webnovel

Kenangan Musim Semi Kita

Ketika kita masih kecil, kita mungkin berharap untuk cepat tumbuh dewasa. Tetapi saat kita telah dewasa ... Kita semua mungkin ingin kembali lagi menjadi anak kecil yang bebas. Yang bisa berlari dengan riang tanpa beban, ataupun memikirkan segalanya terlalu dalam. Namun .... Tak semua orang memiliki masa kecil yang indah, dan tak semua merasakan seperti apa sebenarnya menjadi anak kecil yang sesungguhnya. Mereka dipaksa untuk tumbuh dewasa lebih cepat dari yang seharusnya. Harumi .... seorang perempuan yatim piatu yang berdarah campuran Jepang dan Indonesia ini memiliki banyak kisah dan kenangan pahit semasa kecilnya, namun di samping itu, juga ada banyak kenangan indah dia dapatkan. Khususnya kenangan di musim semi. Saat di mana ia pertama kali bertemu dengan orang itu. Orang yang menjadi seberkas cahaya yang menyinari masa-masa suramnya. Matahari dalam kehidupannya, yang selalu memberikan kehangatan di setiap langkahnya. Haruto, bersama orang inilah Harumi memulai semua kenangan indahnya dan karena orang ini jugalah, dia ingin mengubur semuanya. Akan tetapi ... Bertahun-tahun lamanya, dia tak pernah bisa sepenuhnya melupakan semua kenangan itu. Kenang-kenangan itu kian hari semakin kuat, hingga Harumi terus teringat akan kisah mereka dulu. Iya, inilah kisahku, kisah hidupku. Kisah diriku bersama Haruto. Masa kecil dan masa muda kami berdua. Kenangan musim semi kami. ----------------------------------- Support the author: https://ko-fi.com/aida_hanabi https://karyakarsa.com/AidaHanabi https://trakteer.id/aidahanabi https://www.paypal.me/aidahanabi ----------------------------------- Discord link https://discord.gg/pdgv65wXbG ----------------------------------- Instagram: Aida_Hanabi -----------------------------------

AidaHanabi · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
3 Chs

Bab 1

Shinjuku, Jepang, 2021

[Masa Kini]

Di sebuah kafe sederhana yang letaknya berada di kawasan Shinjuku, tercium aroma harum dari kopi yang diseduh. Di dalam kafe, terdapat deretan wadah yang berisikan bermacam-macam biji kopi tertata dengan rapi di rak dinding, di balik meja bar kafe.

Di meja bar depan, yang dilengkapi kotak rak pajangan kue kecil di atasnya, terdapat mesin kasir serta beberapa peralatan kafe lainnya. Di samping meja juga terdapat lemari pajangan kue yang lainnya, namun masih kosong, belum terisi sama sekali.  

Ada buku menu bergambar di dekat meja kasir, dan tak lupa pula papan menu pun juga terpampang di dinding, agar para pengunjung tetap bisa melihat pilihan menu minuman dan makanan kafe selama mengantre untuk memesan.

Selain itu, terdapat pula beberapa meja dan kursi yang tersedia untuk para pengunjung menikmati kopi dan menyantap camilan mereka. Ruangan di dalam kafe terbagi menjadi beberapa area, dan setiap area memiliki dekorasi serta desain meja dan kursi yang berbeda satu sama lain, tergantung temannya.

Meski sepintas kafe ini terlihat kecil dan sederhana dari luar, akan tetapi ruangan di dalamnya cukup luas. Karena penataan ruang serta pencahayaan yang tepat, kafe ini pun tak memberikan kesan 'sesak' ataupun sumpek. Kafe ini benar-benar dirancang untuk menjadi senyaman dan semenarik mungkin.

Bahkan ada area dengan berbagai tanaman hijau pada boks-boks kayu yang memberi nuansa segar. Besi cor digunakan untuk menjadi rak modular bagi boks-boks tersebut. Warna hitam dari unsur besi memberi kontras yang bagus bagi sebagian besar keseluruhan layout pada area yang bernuansa kayu tersebut. Memberikan kesan serta suasana yang adem dan lapang. 

Kafe juga memiliki area tempat duduk luar ruangan yang tak kalah unik. Tempat bagi mereka yang ingin bersantai di luar.

Suasana di kafe saat ini masih belum ramai. Hanya ada seorang wanita dengan rambut panjang terkuncir, sedang menyeduh kopi.

Setelah menuangkan air panas ke saringan bubuk dari biji kopi yang telah dihaluskan, wanita itu sempat termenung sesaat, sembari menunggu proses ekstraksi kopi selama 30 detik sebelum kembali menuangkan air panas dengan gerakan melingkar dan mengulangi gerakan yang sama beberapa kali, hingga mencapai hasil yang diinginkan.

Metode yang ia gunakan adalah metode V60.

Usai menyeduh, dia pun menuangkan kopi ke dalam sebuah cangkir. Dia menatap cangkir itu dan kembali termenung.

"Harumi-san? Harum-san?" sapa seseorang.

