnya. Ia melenggang masuk menuju kursi diikuti oleh beberapa orang berpakaian hitam mengikuti. 

"Selamat pagi" Sapanya pelan membuka konferensi.

"Saya tidak berpikir bahwa ini hal yang penting, tapi mengingat bahwa keluarga saya sedang menjadi sorotan media akhir akhir ini karena ayah saya" Lanjutnya.

Suara ketikan laptop mulai terdengar diiringi dengan ucapan Takai yang mulai menjelaskan maksud dari diadakannya konferensi pers pagi ini. 

Dikejauhan, tepat lurus didepannya. Ditengah pintu yang terbuka, ibunya sedang berdiri. Dengan pakaian serba hitam, lengkap dengan topi dan kacamata hitam yang menyembunyikan wajahnya agar tak dikenali para wartawan dan sedang menyilangkan kedua tangannya. Menunggu Takai menyelesaikan ucapannya. 

Baru semalam Takai tiba dari Paris, dan pagi ini perempuan itu telah mengejutkan banyak pihak termasuk mengadakan konferensi pers tanpa sepengetahuan keluarganya. Hal itu membuat kedua orang tuanya marah besar, namun mereka tak bisa menegur Takai langsung karena sejak pagi Takai tak bisa dihubungi. Terlebih Takai melibatkan media kali ini, membuat mereka harus menunggu sampai Takai tak lagi disorot, baru mereka akan memberi Takai pelajaran seperti biasanya. 

"Konferensi pers ini diadakan untuk dua hal, pertama..." Ucapannya tertahan, ia menarik nafas berat. Sembari menatap lurus pada ibunya yang berdiri dibelakang. Nampak sebuah keraguan dalam dirinya, namun itu tak membuat kepalan tangannya mengendur. 

"Saya akan menyampaikan bahwa saya akan membatalkan pertunangan antara saya dan Kubo..."

Suara dari ketikan laptop dan jepretan kamera semakin terdengar jelas, diikuti keriuhan para wartawan yang bereaksi saat Takai mengucapkan tujuan pertamanya, beberapa wartawan mengangkat tangannya tak sabar untuk bertanya namun ditahan oleh bodyguard Takai agar para wartawan dapat menahan beberapa pertanyaan sampai Takai menyelesaikan ucapannya. 

"Kedua, saya sudah menggandeng tiga pengacara serta dua penasehat hukum yang sekarang duduk bersama saya untuk menangani laporan saya terkait kekerasan dalam rumah yang dilakukan oleh kedua orang tua saya sejak saya kecil" Lanjut Takai.

Ruangan semakin menjadi riuh atas pernyataan kedua Takai, matanya berbinar penuh tekad. Tidak ada lagi kekhawatiran dalam dirinya meski melihat ibunya membanting pintu setelah mendengar pernyataan Takai barusan.

"Ada pertanyaan yang ingin teman teman tanyakan?" Lanjut Takai.

Konferensi pers itu berlangsung dua jam lamanya dan berakhir setelah beberapa orang kepercayaan orang tua Takai memintanya untuk berhenti. Setelah konferensi pers, orang tua Takai mengirim beberapa orang kepercayaannya untuk menjemput Takai dan pulang kerumahnya di Osaka. Namun Takai menolak, ia melanjutkan langkahnya keluar dari perusahaan dan bergegas menuju kantor polisi untuk meminta perlindungan dan melanjutkan laporannya. 

***** 

Tak ada satupun orang luar yang tau keberadaan Takai selain supir dan Sekretaris pribadinya, ia menonaktifkan seluruh nomor ponselnya karena tak berhenti berdering sejak ia mengakhiri konferensi pers. Perasaannya tak karuan, sejak tadi ia hanya memandang jalanan dari jendela hotel tempat ia berada sekarang. 

Takai dapat bernafas lega malam ini, seperti beban yang telah lama ia pikul kini sudah menghilang. Sesekali ia menolah pada sekretarisnya yang sejak tadi masih berkutat didepan laptop, membereskan kekacauan yang baru saja ia lakukan. 

