"Itu tidak mungkin."
"Tidak mungkin? Kita bicara seandainya, artinya, antara mungkin dan tidak mungkin, jika itu mungkin, bagaimana? Kau, siap?"
"Apakah aku bisa?"
"Kau tidak percaya pada kemampuanmu sendiri?"
"Bukan seperti itu, selama ini, aku tidak pernah melakukan hal-hal semacam ini, kalau aku bergabung dengan tim-mu, aku khawatir akan membuat tim-mu saat bertugas tidak fokus."
"Jadi? Menolak?"
"Sebuah kehormatan bagiku, tapi aku belum siap, karena aku harus lebih banyak belajar untuk bisa menembak lebih baik lagi."
"Ya, itu juga bagus. Ketika kita bertemu lagi, aku harap, kemampuanmu semakin baik, aku menantikan waktu beradu kemampuan ketika saat itu tiba."
"Terimakasih...."
Riuu pamit dari hadapan Sean. Ia bergerak menjauh dari posisi Sean sekarang. Lalu memperhatikan tangannya, seperti tidak yakin mengapa sekarang ia jadi pandai menembak?
"Tuan, apakah sudah siap? Kita pulang sekarang!"
Sebuah suara terdengar membuyarkan lamunan Riuu tentang mengapa sekarang ia bisa menembak dengan baik, padahal sebelumnya tangannya selalu gemetar jika memegang senjata.
"Apakah aku ini benar-benar punya kemampuan menembak dengan baik?" tanyanya pada salah satu pengawalnya yang ditugaskan oleh sang ayah untuk menjemput Riuu di kamp pelatihan seorang prajurit untuk menembak.
"Tuan Sean sudah mengatakan rasa kagumnya pada kemampuan Tuan. Artinya, Tuan memang hebat."
"Tapi kenapa? Darimana bisa? Aku baru masuk di kamp pelatihan ini, mengapa tiba-tiba saja aku mampu melakukannya?"
"Kenapa heran? Tuan sudah menghabiskan waktu banyak untuk di sini, jelas saja Tuan bisa."
Riuu geleng-geleng kepala. Pemuda itu masih merasa tidak percaya dengan apa yang sekarang dialaminya.
Mengapa tiba-tiba ia bisa piawai dalam menembak? Bahkan seorang Sean saja bisa diimbanginya padahal sudah menjadi rahasia umum, Sean adalah orang yang sangat sulit untuk ditandingi.
Detik berikutnya, Riuu akhirnya menurut. Ia tidak menyadari kepergiannya dipandangi oleh Sean dan juga rekannya.
"Kau percaya, pria lemah seperti dia, tiba-tiba bisa langsung piawai, ini aneh."
Rekan Sean bicara demikian sambil terus menatap Riuu yang semakin menjauh.
"Bukan hanya dia, aku juga merasa aneh pada diriku sendiri, beberapa hari ini rasanya aku punya kekuatan yang tidak seperti biasanya, jadi aku berpikir, apa ada yang salah padaku? Rasanya, belakangan ini aku tidak pernah berlatih terlalu keras, tapi kenapa peningkatannya jadi begitu banyak?"
"Bukankah kau memang selama ini paling keren dari kami semua? Kau berlatih satu kali saja, itu sudah membuat kau jadi seseorang yang paling handal di bidangnya."
"Tidak. Bukan karena itu, kurasa ini seperti sedikit aneh, rasanya ada yang terjadi padaku, tapi aku tidak tahu apa, mungkin juga nanti aku bisa tahu hal yang sebenarnya."
Rekan Sean hanya geleng-geleng kepala. Ia tidak mengerti, apa yang sedang dibicarakan Sean, karena menurutnya, Sean memang lebih menonjol, daripada mereka semua, jadi tidak heran jika kemampuan pria itu melonjak drastis dengan cepat lebih unggul dari mereka semua.
"Ohya, kau sudah siap dengan tugas pertama yang akan kau lakukan?"
Beberapa saat terdiam, rekan Sean kembali bicara dan memberikan pertanyaan seperti itu pada Sean.
"Aku, siap!"
"Kau tahu, itu sangat berbahaya, tapi kau seolah tidak keberatan menjalankan tugas itu."
"Kita di sini untuk bertugas, bukan?"
"Ya, tapi tugas yang diberikan padamu itu cukup berat."
"Sejak memutuskan masuk ke sini, aku sudah memikirkan itu semua jadi tidak ada yang perlu diragukan lagi."
"Jika nanti kau tidak berhasil, bagaimana?"
"Aku akan membuat semua itu berhasil seperti apa yang aku niatkan."
