Di hari kedua Rania bekerja, tak beda dengan hari pertama. Hanya saja di hari kedua ini gadis itu tak mendapatkan komplain dari Alva mengenai pakaiannya. Itu karena Rania kemarin memilih baju itu bersama Alva sendiri.
Hanya saja, laki-laki itu mulai menambah porsi pekerjaan Rania. Hari ini bahkan Rania hampir tidak memiliki waktu untuk sekedar makan siang jika saja Kriss tidak memiliki inisiatif untuk membawakannya.
Padahal ini baru setengah saja dari seluruh pekerja yang harus Rania tangani karena sebagian lain masih dihandle oleh Kriss. Entahlah nanti kalau Kriss sudah benar-benar kembali ke kantor milik orang tua Alva. Sepertinya Rania akan mendadak menjadi robot.
"Saya akan pergi meeting dulu bersama Kriss. Saya ingin kamu memeriksakan kembali berkas ini. Saya rasa kamu membuat kesalahan di sana. Jadi, tolong perbaiki!" titah Alva sembari menyimpan beberapa berkas di hadapan Rania.
Rania tampak mengerjapkan mata berkali-kali mendengar permintaan Alva. Benarkah dia sudah melakukan kesalahan? Padahal tadi Rania yakin betul jika semuanya sudah dia kerjakan dengan hati-hati agar tidak ada sedikitpun kesalahan.
"Kenapa malah bengong? Apa kamu tidak mau bertanggung jawab atas kesalahannya yang sudah kamu lakukan? Atau kamu ingin mencari kambing hitam untuk kesalahanmu yang fatal ini?" tuding Alva dengan mata yang memicing.
"Ah, tidak, Tuan! Itu tidak benar. Saya tidak mungkin berkilah jika memang bersalah. Saya hanya …."
"Apa kamu secara tidak langsung melempar kesalahan yang kamu lakukan padaku?" tanya Alva memotong perkataan Rania.
"Bu-bukan, Tuan. Saya hanya bertanya saja, tidak lebih," sahut Rania tergagap.
"Sudah tahu salah masih mengelak juga. Dasar!" gerutu Alva sembari meninggalkan Rania yang tampak melongo.
Namun itu tak Alva perdulikan sama sekali
Laki-laki itu bahkan tidak menoleh ke arah Rania yang masih bengong karena kelakuannya.
"Sabar, Rania. Sebaiknya kamu segera menyelesaikan tugas yang diberikan Tuan Alva agar tidak perlu bekerja lembur," gumam Rania sembari mengelus dada untuk meredam emosinya.
Ya, dari pada ngedumel tidak jelas Rania memilih untuk memeriksa kesalahan apa yang sudah dia lakukan hingga membuat Alva memberikan kembali setumpuk berkas yang tadi dia setorkan pada lelaki itu.
Rania rasa, mungkin dia memang melakukan kesalahan karena tidak fokus saat mengerjakan pekerjaan itu tadi sebab perutnya yang keroncongan.
Namun, ketika Rania kembali membuka berkas-berkas itu, tak Rania temukan kesalahan yang dimaksud Alva. Entah Rania yang memang kurang jeli, atau Alva yang sengaja mengada-ada hanya untuk mengerjainya.
"Sepertinya Tuan Alva memang hanya mengerjai aku saja. Dari sekian berkas yang kembali dia berikan, hanya tinggal satu berkas ini saja. Jika ini pun tidak ada masalah, berarti mata lelaki itu memang bermasalah," gumam Rania berusaha menahan kekesalannya agar tidak meremas berkas yang kini tersisa di depannya.
Kalau sampai Alva benar-benar mengerjainya dengan berkas itu, Rania benar-benar tidak akan mengampuni bosnya. Dia akan mencari cara untuk membuat Alva kapok. Entah dengan apa, tapi yang pasti Rania akan membuat laki-laki itu mati kutu.
Saat memeriksa berkas terakhir, Rania sengaja memfokuskan penglihatannya. Dia tidak ingin kalah telak dari Alva hanya karena bersikap kurang jeli. Bisa-bisa, bukannya Rania yang akan menghukum Alva, malah laki-laki itu yang akan melayangkan hukuman pada Rania. Itu benar-benar hal yang mengerikan.
