webnovel

Ayu Pengasuh Anakku

Aku akhirnya mengalah. Sofi selalu berhasil membuatku meledak di dalam mulutnya. Aku menengadah menghela nafas, membiarkan istriku mengakhiri percintaan kita dalam hangat mulutnya.

Aku memberi isyarat pada bayangan Ayu masih terdiam mengintip dari celah pintu kamar anakku, agar segera pergi.

Celah pintu antara kamar kami, yang memang sering terbuka lantaran istriku sering bolak-balik memeriksa keadaan anakku. Pintu itu, lupa ditutup kami semalam, dan pagi ini Ayu pengasuh anak kami yang baru berusia belasan tahun menyaksikan adegan yang semestinya dia tidak pernah lihat.

Aku pun memicingkan mataku mengusirnya, sambil memeluk kepala istriku.

"Udah! Aku mandi dulu koh!" Kata Sofi menuju ke kamar mandi.

Ayu adalah putri pembantu kami yang telah bekerja puluhan tahun kepada keluarga Sofi. Mbok Yan. Ibunya telah mengabdi kepada keluarga Chang semenjak Non Sofi masih kecil; begitu Mbok Yan selalu memanggil istriku.

Ayu datang ke sini dibawa olehnya, sekitar 10 bulan yang lalu untuk membantu istriku mengurus anakku yang baru berumur setahun. Istriku yang mulai bekerja kembali membutuhkan seorang pengasuh anak, dan Mbok Yan menawarkan putri tunggalnya kepada kami.

Mbok Yan tinggal di rumah ini lebih lama dari pada Sofi istriku. Dia dulu bekerja di rumah ini, karena papanya sofi Tuan Peter Chang tinggal di rumah ini. Sofi memilih tinggal dan merawat rumah yang sudah ada dari masa sebelum perang kemerdekaan, karena dia ingin tetap dekat dengan hal-hal yang membesarkannya; Kota ini dengan segala ceritanya.

Sofia, istriku; sedari dulu hanya memiliki satu hasrat, yaitu mengikuti panggilan hidupnya menjadi dokter dan berkarya menolong orang banyak. Hal mana yang kini telah menjadi kenyataan baginya sekarang. Baginya: Pekerjaan dan hidup sosialnya; jauh lebih penting dari duit papanya.

Pernikahan aku dan dia pun jadi jalan bebas hambatan baginya; Keluarganya kini punya seorang anak mantu lelaki yang bisa membantu mereka. Ya, paling tidak begitulah yang kurasakan dari cara Mbok Yan memperlakukan aku. Orang luar, seorang pegawai papanya Sofi.

Entah sudah berapa kali Ayu bersembunyi untuk menonton kami. Jeritan dan rintihan nikmat istriku tak mungkin tidak terdengar oleh dia di kamar sebelah, bahkan bisa jadi oleh Mbok Yan, di dapur. Peristiwa pagi ini barulah membuatku menyadarinya.

Rumah keluarga Chang ini berlantai dua, dan memiliki banyak kamar. Mbok Yan tinggal belakang rumah ini dimana disitu dia mencuci dan menjemur pakaian keluarga Chang, Aku bisa menemukan banyak sisa-sisa kenangan masa kecil Sofi di rumah ini, masa kecilnya tentu sangat menyenangkan.

"Wei!" Sapa istriku saat keluar dari kamar mandi. "Nanti kamu jangan lupa nyuruh Mbok Yan belanja, Ya! Daftarnya aku simpan di lemari makan."

Aku mengangguk-angguk dalam lamunanku.

"Lho kok diam kamu?" tanya Sofi menyadarkan aku. Aku menoleh dan tersenyum "Iya, aku dengar."

"Kamu mandi gih! badanmu tuh bau aku tuh." ujarnya tersenyum kemudian menciumku mesra. Aku membalas ciumannya, kemudian menurutinya.

Aku penasaran mengenai apa saja yang telah dilihatnya. Terlebih itu, aku jadi bertanya-tanya; apakah dia terangsang karena sering menonton kami?

