webnovel

Karang Yang Terkikis

Ceara malvina seorang siswa berusia 18 tahun dan seorang anak tunggal di keluarganya sejak dia kehilangan sang adik saat masih berada di dalam kandungan mamanya, ara adalah panggilan sehari-harinya. Dia bersekolah di SMK swasta jurusan sekretaris sekaligus atlet voli junior yang karir nya mulai melonjak naik, ara seorang gadis yang periang dan baik hati sehingga dia mempunyai banyak teman selain banyak teman ara juga punya kekasih seorang mahasiswa di universitas ternama dan sang papa pun sangat menyayanginya namun berbeda dengan sang mama yang matrealistis, egois, keras kepala dan terkadang suka merendahkan orang. Setelah kelulusan ara sang mama langsung menjodohkan ara dan memaksanya menikah dengan pria misterius pilihan mamanya yang tidak ara kenal sama sekali, namun apa daya Ara yang tidak bisa menolak atau pun melawan mamanya dengan berat hati ara terpaksa harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih, melupakan dan mengubur semua cita-cita yang ingin menjadi pramugari dan atlet voli profesional, lalu menikah dengan pria tersebut. Namun pernikahannya tidaklah berjalan bagus, setiap hari ara harus menghadapi hinaan dan kekerasan dari suaminya bahkan kehidupan pernikahannya lebih mirip neraka, bahkan setelah menjalani 3 bulan menjalani kehidupan pernikahannya, ara harus menerima kenyataan bahwa suaminya adalah anggota pemberontak pemerintah dengan nama organisasi A.C.M lalu dapatkah ara keluar dari siksaan batin suaminya?? dan dapatkan ara lepas dan bebas dari pernikahannya?? atau malah terjebak seumur hidup di pernikahannya??

Black_Rose_6050 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
51 Chs

Curhat dan kebimbangan

Tidak terasa sudah tiga hari aku di rawat di rumah sakit, dokter pun tiba dengan suster yang membawa alat pengukur tensi "Ara gimana keadaan kamu??" "Masih lemas dok..masih agak mual dan pusing." "Saya cek tensi kamu ya" sambil mengaitkan alat pengukur tensi di lengan atas dan memulai untuk mengecek tensiku sambil memperhatikan berapa tensiku "Ara tensi kamu rendah banget 95/90, jadi hari ini kamu belum boleh pulang hingga tensi kamu normal ya." Ujar dokter dan aku pun hanya bisa diam dan menuruti apa kata dokter yang merawatku.

Rasa bosan itulah yang aku rasakan saat ini kenapa aku harus tinggal lebih lama di rumah sakit, lalu untuk menghilangkan bosan aku mengirim pesan ke dira "hey dira..lagi apa loe?? Sibuk gak??" Ting..Ting.. notifikasi pesan masuk "Gak kok ra, kenapa?? oh ya gue boleh jenguk loe gak??" "Boleh banget dir, jam jenguknya sore jam 5-7 malam." "Ok ara sayang..wait me ya." Aku tersenyum melihat pesan dira.

Kemudian makananku datang di antar oleh perawat dari divisi gizi aku segera lihat isinya ada opor ayam, nasi dari beras merah, capcay, perkedel kentang, melon dan ada puding coklat beserta susu coklat bubuk lalu setelah perawat itu pergi aku turun dan berjalan keluar menuju dispenser air panas yang terletak tidak jauh dari ruanganku untuk menyeduh susu coklatku. Setelah semua makanan habis aku meminum obat dan segera istirahat sambil menunggu dira, tidak berapa lama akupun mengantuk dan tertidur.

Aku melihat dari kejauhan ada seorang lelaki berdiri dengan menggunakan kaos biru navy bergambar scooter dilapisi kemeja hitam bergaris dengan lengan panjang yang dilipat hingga sikut, celana panjang jeans hitam, menggunakan sepatu skate hitam(mirip all star) kemudian aku mendekat untuk melihat wajahnya dan ternyata bang wandi "Semoga kamu bahagia ya dek, sampai kapan pun aku akan selalu menyayangi kamu ra." Lalu sosok bang wandi pun menghilang, seketika aku terbangun dan ternyata hanya mimpi.

Aku melihat jam ternyata sudah jam 5 sore lalu aku bangun untuk mengambil sabun cuci muka dan aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar terlihat lebih segar, tidak berapa lama dira datang sambil membawa banyak cemilan "Ara..gue kangen sama loe." Sambil memeluk aku dan matanya beralih ke infus yang masih terpasang "ya dir gue juga kangen sama loe" "kenapa sich ra..loe sampe nekad banget, kalau sampai terjadi sesuatu yang gak di inginkan gimana ra." Ujar dira Sambil menangis terisak "ya dir..maafin kebodohan gw, ini karena gue frustasi kan loe tau gue mau di nikahi secara paksa dengan ancaman pula." "Emang loe gak bisa berontak." "Gak bisa dir..lelaki itu sudah mengancam gue, dan sekarang gue gak tau harus gimana." Kemudian aku terdiam dan mulai menangis kembali.