Setelah beberapa saat melotot menatap satu persatu deretan angka di depannya, akhirnya Rania menemukan satu koma yang dia letakan salah tempat. Buru-buru Rania memperbaikinya agar tidak kembali lupa.
"Apa memang di berkas ini aku banyak melakukan kesalahan?" gumam Rania menerka. Itu terbuktikan dari temuan yang baru saja dia dapatkan.
"Tapi masa iya cuman satu koma mampu membuat Tuan Alva mengembalikan semua berkas ini. Aku rasa masih banyak kesalahan yang lainnya lagi."
Rania kembali melanjutkan penjelajahan mata yang dia lakukan. Saking ingin puasnya, bahkan Rania sengaja memakai kaca pembesar untuk mencari kesalahan itu. Jangan sampai, nanti dia akan menghabiskan hari ini dengan pekerjaan yang itu-itu saja.
Namun, hingga halaman terakhir di berkas itu, tak kembali Rania temukan kesalahan lainnya. Wanita itu hanya bisa kembali mengelus dada. Sepertinya, kali ini bukan hanya otak yang harus Rania gunakan saat bekerja, tapi juga mempertebal kesabaran.
"Astaga, hanya karena satu kesalahan penempatan koma saja aku harus memeriksa semua berkas ini? Benar-benar luar biasa! Satu jam waktuku habis hanya untuk melakukan hal yang tidak berguna. Tuan Alva benar-benar bos yang luar biasa," gumam Rania geleng-geleng kepala.
Saat sedang asik menggerutu, suara panggilan masuk di ponselnya membuat Rania mengalihkan perhatian. Begitu nama sahabatnya yang tertera di sana, Rania segera menggeser ikon hijau di layar pipihnya itu.
"Hay, Cal," sapa Rania begitu panggilan terhubung.
"Hem, Lo pulang jam berapa? Gue nginep di apartemen Lo malam ini, ya," sahut Calista mengutarakan keinginannya.
"Aduh, Cal. Gue enggak tahu bisa pulang apa enggak malam ini. Gue benar-benar super sial, Cal. Masa hanya karena Penempatan satu koma saja gue harus memeriksa lebih dari sepuluh berkas coba. Habis waktu gue buat hal yang enggak guna," keluh Rania benar-benar kesal dengan aktivitas yang baru saja dia lakukan atas permintaan Rafka.
"Loh, ngapain salah satu koma saja Lo harus memeriksakan sampai 10 berkas begitu? Apa Lo emang enggak ada kerjaan lain sampai harus melakukan hal konyol seperti itu?" tanya Calista kaget mendengar pengakuan Rania.
"Heh, Lo pikir gue segabut itu, hah? Meskipun gue enggak ada kerjaan, lebih enakkan gue scroll toktok dari pada meriksa ulang bekas beginian. Enggak guna banget tahu enggak!" sahut Rania benar-benar kesal karena Calista pun malah memojokan.
"Lah, terus apa yang lo lakuin dong dengan berkas itu? Apa ini sengaja Lo lakuin biar kelihatan rajin sama bos Lo yang cakep itu, Hem?" terka Calista penasaran dengan apa yang sebenarnya dilakukan sahabatnya.
"Idih, ogah banget gue caper sama dia! Asal Lo tahu aja, ya, yang bikin jari sama mata gue mendadak kriting itu ya, tuh si bos enggak ada akhlak! Gue kira kesalahan gue itu banyak makannya dia sampai mulangin semua berkas yang tadi gue setorin. Eh, tahunya gue cuman salah satu koma saja, Cal! Sial banget, kan?
Emang itu bos, paling luar biasa dalam mengerjai karyawannya. Tapi lebih luar biasa lagi sama gue. Sepertinya, dia emang punya dendam kesumat gitu sama gue, Cal! Lo bayangin aja masa yang hanya karena satu koma, gue harus jungkir balik kayak gini. Dan ini hanya karena gue ngehina dia impoten kayaknya. Jadi dia punya dendam sendiri yang tidak bisa terluapkan dengan leluasa di kantor karena tittelnya yang seorang bos di sini. Benar-benar menyebalkan!" cerocos Rania tanpa jeda.
"Ehem!"