"Semua izin tinggal dan pembuatan perusahaan baru di Paris sudah selesai" ucap perempuan itu dengan wajah tersenyum puas. 

"Jadi kapan jadwal kita pergi ke Paris?" Tanya Takai membalas. 

"Lusa?" 

"Aku sudah siap" Respon Takai.

"Kubo ada dilobi, apa anda ingin menemuinya?" Tanya perempuan itu.

"Tentu" Ucap Takai yakin. 

Sekretarisnya meninggalkan Takai sendirian diruangan untuk menemui Kubo, perempuan itu kembali memandangi jalanan melalui jendela kamar. Ia masih bisa melihat bayangan seorang anak perempuan sedang melangkah maju dengan ragu diantara lampu merah. Dimana dengan bodoh, anak itu justru berbalik dan memeluk seorang anak laki laki yang berdiri diujung jalan. Tak terasa air mata Takai mulai jatuh mengingat kejadian itu.

"Aku ga bisa bayangin, seberapa marah orang tua kamu" Sapa Kubo asal.

"Mereka ga akan punya waktu untuk marah" Canda Takai.

"Tentu, mereka akan sibuk dengan urusan lain seperti penutupan media, atau mungkin urusan di kantor polisi" Timpal Kubo ditambah dengan gelak tawa Takai.

Perempuan itu mendekap Kubo dengan hangat. Nafasnya berat. Air matanya mulai jatuh, dadanya mulai bergetar. Tiba tiba seluruh keyakinan dan kepercayaan dirinya hilang seketika. Ia menangis, terus menangis. Dan Kubo, masih dengan tegar berdiri untuk menahan Takai.

"Makasih untuk terus pegang semua janji kamu selama bertahun tahun ini" Lirih Takai.

"Semuanya akan baik baik saja" Ucap Kubo menenangkan.

Takai melepaskan pelukannya, ia tersenyum kecil saat menatap mata Kubo. Ditatapnya dalam dalam sampai Kubo sendiri keheranan. Perlahan, dilepaskannya genggaman tangan Kubo.

"Mulai saat ini, jangan berjanji apapun padaku" Gumam Takai.

"Janji masa kecil yang terus mengikatku sampai saat ini, mari berhenti" Lanjutnya.

"Maksud kamu?" Tanya Kubo.

"Janji kecil, seperti tali yang membentang. Memberikan secercah harapan yang terus mengokohkan hati. Tapi itu terus membuatku bergantung, berjalan diatas tali yang rapuh. Yang bisa putus kapanpun. Seperti itu bukan harapan pada janji?" Jawab Takai.

"Mari kita akhiri disini" Lanjut Takai.

Kubo mulai mengerti maksud Takai. Perempuan itu bicara soal janjinya ketika kecil dulu, janji yang pertama kali Kubo ucapkan pada Takai. Ditempat yang sama, perempuan itu ingin Kubo mengakhirinya juga disana. Selama bertahun tahun, Kubo selalu bertanya tanya kenapa Takai membangun hotel kecil dipersimpangan jalan yang dekat dengan kantor polisi. Namun bagi Takai, tempat ini, tempat ia berdiri adalah tempat dimana selama ini ia terus bergantung pada harapan itu.

"Aku akan tinggal di Paris, kabari aku jika kamu kesana" Senyum Takai. 

Kubo mengangguk, matanya mulai berkaca kaca melihat perempuan itu. Sampai akhirnya setitik air mata jatuh, dan tangan mungil Takai mulai menyentuh lembut kedua pipinya.

"Semuanya sudah berakhir bukan? Kita selesai sampai disini, dan jangan lagi berpikir tentang aku. Begitupun aku" Jelas Takai. 

Kubo menganggukkan kepalanya, ia kembali memeluk Takai. Mereka mengamati jalanan yang masih ramai meski sudah dini hari. Jalanan yang sama, sejak beberapa tahun lalu.