Bila sekarang aku menegurnya, pastilah dia bersama ibunya akan habis dicerca oleh Sofi. Aku yakin Sofi tak akan melepaskannya. Dia dan ibunya pasti diusir olehnya dan bisa jadi putus hubungan mereka dengan keluarga Chang.

Syukurlah, tadi aku membantunya melarikan diri.

Pikiranku setelah pagi itu menerawang jauh memintanya memberikan keperawanannya padaku. Dia pasti tak berani melawan aku, dia sudah sulit mengelak dan pasti pasrah padaku.

Setelah kejadian pagi itu; Ayu gugup dan gegabah bila berdekatan dengan aku.

Ayu dulu tak segan untuk tertawa bersamaku, kadang Mbok Yan, ibunya menegurnya agar bersikap lebih sopan, tapi tidak setelah pagi itu; Ayu kini lebih diam dan menghindariku.

Pada suatu pagi beberapa hari setelah pagi itu, Aku dan istriku kembali bercinta, aku juga sadar bahwa Ayu juga telah hadir kembali sebagai penonton gelap adegan-adegan intim kami.

Sengaja pula aku mengatur tubuh istriku agar hanya aku yang dapat melihat celah pintu itu, agar Ayu bisa tidak kuatir berjongkok menontoni kami, aku jelas mengundangnya untuk bergabung bersama kami di dalam pikirannya.

Bayangan akan tubuh moleknya dalam pelukanku. Rapat lubangnya, seret dinding vaginanya, dan sempitnya jepit otot selangkangannya yang menghantuiku. Membuatku ejakulasi hebat pagi itu. Saat istriku merintih, aku membayangkan Ayu menikmati aku tuannya.

"Nafsu sekali kamu Koh!" ujar Sofi berlarian ke kamar mandi; membuatku tertawa puas dan membaringkan diri. Ku remas dan kupijit kontolku yang masih juga terasa berdenyut-denyut memuntahkan spermanya sembari memejamkan mata. "Oh, seandainya..." gumanku tersenyum-senyum. Aku mengumpulkan kegagahanku kembali.

Air pancuran di kamar mandi terdengar sudah, artinya istriku akan segera meninggalkan aku, tetapi rasa hangat dan enak di selangkanganku kembali lagi.

"Apa ini?" tanyaku membuka mata. "Loh! Ayu?"

Terkejut aku melihat, wajah Ayu di depan selangkanganku. Menjilati sisa-sisa spermaku.

"Kamu gila ya?!" tanyaku segera menjemput kepalanya perlahan menoleh ke arah pintu kamar mandi. Ayu melirik dan memberikan isyarat agar aku tak bersuara selagi ia mengulum dan menghisap penisku. "Jangan disini!" bisikku tapi tak kuasa menghentikan anak ini.

Aku takut bila istriku keluar dan menemukan pengasuh anak kami sedang asyik dengan mainan kesayangan istriku ini. Aku yakin begitu juga si Ayu yang hari ini tiba-tiba berani melakukan hal senekat ini; Dia sesekali menoleh ke arah kamar mandi. Takut dipergoki.

"Udah ya Wan!" bisiknya kemudian berdiri. Ayu menyeka mulutnya memandangiku sesaat dan lari keluar kamar. Ia sadar istriku tak lama lagi keluar dari mandi.

Dan, begitu saja dia meninggalkan kontolku dengan rasa penasaran yang menjadi-jadi. Seketika juga aku langsung merindukan hangat mulutnya.

"Ini, Koko masih mau lagi?" tanya istriku saat keluar dan melihatku kembali ereksi.

"Kok anumu basah, Koh? kamu pakai ludah ya?" tanyanya mengamati kontolku.

"Ah! tidaklah! Udah!" balasku segera mencegah istriku mendekati kontolku. Aku kuatir dia tahu bahwa ini bukan liurku yang membasahi.

"Kerja! Aku ada tamu juga hari ini" jawabku mengambil giliran mandi.

"Bukan main! Ayu pasti mau!" Kataku dalam hati.