Beginilah Paklik Sobirin. Aku tanya apa, jawabnya selalu panjang seperti rel kereta api. Ditambah muter-muter dulu ndhak karuan. Mana ucapannya benar-benar ndhak begitu jelas, aku harus mengerutkan kening karena mencoba mencerna kata-katanya kalau dia sedang berceloteh panjang lebar seperti ini.
"Jadi intinya? Ndhak usah muter-muter seperti rel sepur, toh, Paklik. Kepalaku yang sudah pusing ini akan semakin pusing!" marahku kepada Paklik Sobirin, Paklik Sobirin nyaris melompat, sambil mengelus dadanya dia pun tampak komat-kamit.
Suwoto, dan Paklik Junet tampak menahan tawa. Dan itu benar-benar ndhak mengenakkan. Kenapa memangnya dengan marahku kepada Paklik Sobirin? Seperti mereka becus saja bercerita tentang apa yang kutanyakan sekarang. Cih!
"Manis disekolahkan lagi oleh Mbakyu Larasati, Jun. Jadi kamu ndhak perlu cemas. Urusan jabang bayi, kan kalian bisa buat lagi setelah sehat nanti," celetuk Paklik Junet.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com