Saat ini mata Zayyad sudah di tutupi dengan penutup mata untuk tidur. Sedangkan kedua tangannya sudah memakai sarung tangan. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dimaksud wanita itu dengan ini. Perlahan ia menguap, rasanya ingin sekali ia segera berbaring di atas empuknya ranjang dan tertidur.
"Kau tidak boleh tidur!" Seru Alina yang melihat pria itu menguap.
"Em.." Sahut Zayyad, terdengar malas dan mengantuk.
"Sekarang ayo pijit kaki ku!" Kata Alina yang sudah selesai merendam kakinya di air hangat. Saat ini ia sudah meluruskan kedua kakinya di atas ranjang. Menyingkap gaun tidurnya, ia mengoleskan obat yang di berikan Zayyad tadi padanya. Rasa menthol beserta aroma terapi pun menyeruak masuk ke hidungnya.
"Jadi maksud mu ini adalah caranya agar aku tidak pingsan?" Tanya Zayyad sambil menunjuk matanya yang sudah mengenakan penutup mata warna hitam. Lalu mengangkat kedua tangannya yang sudah mengenakan sarung tangan bewarna putih.
"Iya! Dengan menggunakan penutup mata, kau tidak akan melihat aku. Tapi jika kau masih takut juga, bayangkan saja aku ini bukanlah wanita" Jelas Alina.
"Lalu ini untuk?" Zayyad mengangkat kedua tangannya yang sudah bersarung.
"Itu agar kau tidak gugup saat menyentuh kulitku nanti. Sarung tangan yang kau pakai itu tebal dan bertekstur kasar. Bayangkan saja jika saat ini kau sedang memijit kaki teman pria mu, oke?"
'Teman pria? Entah bagaimana itu terdengar agak...' Zayyad tak tau harus mendeskripsikan nya seperti apa. Tapi yang jelas itu agak menggelikan.
"Baik! Aku mengerti" Zayyad sama sekali tidak menyangka, wanita itu dapat memikirkan ide ini. Tapi yang jelas itu tidak buruk. Ia jadi penasaran untuk segera mencoba nya. Apakah itu bekerja?
Zayyad perlahan duduk di pinggir ranjang. Tangannya mencari keberadaan kaki Alina. Ketika menyentuhnya, awalnya ia agak gugup. Walaupun ia tidak dapat melihat wanita itu, tapi ia jelas tau kalau yang di sentuhnya ini adalah seorang wanita. Tanpa sadar kedua tangannya bergetar.
"Jika takut, bayangkan saja kalau aku adalah pria!" Kata Alina. Ia menyadari ketakutan pria itu dari tangannya yang bergetar.
Zayyad hanya mengangguk. Menarik nafas dalam-dalam, ia menghelanya perlahan. Lalu ia mulai membayangkan, kalau di depannya ini adalah Faqih. Itu adalah adik sepupunya yang paling dekat dengannya. Hanya saja sudah empat tahun lamanya mereka tidak bertemu. Sejak Faqih mengambil studi S2 nya di negeri kangguru.
Setelah membayangkan wujud adik sepupu kesayangannya itu, perlahan Zayyad jauh lebih tenang. Ia pun mulai memijit kaki Alina pelan sambil membayangkan kalau yang dipijit nya itu adalah Faqih.
Alina yang melihat kondisi Zayyad jauh lebih baik, ia menghela nafas lega. Ia tidak tau lagi apa yang harus dilakukan jika cara ini gagal. Tapi syukurlah itu bekerja. Akhirnya malam ini ia dapat menikmati seseorang memijit kakinya. Ia pun memilih untuk tidak berbicara. Takut itu akan mengacaukan ketenangan Zayyad saat ini.
Hingga sejam berlalu, Alina merasa kakinya jauh lebih baik. Rasa nyeri dan pegal nya mulai reda. Dan ia melihat tangan Zayyad yang memijit kakinya, terhenti. Pria itu perlahan membungkuk dan beberapa saat kemudian terjatuh, menimpa kedua kakinya. 'Ia tertidur?' Tanya Alina dalam hati.
"Hi..hi.." Alina tertawa kecil setelah menyingkap penutup mata Zayyad, melihat pria itu yang sudah tertidur pulas. "Ah! Sungguh kucing ku yang manis sekali" Katanya. Tangannya dengan gemas mengacak-acak rambut pria itu.