Rekan Sean hanya menarik napas. Merasa tidak paham, apa sebenarnya yang diinginkan oleh Sean. Pria itu berasal dari keluarga yang menurutnya sempurna dalam segala hal.
Tapi mengapa mau saja menghapus indahnya hidup di rumah dan ke tempat seperti ini melakukan hal-hal berbahaya yang bisa saja mencelakakan dirinya?
Sean gila ingin menjadi pahlawan, kah?
***
Lian baru saja menghentikan motornya ketika ia melihat toko bunga milik ibunya sudah sangat rapi dan tertata dengan baik.
Rupanya, Virginia cukup sergap melakukan tugasnya meskipun gadis itu baru pertama kali bekerja di toko bunga miliknya.
Namun, bukan hanya itu saja yang membuat Lian jadi tertarik untuk mendekat.
Seorang pria yang terlihat tidak hanya sekedar membeli bunga di toko bunga milik ibunya membuat Lian jadi bergerak untuk menghampiri toko.
Virginia terkejut ketika menyadari Lian sudah kembali. Karena sudah diberi tahu asisten rumah tangga pria itu bahwa Lian jarang kembali, tentu saja Virginia merasa aneh, mengapa sekarang si bos mudanya itu justru datang lagi?
Padahal, kalau enggak datang aja itu lebih baik, daripada datang tapi taunya cuma ngomel....
Tanpa sadar, Virginia bicara di dalam hati, dan ia lupa, kalau Lian bisa mendengar perkataan orang yang diucapkan di dalam hati, meskipun ia sendiri tidak percaya. Tapi, jika itu benar, bagaimana?
"Kau membicarakan aku?"
Virginia tergagap ketika suara Lian membuyarkan omelannya di dalam hati.
"Tidak!" bohong Virginia, sambil beralih menatap pria berambut sebahu yang tidak lain adalah Aries itu di hadapannya.
Bibir gadis berambut panjang itu mengulas senyum ramah. Ia segera menghampiri Aries untuk melayani pria itu, mau memilih bunga seperti apa yang diinginkan, tapi Lian mencekal pergelangan tangan wanita itu hingga Virginia terkejut.
"Melayani tidak perlu dengan jarak yang dekat! Perhatikan jarakmu!" katanya sambil mendorong Virginia mundur.
Aries yang melihat hal itu jadi heran, sebab jika dengan jarak sejauh itu bagaimana ia bisa bicara dengan gadis penjual bunga tersebut?
"Hei! Apakah aku harus membawa mic agar aku bisa berkomunikasi dengan penjual bunga ini?" katanya pada Lian.
Lian membalikkan tubuh tingginya dan langsung menatap wajah Aries tajam.
"Kau mau beli bunga apa? Untuk siapa?"
Tanpa merespon pertanyaan Aries, Lian melontarkan pertanyaan itu dengan nada suara serius dan wajah tanpa ekspresi.
"Kau siapa? Aku tadi dilayani oleh gadis manis itu, kenapa jadi kau yang melayaniku?"
Merasa tidak terima, Aries bicara demikian pada Lian sembari memberikan isyarat pada Virginia untuk mendekati dirinya.
Tapi, berhubung ada bos, Virginia tidak berani mendekat, sebab, tadi saja si bos justru meminta dirinya mengatur jarak segala. Jika ditentang pasti tidak akan baik untuknya.
"Aku pemilik toko bunga ini, jadi jika kau kulayani, maka kau akan tahu bunga terbaik untuk seseorang yang ingin kau hadiahi, gadis ini karyawan baru, belum begitu mengerti tentang tugasnya! Aku melayanimu, agar bisa mengajari dia secara langsung, jadi, kau mau bunga apa? Untuk siapa?"
Panjang lebar, Lian mengucapkan penjelasan berujung dengan pertanyaan. Membuat Aries menghela napas panjang.
"Kau pemiliknya? Artinya tahu bunga terbaik, pilihkan bunga terbaik, dan berikan pada karyawan manismu itu, aku datang ke sini memang untuk mendekati dirinya."
"Apa? Kau ingin mendekati karyawanku?" tanya Lian dengan kening berkerut.
"Bukan hanya mendekati, aku rasa aku suka dengan karyawanmu itu, jadi tidak masalah, bukan, kalau aku berkenalan dengan dia, dan pilihkan bunga terbaik lalu berikan padanya!"
Wajah Lian dan Virginia berubah ketika mendengar apa yang diucapkan oleh pria berambut sebahu tersebut!
Note: Suka belum tentu cinta, tapi jika sudah cinta maka kau juga akan suka pada orang tersebut.