Suara sapaan itu menyadarkan Harumi dari lamunannya.

"Ah, Miko. Apa kamu mau mengambil pesananmu?" tanya Harumi, si wanita berambut panjang terkuncir itu.

Harumi memiliki paras yang bisa dibilang cantik. Kulit putihnya yang halus dipadukan dengan warna rambut cokelat tuanya yang memiliki sedikit sentuhan rona kemerahan, membuatnya terlihat menawan.

"Iya, aku ingin mengambil pesananku. Maaf merepotkan," ujar pelanggan wanita bernama Miko itu.

"Tidak apa-apa." Harumi mengambil kantong kertas di rak bawah meja bar, yang di dalamnya terdapat kotak bekal dan sebuah botol termos kecil, kemudian menyerahkannya pada Miko, "Ini."

"Ah, terima kasih. Maaf jadi merepotkanmu pagi-pagi begini," kata Miko sekali lagi, merasa tak enakan karena telah membuat Harumi harus membuatkan pesanan bekal miliknya pagi-pagi sekali, bahkan sebelum jam operasional kafenya.

"Sudah, enggak perlu dipikirkan. Lagi pula aku sendiri yang mau melakukannya," jelas Harumi. Dia lalu berimbuh, "Aku senang kamu menyukai makanan di kafe ini."

"Ini semua karena bos diktatorku!" tukas Miko sembari mengepalkan tangannya. "Kalau saja dia tidak seenaknya mengubah jam kerjaku, aku pasti bisa makan siang dulu di kafemu dan tidak perlu sampai membuat permintaan yang merepotkan ini."

Ya, Miko langganan lama kafe ini dan sering singgah untuk makan siang di sini, sebelum berangkat ke tempat kerjanya. Dulu, shift kerja Miko dimulai pada pukul 2 siang, jadi dia masih punya waktu untuk mampir, namun sekarang dia ditugaskan pada shift pagi, yang mana membuat dirinya tidak mungkin datang kemari untuk makan siang. Jarak kantor Miko dan kafe ini cukup jauh, sehingga tidak memungkinkan melakukan hal itu pada jam istirahat siang yang terbatas.

Karena itulah, Miko lalu membuat permintaan yang terdengar sedikit absurd kepada Harumi, yaitu membuatkan bekal makan siang untuk dia bawa ke kantor.

Harumi tidak keberatan, cuma yang jadi permasalahan adalah waktunya. Miko harus berangkat kerja pagi-pagi sekali, yang mana itu berarti sebelum jam buka kafe. Memang agak sedikit merepotkan, tetapi tidak masalah bagi Harumi. Apalagi … Miko merupakan satu dari beberapa pelanggan lamanya dan tentunya dia juga membayar pelayanan "spesial" ini.

"Baiklah, sekali lagi terima kasih." Miko membungkuk, dan sesaat kemudian berseru kelabakan ketika dia melihat jam tangannya, "Ahhh! Aku hampir terlambat! Harumi-san, aku pamit dulu, sekali terima kasih!"

Miko pun melesat pergi bak angin dan Harumi hanya menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah wanita muda itu.

Tepat saat Harumi hendak merapikan kembali peralatan yang dia gunakan tadi, beberapa orang datang memasuki kafe.

"Errr … dingin," keluh salah satu dari sekelompok orang yang masuk itu.

"Ah, Harumi-san, kamu membuat kopi sendiri lagi?!" seru seorang pemuda berambut tebal dan bergelombang dengan gaya potongan mullet, tampak tak percaya dengan apa yang telah Harumi lakukan.

Pemuda itu langsung bergegas mendekat, melihat ke kiri-kanan, atas dan bawah, seakan-akan ingin memastikan bahwa Harumi tidak menyebabkan suatu kerusakan pada alat-alat yang barusan dia pakai.

Usai memastikan bahwa memang tak ada sedikit pun lecet pada barang-barang itu, dia bernapas lega dan sesudahnya, dia pun berbalik pada Harumi, mulai menceramahi wanita itu, namun Harumi hanya melenggang pergi menuju salah satu kursi kafe sembari membawa secangkir kopinya, tak menghiraukan omelan pemuda berparas imut itu.

Harumi duduk dan mulai menyesap kopinya. Dia tersenyum, tampak terhibur dan geli melihat tingkah pemuda itu. Lebih-lebih lagi saat pemuda itu mencoba untuk terlihat serius namun ekspresi wajahnya yang imut malah jadi membuatnya terlihat lucu. 

"Harumi-san, jangan tertawa! Aku serius, nih!" protes si pemuda itu.

Jika orang yang tak tahu melihat adegan tadi, mereka mungkin akan berpikir anak muda itulah sang pemilik kafe dan Harumi adalah si pekerja paruh waktu cuek yang ceroboh.

"Iya, iya, tenanglah Sora. Aku hanya memakainya untuk membuat kopi ini," tutur Harumi seraya mengangkat cangkir kopinya ke arah pemuda bernama Sora itu.

