"Nak, kamu ajak Aldi ke teras ya," ucap Wijaya.
"Hah."
"Ayo sana ke teras," ucap Kirana.
"Iya Bu," jawab Risa.
Risa pun beranjak dari tempat duduknya dan berlalu pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan tamunya.
"Permisi om dan Tante," ucap Risa.
"Iya nak."
Risa melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya dan menuju teras. Sesampainya di teras, ia pun langsung duduk di salah satu kursi yang ada di teras rumahnya itu.
Risa membuka ponselnya dan melihat pukul berapakah sekarang. Dan ternyata saat ini sudah menunjukkan jam setengah 9 malam.
"Wajar saja dingin sekali," ucapnya dalam hati.
Suasana dingin menusuk kulit tubuhnya. Risa tak terbiasa dengan angin malam, wajar saja jika dirinya merasa kedinginan.
"Sana nak, temui Risa."
Sementara di ruang tamu, Aldi masih duduk di sofa dan tidak mengikuti langkah Risa menuju teras. Tanpa berpikir panjang, kedua orangtuanya pun meminta agar putrinya itu menghampiri Risa.
Tanpa menjawab, Aldi pun berlalu pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan menghampiri Risa di teras.
Tak lama kemudian, Risa mendengar suara langkah kaki seseorang. Dan benar saja, Aldi sudah berada di depan pintu rumahnya dan melangkahkan kaki menuju kursi yang berada di sampingnya.
Kini Risa dan Aldi sudah duduk di kursi yang bersebelahan dan hanya dipisahkan oleh meja bundar.
Suasana hening menyelimuti pertemuan pertama mereka. Baik Risa maupun Aldi tidak ada yang memulai percakapan. Keheningan itu membuat suara seekor nyamuk yang terdengar di telinga.
"Banyak sekali nyamuk," ucap Risa perlahan sembari menepuk-nepuk tangannya yang dihinggapi beberapa ekor nyamuk.
"Banyak nyamuk dan cuaca sangat dingin, sebaiknya kita masuk," ucap Aldi.
Risa terkejut ketika Aldi tiba-tiba membuka suara. Dan memang benar apa yang dikatakan Aldi, cuaca yang sangat dingin dan sangat banyak nyamuk yang menggigit membuat mereka sebaiknya kembali masuk ke rumah.
Aldi pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan diikuti oleh Risa di belakang nya.
"Kok cepat banget," ucap Kirana.
"Dingin dan banyak nyamuk Bu," jawab Risa.
"Oh ya sudah, ayo duduk," lanjut Kirana.
Risa dan Aldi pun kembali duduk di tempat semula.
"Ya sudah kalau begitu, kami pulang dulu ya kebetulan juga sudah malam."
"Iya, terimakasih sudah berkunjung," jawab Kirana.
Risa pun menghembuskan napas lega ketika mengetahui tamunya akan segera pulang. Ia sangat lelah sekarang dan ingin mengistirahatkan tubuhnya.
Kirana dan Wijaya pun mengantar tamunya sampai di depan rumahnya. Sedangkan Risa justru melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Ia sudah sangat lelah dan ingin membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
Sesampainya di kamar, Risa pun menuju meja rias dan menghapus seluruh make up yang menempel di wajahnya. Setelah semua make up terhapus, ia berjalan menuju kamar mandi dan membasuh wajah, tangan dan kakinya serta menyikat giginya sebelum tidur. Setelah selesai membasuh wajahnya, tak lupa ia menggunakan skin care Hal ini memang selalu dilakukannya setiap hari. Walaupun kegiatannya sangat padat, ia tetap menyempatkan waktunya untuk merawat tubuhnya.
Segala macam ritual sebelum tidur sudah dilakukan, setelah itu Risa bergegas menuju tempat tidur dan membaringkan tubuhnya di sana. Ia menatap langit-langit di kamarnya, mengingat peristiwa yang terjadi padanya hari ini. Perlahan matanya mulai terpejam dan membawanya masuk ke alam mimpi.