Disaat seperti ini memang dira yang aku butuhkan hanya dia yang bisa mengerti semua situasinya, karena aku dan Dira sudah berteman sejak kami SMP jadi kami sudah mengenal dan tahu satu sama lain. Aku pun masih terdiam dan menangis "Oke gini ra, loe tau kan watak mama itu seperti apa dan watak papa seperti apa." "Ya dir..gue tau, loe tau kan gue melakukan ini karena ancaman pria tu dan karena mama sama papa bertengkar." "Ya gue tau ra..tapi dengan loe seperti ini sama aja loe menyakiti dan mengkhianati bang Wandi." Jleeebb..perkataan dira langsung menusuk hatiku dan membuatku merasa frustasi karena apa yang dikatakan dira memang benar.

Aku termenung dengan ucapan dira dan berpikir keras jika seperti ini apa yang harus aku lakukan karena posisiku serba salah "Terus apa yang harus gue lakukan dir?? Loe tau gue di posisi yang sulit, dan gue gak mau di cap anak durhaka." Ujarku sambil menangis dan sesaat dira kembali bingung "Ya udah sekarang loe cari waktu yang tepat untuk jujur sama dia walaupun hubungan loe berujung kesedihan dan putus, tapi itu lebih baik daripada nanti dia harus tau dari orang lain bukan dari mulut loe itu akan jauh lebih menyakitkan." Ya dir..tolong bantu gue untuk menjelaskan sama dia." "Ya ra gue akan bantu jelaskan sama bang wandi, semoga dia mengerti dengan posisi sulit loe saat ini." "Terima kasih ya dir." Akupun memeluk dira dan kembali menangis karena keputusan yang pada akhirnya akan menyakiti dan menghancurkan hubungan antara aku dan bang wandi, tetapi siap atau tidak aku harus harus terima jika pada akhirnya semua akan berakhir.

Malam ini di rumah sakit aku di temani dira karena bang wandi ada tugas kuliah yang harus dia selesaikan maklum saja saat ini kuliah bang wandi sudah masuk semester 6 dan sekitar 2 tahun lagi dia akan wisuda jika tidak ada halangan "Ra loe udah kasih tau dia kalau malam ini gue yang jagain loe??" tanya dira dan seketika aku baru ingat "Oh ya dir..gue lupa kasih tau hehehhehehehee..maaf ya." aku segera ambil hp "bang..lagi apa?? apa masih sibuk dengan tugas kuliah??" tinnngg..suara dari notifikasi pesan "Ya dek Abang lagi banyak tugas." "Oh ya udah bang, ara istirahat dulu" aku jadi bertanya kenapa belakangan ini sikap bang wandi berubah seperti sedang menghindariku.

Di tempat lain wandi masih dengan pikirannya yang terlihat frustasi karena masalah dengan orang tuanya dan nomer tidak dikenal yang mengancamnya, dan saat ini wandi sedang bersama deri yang sedang menyelidiki siapa pemilik nomer tersebut "Wandi loe yakin gak kenal siapa cowok itu?? apa sebelumnya ara punya mantan??" "gak ada deri..selama ini ara belum pernah pacaran dan gue lah pacar pertamanya." ucap wandi "Lalu kenapa pria itu mengaku calon suami??" "entahlah..di tambah orang tua gue mau jodohin gue sama anak dari teman nya papa, makin stress aja gue." "Gini aja loe aja itu cowok ketemuan dan tanya maunya apa..ya loe tantangin tu cowok." "Ya bener juga saran loe ya." Wandi pun segera mengirim pesan ke pria misterius itu untuk mengajak bertemu.

Di rumah sakit ara yang di temani oleh dira masih sibuk dengan pemikirannya "Ara loe masih bingung??" "ya dir..gimana caranya gue menjelaskan sama bang wandi dengan bahasa yang mudah di mengerti." "Ara loe harus yakin bahwa apa yang akan loe bicarakan sama dia itu murni karena loe dipaksa sama mama dan loe juga kan sekarang udah gak bisa berbuat apa-apa." "ya dir..semoga bang wandi bisa menerima semua dengan ikhlas, jujur gue gak tega..hikss..hikss" Ara kembali menangis mengingat semuanya yang menyiksa hatinya "Ara..ikuti kata hati loe, kalau loe berjodoh sama dia sejauh apapun kalian berpisah pasti akan kembali dan percaya dengan takdir ok." perkataan dira sedikit membuatku tenang, akhirnya kami berdua melanjutkan ngobrol hingga tengah malam dan karena lelah kami pun tidur.