webnovel

NIKMAT DALAM SEDIHKU

"Jeny. Will you marry me?" Gadis itu terperangah. Menatap lekat sosok pemilik suara.

Jeny tidak menyangka Tedy akan segila itu. Kenyataan atau hanya sekedar gurauan belaka, Jeny tidak mau salah duga untuk yang kedua kalinya. Malu.

"Jangan ikutan gila deh, kamu." Jeny bangkit menuju meja kerja Jono. Meletakkan berkas yang kemarin ditinjaunya.

"Aku serius," bisik Tedy pelan, membuat Jono semakin kepanasan.

"Hey, Bung. Dia itu tidak mau sama kamu. Nyerah aja deh!" seru Jono sembari tersenyum sinis.

"Apa pedulimu? Bukannya kalian sudah putus, ya? Jadi bebas dong buat aku deketin Jeny lagi," bantah Tedy membuat Jono semakin meradang.

Jono lupa akan keputusan yang dia buat sendiri. Lelaki itu melakukan kesalahan besar dengan tidak mendengarkan penjelasan Jeny sebelumnya.

"Ambil dah, ambil! Lagi pula sebentar lagi aku akan menikah. Apa peduliku sama pengkhianat," ejek Jono yang kembali fokus dengan pekerjaannya.

Teman-teman sejawat mereka hanya menggeleng, mendengar pertengkaran di antara kedua sahabat itu.

Saat waktu pulang kerja tiba.

Pukul 16:00 WIB.

Jeny merapikan meja kerjanya, mengemasi barang yang akan ia bawa pulang.

"Tari, aku pulang dulu, ya?" Jeny berpamitan dengan teman di sampingnya.

"Woke, Jen. Hati-hati ya di jalan?" Jeny mengangguk sambil mengangkat salah satu jempolnya.

Melihat Jeny keluar ruangan, Tedy gegas memasukkan berkasnya, lalu mengejar Jeny yang semakin jauh.

"Tunggu aku, Jen!" seru Tedy sambil berlari.

Jono yang melihat aksi Tedy langsung mengejarnya.

"Hey! Mau ke mana kamu?" tanya Jono seraya menarik ujung baju temannya.

Tedy menoleh, menatap Jono sinis.

"Kenapa? Kamu cemburu, hah?" Tedy membusungkan dadanya, membuat Jono berundur sesaat.

"Kalau iya kenapa?"

Tedy bertepuk tangan pelan lalu berkata, "Bagus. Bagus. Inikah dirimu yang sebenarnya, Jon? Kenapa aku tidak pernah tau itu."

"Dan, sejak kapan kamu menjadi cowok plin plan," kata Tedy lagi. Seketika Jono memelototi Tedy yang telah berani menghardiknya.

Tedy berbalik dan berniat mengikuti Jeny. Tapi sayang gadis itu sudah tidak ada di tempatnya berdiri.

"Ini gara-gara kamu, Jon. Awas kamu!" Tedy mengacungkan tinjunya, terus berlalu menuju mobilnya. Malas meladeni Jono yang selalu uring-uringan.

Satu bulan, dua bulan, bahkan sampai tujuh bulan lamanya.

Hubungan antara kedua sahabat itu tidak juga membaik, malah semakin menjadi saja.

Tedy sudah tidak perduli lagi dengan istilah sahabat. Baginya saat ini kebahagiaan Jeny adalah segalanya. Dia tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk gadis itu bersusah hati. Seperti yang dia lakukan saat ini.

"Jen, bagaimana? Apakah kamu menyukai filmnya?" tanya Tedy saat keluar dari bioskop yang terletak cukup jauh, di kota Kedaton, Bandar Lampung.

"Suka. Filmnya keren abis. Makasih ya, Ted," ucap Jeny antusias.

Tedy mengangguk pelan, mengacak rambut gadis itu asal lalu menggandeng tangannya saat menuju parkiran.

Sementara itu dari jauh nampak sepasang mata yang sedari tadi mengawasi gerak-gerik keduanya.

Enggan untuk melepaskan pandangannya barang sedetik pun.

"Tedy!" panggil Jeny lirih, menunduk.

"Iya." Tedy menjawab dengan pandangan tetap fokus ke jalan.

Dia tidak ingin melakukan kesalahan karena kecerobohannya dalam berkendara.

"Than'ks untuk semua."

Tedy kali ini tidak menjawab, entah apa yang ia pikirkan. Lelaki itu hanya tersenyum, melirik sesaat ke arah Jeny yang duduk bersandar.