***
Sinar matahari mulai masuk ke kamar dan menyilaukan mata seorang gadis cantik yang bernama Risa. Ia mulai membuka matanya dan melihat sekeliling kamarnya. Ia tertuju pada sebuah benda yang menempel di dinding kamarnya.
"Hah, jam 6."
Risa sangat terkejut ketika melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Segera ia beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi untuk menunaikan kewajibannya. Sebagai wanita karir, ia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Sesampainya di kamar mandi, Risa terkejut ketika melihat bercak darah di pakainya. Ia pun segera keluar dari kamar mandi dan mengambil handuk yang tergantung di kamarnya. Ia memutuskan untuk mandi dan membersihkan tubuhnya.
"Pantas saja perutku sakit sekali," batinnya.
Sejak beberapa hari sebelumnya, Risa memang merasakan perubahan pada tubuhnya. Dan ternyata hal itu merupakan gejala premesnstual syndrome (PMS). Wajar saja jika kondisi emosionalnya sedang tidak stabil saat ini.
Setelah membersihkan tubuhnya, Risa pun menuju kamar dan mencari pakaian yang akan dikenakannya hari ini. Ia mulai merasa kram pada perutnya. Namun hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk mengabdikan dirinya untuk memajukan pendidikan di era digital saat ini.
Setelah selesai bersiap-siap, Risa pun memasukkan seluruh barang yang akan dibawanya hari ini ke dalam sebuah tas. Mulai dari laptop, buku,.handphone, dompet, dan beberapa make up. Setelah semua siap, ia pun melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.
Saat ini Risa sudah berada di ruang tamu, ia pun meletakkan tasnya di sofa. Ia berjalan menuju dapur untuk mengisi perutnya yang kosong. Ia memang terbiasa sarapan, menurunnya sarapan sangatlah penting untuk menunjang kegiatannya yang sangat padat.
Di dapur Risa melihat ibunya sedang memasak. Ia berjalan mendekati kulkas dan mengambil beberapa roti tawar dan meletakkannya di dalam piring.
"Nak," panggil Kirana.
"Iya Bu," jawab Risa.
"Gimana Aldi?" tanya Kirana.
"Maksudnya Bu?" tanya Risa sembari memoleskan selai nanas di rotinya.
"Kamu suka nggak sama Aldi?" tanya Kirana.
Risa memilih diam, ia tidak ingin berdebat dengan ibunya.
"Kok diem nak?"
"Sudahlah Bu, Risa nggak suka ditanya-tanya gitu," ucap Risa.
"Maksud ibu kan baik nak, supaya Risa cepat menikah."
Risa mempercepat menghabiskan makanannya, ia sudah tidak tahan dengan situasi yang membuat suasana hatinya semakin kacau.
"Bu, Risa pergi dulu," ucap Risa.
"Iya nak," jawab Kirana.
Risa berjalan mendekati ibunya dan mengulurkan tangannya. Sekesal apapun ia pada ibunya, tak pernah terlintas sedikitpun di hatinya untuk menyakiti wanita yang sudah melahirkannya. Sebagaimana ia tahu bahwa surganya berada di telapak kaki ibunya.
"Hati-hati di jalan ya nak," ucap Kirana.
"Iya Bu," jawabnya.
Risa meninggalkan ibunya di dapur dan berjalan keluar rumah menuju garasi. Sesampainya di garasi, ia segera menghidupkan mobilnya dan menjalankan mobilnya menuju tempat ia bekerja.
Sepanjang perjalanan, Risa terus mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulut ibunya itu. Ia merasa jika perkataan ibunya tidak sepenuhnya salah. Namun, semua yang diharapkan ibunya kepadanya tidak mungkin dilakukannya semudah membalikkan telapak tangan.
Pernikahan bukanlah ajang perlombaan dan pemenangnya ditentukan dari siapa cepat yang menggapainya. Pernikahan adalah ibadah yang tidak bisa dijadikan sebagai suatu perlombaan.
"Aldi?"
Risa teringat sesosok pria yang datang kerumahnya tadi malam. Lalu ia mulai menghubungkan dengan perkataan ibunya tadi pagi.
"Perjodohan?"
"Apakah tadi malam aku akan dijodohkan?" tanyanya.