webnovel

PET SCAN dan CT SCAN

Pagi ini dokter sudah memberikan jadwal untuk Melaksanakan pemeriksaan lanjutan. Beat yang sudah duduk di kursi roda, di temani papa mama dan denial menyusuri lorong kamar rawat inap menuju ruang pemeriksaan.

Denial tidak bekerja dan lebih memilih menemani pujaan hati, lagi pula papa nya yang pemilik perusahaan mengizinkan.

Mereka tiba di sebuah ruangan untuk mengecek kesehatan, dari mulai tensi, timbang berat badan, tinggi tubuh dan terakhir mengisi formulir yang di ambil alih oleh pak praman setelah selesai di tanda tangani, beliau menyerahkan kepada dokter . Beat di dorong ke sebuah ruangan khusus, suster banyak menanyakan tentang apakah beat ada alergi obat, dll namun mama yang menjawab.

Lalu beat di suntik, rasa suntikan itu sedikit panas di awalnya namun berangsur angsur dingin menjalar ke seluruh aliran darah tangan beat. Setelah cukup lama, beat mendapat suntikan yang kedua, kali ini rasa suntikan itu agak lebih panas. Tapi beat masih bisa menahannya.

...

Beat pov

Sepertinya ada yang papa sembunyikan, tes kesehatan tidak pernah menyuntikan sesuatu kepada pasien seperti ini. Dan rasa panas suntikan ini mengingatkan ku, saat proses CT scan enam tahun lalu.

Dan benar saja, aku membaca tulisan di depan pintu itu, ini prosedur CT scan. Aku menoleh ke arah mama yang berdiri di samping kanan ku, mama hanya diam tak merespon tolehan ku.

Papa mendekat dan berjongkok " Beat, papa tau kau mempunyai banyak pertanyaan. Tapi tolong ikuti arahan dokter, papa akan menjelaskan semuanya nanti setelah prosedurnya selesai " Jelas papa yang membuat mata ku berair.

Aku memandang ketiga orang yang kucintai, mereka tau, bahkan denial juga tau. Hanya aku yang tidak tau, ada apa ini. Aku tidak mau berpikiran buruk, tapi kenyataan ini sulit ku Terima. Mengapa aku harus melalui proses ini lagi. Mengapa aku harus di CT scan, air mata ini tak dapat ku tahan. Ku tepis pikiran jahat, percuma semua ini mengarah kesana.

Denial mengusap pelan tangan ku " Sayang, aku mohon. Jangan menangis, aku minta maaf tidak mengatakannya. Kau harus tenang, aku mencintai mu sayang " Denial mengecup pelan kening ku. Segera ku tepis tangannya.

Bagaimana mereka bisa mengatakan aku harus tenang, aku tidak bodoh untuk tidak tau pemeriksaan apa yang akan aku jalani. Aku tidak mau penyakit itu menyerang ku lagi.

Aku tetap diam, suntikan untuk proses ini telah masuk kedalam tubuh ku. Mau melarikan diri pun percuma. Aku menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Sekuat tenaga aku mengontrol emosi ini.

Setelah cukup tenang, dokter mengajak masuk ke dalam ruangan scanner, enam tahun lalu aku pernah mengalaminya, jadi aku sedikit paham prosedur yang akan ku jalani. Dokter memberikan baju khusus kepada ku, dan membaringkan ku di bawah alat scanner. Mataku di tutup. Alat itu bergerak, aku tau karna suara yang di keluarkannya. Cukup lama aku berbaring. Setelah itu dokter mendekat dan mempersilakan diriku berganti pakaian.

Dokter memanggil papa untuk membawa ku keluar ruangan, papa menunggu dengan kursi roda di depannya.

Tanpa berkata aku duduk disana, bayangan enam tahun lalu menghantui ku. Tumor yang lumayan besar itu bersemayam di leher ku, spontan aku meraba seluruh leher ku, aku memencet semua bagian disana. Air mata ini tak berhenti mengalir, tangan ini tak berhenti bergerak. Aku seperti orang gila yang memijit leher tanpa henti, Hingga tangan papa menghentikannya, mama yang berjalan beriringan memegang tangan papa. Bisa ku yakini saat ini beliau pasti menangis, kursi dorong ini di ambil alih oleh denial.

Cairan bening denial, mengenai kepala ku. Ku angkat kepala ini menoleh, dan benar saja matanya merah, ia tak berani melihat mataku.

" Aku ingin duduk di taman " Titah ku dengan suara yang gemetar. Sesak rasanya.

" Baiklah, oom denial mau mengajak beat ke taman sebentar ya " Ucap denial kepada kedua orang tua ku.

Mama dan papa menaiki lift, di belakang kami. Aku tak berani menoleh, aku tak berani melihat wajah mereka yang menangis. Denial melajukan kursi roda ini ke taman yang terdekat.