Gadis itu terlihat letih, netranya menatap ke arah luar, sendu. sesekali terdengar lenguhan napasnya yang terasa berat.

Ya. Bebannya teramat berat bila harus ia tanggung sendiri.

"Jen. Besok jangan lupa bawa KK sama KTP, ya!"

"Apa tidak merepotkanmu, Ted? Kamu sudah terlalu banyak membantuku," jawab gadis itu lembut.

"Tentu saja tidak." Tedy masih tetap fokus berkendara.

"Bagaimana aku bisa membalas semua kebaikanmu."

"Jangan kau pikirkan soal itu!" Tedy meraih tangan gadis itu, membuat Jeny mengalihkan perhatiannya pada lelaki di sampingnya.

"Jangan lepaskan," pinta Tedy kemudian.

Tak lama berselang Tedy tiba-tiba menghentikan mobilnya. Menatap gadis di sampingnya lekat, meremas tangan mungil itu hangat.

"Menikahlah denganku," ucap Tedy lirih, menatap gadis itu penuh harap.

Jeny terdiam, manik matanya menatap Tedy penuh kesedihan, ada desiran rasa yang berubah setelah dia difonis kanker otak beberapa bulan yang lalu. Jeny merasa putus asa, tidak ada yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki keadaan.

"Maaf." Jeny menunduk, menatap punggung tangannya yang dibelai manja lelaki itu.

"It's ok. Tapi kumohon ijinkan aku menyayangimu!" Tedy perlahan mendekatkan bibirnya pada pucuk kepala gadis itu, menciumnya penuh dengan kasih sayang.

Perlahan Jeny mengangkat wajahnya, membuat manik hitam itu saling beradu. Lama mereka terkunci dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan.

Tedy menarik tubuh gadis itu hingga tiada sekat di antara keduanya. Mendekatkan bibirnya pada bibir Jeny. Membuat gadis itu gugup.

Cup!

Tedy melumat bibir mungil gadis itu lembut, memainkan lidahnya dengan leluasa karena Jeny kali ini pasrah. Netra gadis itu terpejam lalu membalas lumatan bibir Tedy hangat.

Desahan menggoda mulai terdengar, lirih mengiringi gerakkan bibir Tedy yang mulai menyapu leher jenjang gadis itu. Sementara buliran bening lolos satu persatu dari pelupuk mata Jeny.

Jeny masih terpejam, sementara tangannya meremas pelan rambut lelaki yang kini tengah mecumbunya. Sesekali bibirnya mendesah saat tangan Tedy meremas dan memilin gundukkan kembar miliknya. Lalu Tedy menghentikan cumbuannya, menarik tangannya dari dalam kaos milik Jeny.

"Maafkan aku!" Tedy menatap gadis itu, mencium keningnya lalu melajukan mobil Avanza putih itu perlahan.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sedari tadi mengintai aksi keduanya.

"Kurang ajar!" seru seseorang yang tak jauh dari mobil Tedy.

Siapa lagi kalau bukan Jono.

Meski lelaki itu telah memutuskan Jeny, tapi hatinya masih milik gadis itu. Sulit untuknya berpaling.

"Tedy Bear itu semakin berani menjamah kekasihku, awas kau!" gerutu Jono kesal. Ia terus memukul kemudinya. "Aku tidak akan membiarkan kalian bahagia," ancam Jono dengan tatapan penuh amarah.

"Tidak masuk dulu?" tawar Jeny pada Tedy saat hendak keluar dari mobil lelaki itu.

"Sudah malam. Nanti nunggu kita sah aja," goda Tedy, membuat gadis ayu itu tersenyum manis.

"Bisa aja. Aku masuk dulu, ya!"

Tedy mengangguk lalu berkata, "Langsung tidur, dan jangan lupa diminum obatnya!" Tedy tidak langsung pergi, lelaki itu menunggu sampai Jeny masuk rumahnya.

"Jangan lupa KK Sama KTP-nya," seru Tedy sebelum melajukan mobilnya. Membuat gadis itu membalik badan dan mengangguk pelan.

Jono yang memang mengikuti mobil Avanza putih itu hingga rumah Jeny, terkejut seketika.

Matanya nanar menatap punggung Jeny yang hilang di balik pintu rumahnya.

"KTP, KK? untuk apa semua itu? Secepat itukah Jeny berpaling dariku?" ucap Jono frustasi.

"Apa jangan-jangan mereka sudah lama mengkhianati aku?" Jono masih tetap sibuk dengan pikirannya. "Arrgghh! Aku benci mereka ...!" Jono meluapkan emosinya.