"Bos, kamu lagi-lagi membuat Sora panik dengan mencoba membuat kopi sendiri," timpal Minami, gadis yang tadi sempat mengeluh dingin di awal.

"Aku hanya menyeduh kopi, apa yang kalian semua takutkan?" 

"Masalahnya Harumi-san suka bikin masalah. Berhentilah meracik kopi sendiri! Kakak hanya membuang-buang biji kopi!" keluh Sora yang tampak akan menangis jika Harumi tidak mau berjanji padanya.

"Iya, orang pasti tidak akan percaya jika Bos adalah pemilik sebuah kedai kopi. Eh, sekarang sudah jadi kafe," ralat Minami.

"Kalian berdua terlalu berisik. Sudah, cepat ganti pakaian kalian dan bersiap. Kita akan segera membuka kafe," tegur seorang lelaki tampan jangkung berambut hitam, sambil mengecek persediaan biji kopi yang ada. Lelaki itu adalah barista kafe ini dan dia merupakan satu dari beberapa karyawan terlama di sini.

Meski Sora tampak enggan dan masih ingin mengatakan sesuatu, dia pada akhirnya tetap menurut dan segera pergi ke ruang ganti karyawan, begitu juga dengan Minami.

Penyebab mengapa Sora akan tampak panik dan menangis setiap kali melihat Harumi ingin atau bahkan membuat kopi racikannya sendiri tidak lain karena Harumi memang tak punya bakat untuk itu. Lebih tepatnya mungkin bisa dikatakan hampir seperti pembawa bencana jika dia melakukannya.

Entah mengapa, tetapi itulah faktanya. Harumi cukup pintar dan berbakat dalam soal memasak dan membuat beberapa jenis hidangan makanan namun sungguh amat sangat 'parah' jika sudah menyangkut soal kopi, walaupun dia sendiri seorang pecinta kopi.

Setiap kali dia mencoba meracik kopinya, pasti ada saja masalah atau kekurangan dari kopi itu. Ya, setidaknya sekarang mungkin sudah ada sedikit kemajuan, akan tetapi itu hanya sebatas untuk dinikmati sendiri dan masih belum bisa disajikan sebagai kopi yang layak di sebuah kafe.

Kalau saja tak ada barista berbakat di sini, entah sudah jadi apa sekarang tempat ini. Mungkin hanya bakal tetap menjadi sebuah kedai kopi kecil yang tak laku.

Hal yang patut diakui dan diacungi jempol soal Harumi salah satunya adalah kemampuan berbisnisnya. Dia juga punya mata yang tajam dalam melihat skill, bakat ataupun kelebihan seseorang dan peruntungannya dalam soal merekrut karyawan juga lumayan bagus. Buktinya dia mampu mendapatkan beberapa orang karyawan yang kompeten untuk kafenya. Dia juga seorang bos yang baik terhadap para pekerjanya, sehingga mereka semua pun menyukainya.

Melihat kedua anak muda itu berjalan dengan enggan memasuki ruang karyawan, Harumi hanya menggelengkan kepalanya sebelum kembali menikmati kopinya sambil menatap pemandangan di luar melalui kaca jendela kafe.

"Harumi-san," panggil si Barista.

"Hm?" Harumi menoleh dan menatap lelaki itu. "Ada apa, Mamoru?"

Mamoru sempat terdiam sejenak sebelum berucap, "Jika ingin meminum kopi, aku bisa membuatnya untukmu."

Mamoru sempat diam lagi sesaat sebelum menambahkan, "Harumi-san bisa tetap mencoba meracik kopi sendiri. Faktanya, semua yang ada di sini milikmu, jadi kamu bebas memakainya. Cuma, mungkin sebaiknya memang jangan sampai ketahuan si bocah Sora itu, kalau tidak, dia akan merengek-rengek lagi."

Harumi tak dapat menahan senyumnya ketika mendengar ucapan Mamoru mengenai Sora. Dia tidak pernah merasa tersinggung dengan ulah bocah itu. Malahan, dia cukup terhibur sebenarnya. Sora mungkin agak cengeng, berisik, bawel, dan kekanak-kanakan, tetapi anak itu sangat tekun juga sangat mencintai kopi. Kecintaannya itulah yang membuatnya tak sanggup menahan diri untuk tidak protes begitu dia melihat seseorang mencoba meracik sendiri kopi namun selalu berakhir gagal. Bagi Sora, Harumi bak sebuah bencana besar untuk biji-biji kopi tercintanya.

"Hm, tak apa, anak itu hanya tidak tega melihat biji-biji itu berakhir jadi kopi yang gagal. Hahaha …." tawa Harumi. "Dan soal kopi, aku pasti akan memintamu kalau aku memang ingin meminum sesuatu. Tadi aku coba bosan saja sendirian menunggu Miko datang, jadi kucoba membuat sesuatu. Hitung-hitung latihan mempraktekkan motde V60."

Setelah menjelaskan, dia pun kembali memandang ke luar kaca jendela.

Melihat itu, Mamoru menatapnya sejenak sebelum beranjak dari tempatnya menuju area dapur.