' Tuhan, apakah aku harus menjalani operasi itu lagi?, mengapa Tuhan. Tidak cukupkah sekali, aku tidak mau operasi itu lagi Tuhan, tidak mau, mengapa harus aku, Mengapa, mengapa, ' isak ku memikirkan jiwa ini.

denial menghentikan kursi roda ini di sebuah pohon yang cukup rindang. Taman cukup bagus tapi saat ini dunia ku kacau sebagus apapun aku tak peduli , cairan bening itu turun tanpa izin, semakin lama aku semakin tenggelam, aku menangis dalam diam. Aku... Aku.. Aku takut, sangat takut. Aku tidak siap jika tumor itu kembali lagi.

Denial menggenggam tanganku dari samping, ia duduk sejajar dengan kursi roda ku dan menampung wajahku di tangannya.

" Sayang, kau harus kuat. Aku..aku akan menjaga mu, jangan begini. Kita pasti bisa melewatinya" Ucap cintaku ini yang sudah banjir air mata.

Aku menghapus air matanya, walaupun aku kesal mereka menyembunyikan nya dari ku. Tapi aku tak tega melihatnya menangis, " Aku... Aku takut Nil " Lirih ku

Aku menggeleng geleng kan kepala ku " Aku... Aku tak mau penyakit itu datang lagi, aku... Belum siap, aku takut Nil " Bisik ku di sela sela tangis ini.

Denial mengusap kasar air matanya " Sayang, ada aku, ada papa sama mama kamu, jangan takut sayang. Kami akan berjuang untuk kesembuhan mu. Kau jangan takut, jangan takut beat " Jelas denial mengeratkan genggaman tangannya.

" Semoga saja tidak seperti yang kita pikirkan beat, itu hanya sebuah penyakit. Kau pasti kuat, bukankah kau pernah melawannya sekali, dan saat ini aku juga akan ikut melawannya bersama mu, tenang lah sayang semuanya akan kembali seperti semula " Ucapan denial sedikit melegakan hati ku.

Ya aku pernah melawannya sekali, tapi aku takut jika harus terbaring di ruangan dingin itu lagi. Rasa sakit setelah obat bius itu habis, kulit ku seperti di sayat sayat. Ku pegang kepala ku, aku tidak mau mengingatnya.

" Beat " Panggil pujaan hatiku ini.

Pandangan ku tetap kosong, air mata tak berhenti mengalir, aku tak ingin memikirkan nya, tapi semakin aku ingin melupakan. Bayangan pisau tajam menusuk kulit ini semakin jelas.

" Beat " Tetap tak kuhiraukan

Pisau itu mendekat ke arah leher ku, sangat dingin. Besi pisau itu sangat dingin. Sentuhan denial mengejutkan ku

" TIDAK " Teriak ku terkejut.

Aku memegang leher bekas operasi itu, ku tutupi dengan tangan kecil ini. Denial memeluk ku dari samping, bisa ku rasakan bahu ku basah.

Jika denial saja menangis dengan sedih, bagaimana orang tua ku mereka pasti lebih hancur. Aku harus kuat, ya bukan kah itu hanya terbaring dan...dan...dan.. Di bedah, ya hanya di bedah. Di angkat dan di buang. Ya benar, aku. .. Aku.. Aku harus kuat, apakah karna penyakit ini mama sedikit diam kemarin.

Liat mereka sudah hancur dari kemarin, jika aku seperti ini mereka akan semakin hancur. Deras air mata ini turun membayangkan kedua orang tua ku yang menangisi penyakit sialan ini, tidak aku tidak boleh begini. Ku usap kasar air mataku, denial mengangkat wajahnya merasakan pergerakan ku.

" Sayang, kau benar. Aku harus kuat, jika tidak mama dan papa akan lebih sedih. Mereka.. Mereka... Pasti lebih sedih " Lirih ku, mengapa air mata ini tak mau berhenti. Denial membantu ku menghapus air mata ini.

Ku pandang lekat lekat wajah nya, cintaku sangat menyedihkan. Mata nya sembab, selama aku bersama nya baru kali ini denial menangis hingga matanya merah dan sembab, " Maaf " Gumam ku lirih.

Ku hapus cairan bening itu, " Maaf sayang, aku tidak akan sedih lagi, kau jangan menangis. Baiklah aku akan berjuang, bukankah kau akan mengajak ku keliling dunia. Bukankah kita akan memiliki anak yang banyak " Denial hanya mengangguk, cairan bening itu terus turun dari pelupuk matanya.

" Bukankah itu hanya operasi, tak masalah. Walau menyakitkan aku akan melaluinya. Ayo kita kembali ke kamar, aku lapar " Senyum ku di sela air mata yang berjatuhan.

Denial menghapus air matanya, kemudian ia mencium kening ku lama. Denial tidak pernah bertindak kurang ajar padaku, bahkan berciuman bibir tak pernah dia melakukannya. Denial lelaki yang sangat menghormati wanita, karna itu aku mencintai nya, sangat mencintai nya.

" Baiklah, ayo hapus dulu air mata mu. Kita akan pulang ke kamar " Aku mengangguk patuh mendengar ucapannya.

Denial mendorong kursi roda ini menjauh dari taman, ku hirup dalam dalam aroma segar taman ini, berharap masalah menghilang lewat hembusan nafas panjang ku.

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Mei_Ling_7553creators' thoughts