Perlahan ia menarik kakinya yang terhimpit tubuh pria itu, gerakannya di buat sangat pelan agar tidak membangunkannya. Setelahnya ia turun dari ranjang. Ia pun menarik tubuh pria itu agar memiliki posisi tidur yang baik. Mengangkat kepalanya perlahan dan meletakkannya di atas bantal. Meluruskan kakinya dan menarik selimut untuk menyelimutinya.
"Ah! Obat tidur ku" Seru Alina pelan. Ia bergegas tidur di samping Zayyad dan memeluknya. Aroma maskulin nya yang bercampur lavender, menyeruak masuk memenuhi penciumannya. Itu merilekskan seluruh sel saraf nya dan menenangkan pikirannya. Tak berapa lama menit kemudian, Alina pun jatuh tertidur.
___
Tepat pukul lima pagi, Zayyad terbangun dari tidurnya. Samar-samar ia merasakan nafas hangat seseorang, berhembus sangat dekat membelai punggungnya. Tanpa perlu berpikir lebih jauh, ia langsung tau darimana itu berasal. Refleks ia melompat ke lantai dan tersungkur jatuh.
"Argh!" Tubuhnya sangat remuk! Ia memukul lantai dengan keras tadi. "Bagaimana bisa semalam aku berakhir tidur di sana?"
Ia pun perlahan bangkit, sedikit meringis menahan nyeri. Lalu berjalan pelan ke kamar mandi.
Tepat pukul enam pagi, Zayyad sudah menyiapkan sarapan. Semangkuk bubur untuk neneknya Alina dan roti bakar keju untuk Alina beserta segelas susu hangat. Ia yang menyiapkan sarapan, karena tidak mungkin memanggil para koki itu awal pagi seperti ini. Di samping itu, ia sudah terbiasa menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri.
Zayyad menarik kursi dan duduk. Mengambil selembar roti, ia pun mengoleskan selai kacang di atasnya.
"Jadi beberapa hari ini kau yang menyiapkan sarapan kami?"
Suara itu membuat Zayyad terkejut. Ia menoleh dan menemukan seorang wanita tua yang tersenyum hangat padanya sambil berjalan kearah meja.
"Em!" Zayyad mengangguk sopan. Lalu ia menggigit roti di tangannya.
"Maaf merepotkan mu! Lain kali aku akan menyuruh Alina bangun awal dan menyiapkan sarapan"
"Itu tidak perlu!" Seru Zayyad, cepat. Itu akan sangat kacau jika Alina bangun awal. Ia mungkin sudah pingsan sebelum bersiap ke perusahaan.
"Tidak masalah! Biar aku yang menyuruhnya nanti. Sebenarnya Alin tidak seperti ini, biasanya anak itu bangun awal. Tapi kau begitu memanjakannya, karenanya anak itu selalu bangun telat"
"Aku senang memanjakan nya!" Kata Zayyad spontan. Ia tidak tau harus mengatakan apalagi untuk menolak dengan keras ucapan wanita tua itu.
Erina yang mendengar hal itu, sangat terkejut. "Kau senang-"
"Iya aku senang!" Potong Zayyad cepat, tidak memberi ruang wanita tua itu berbicara lebih jauh. "Ku lihat, Alina susah tidur di malam hari, jadi tidak masalah jika ia bangun kesiangan. Aku pun terbiasa menyiapkan sarapan, jadi rasanya agak sulit menghentikan kebiasaan ini"
"Ah! Kau sungguh pria yang baik" Seru Erina, terharu. Ia merasa tak menyesal karena sudah menjodohkan cucunya pada pria di hadapannya ini. "Baiklah kalau begitu, aku tidak akan memaksa. Hanya saja, jangan terlalu memanjakan nya!"
"Em!" Zayyad mengangguk sopan. Lalu ia bergegas melahap habis roti di tangannya. Mengambil segelas susu, ia menenggaknya habis. "Kalau begitu, aku permisi!"
Zayyad pun pergi meninggalkan ruang makan.
Erina yang melihat kepergian siluet tubuh itu, tersenyum lembut. Dari awal ketika ia melihat Zayyad, meskipun tampak dingin di permukaan. Tapi ia dapat merasakan kebaikan serta ketulusan dari manik mata coklatnya yang polos. Saat itu ia yakin, pria itu akan sangat cocok bersanding dengan cucu kesayangannya.
"Aku berharap, pernikahan mereka akan berjalan dengan baik.. selamanya"
'Bahkan setelah nanti aku tiada!'
___