Liam tersenyum tidak berdaya.
"Madam, apa kau tahu inilah yang akan memasukimu di sini?" menunjukkan kejantanannya yang sudah berdiri tegak, Liam juga mengelus titik di dalam vagina Harriet dengan dua jemarinya.
Harriet terkesiap, ia tidak menjawab. Ia tidak tahu kemana harus memandang. Wajah pria itu terlihat seperti sedang berusaha menahan sesuatu, ia tak sanggup melihatnya. Sementara, jika ia menatap ke arah lain, rasanya matanya dan jantungnya akan meledak.
Harriet tidak sadar tubuhnya sudah sangat panas, bahkan hawa dingin kamar ini sudah tidak dirasakannya lagi. Namun saat benda besar itu menyentuh pintu vaginanya, ia bisa merasakan bahwa benda itu jauh lebih panas daripada tubuhnya sendiri.
Slip!
Liam membuang napas lembut, menggesekkan batang kejantanannya pada klitoris Harriet.
"Hmh!" Harriet terkejut karena godaannya itu. Ia mendesah kecil tertahan.
Liam mengerutkan alisnya yang mulai gemetaran. Ia terkejut akal sehatnya masih belum hilang saat ini. Ugh… naluri binatang buas dalam dirinya meronta hendak menikmati Harriet sekarang juga, tetapi ia tahu wanita itu akan kesakitan jika ia tergesa-gesa.
Harriet mencerna kata-kata dan bahasa tubuh Liam. Benda besar yang berdiri tegak itu akan memasuki dirinya. Sekarang ia mengerti mengapa di buku-buku yang ia baca semuanya mengatakan bahwa pengalaman pertama itu menyakitkan. Hal ini membuat Harriet ragu melihat benda yang berdiri tegak dengan urat nadi yang menonjol itu. Ia berharap tidak akan sakit lagi setelah ia terbiasa...
Tapi meski sakit sekalipun...
Entah mengapa Harriet merasa ia bisa menerimanya.
Saat ia berpikir seperti itu, Harriet merasakan satu jari lagi masuk ke dalam dirinya. Ketiga jari itu bergerak dengan cara yang membuat Harriet segera melupakan ketakutannya, dan sampai di satu titik yang mengejutkannya—
"Huh?" Harriet tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh berkembang dalam dirinya. Sesuatu itu mekar perlahan-lahan dan tumbuh hingga menyebar ke seluruh keberadaannya. Lalu, seperti disambar petir, tubuh Harriet menegang dan tersentak.
"Ahh! Nnh! Aah...—"
Tubuh Harriet menggeliat dan menegang lalu mencapai klimaksnya.
Mata Liam terbuka lebar karena terkejut. Apakah ia baru saja menemukan good spot wanita itu dengan jemarinya?
Jemari Liam segera dibanjiri cairan bening dan kental yang sangat licin dengan dinding vagina yang mengapit tiga jemarinya itu erat.
Napas Harriet terengah-engah seketika.
"A… apa yang Anda lakukan kepada saya... Milord?" tanya Harriet dengan wajah lemas dan bingung.
Liam menelan ludahnya. Kali ini, akal sehatnya telah hilang sepenuhnya.
Bersamaan dengan berubahnya atmosfer Liam, berubah juga sudut pandang Harriet terhadap suaminya.
Pria itu mungkin terlihat lembut dan memperlakukannya seperti seorang gentleman, tapi pria itu mungkin sama sekali bukan pria yang seperti itu. Pria itu menjaga kontak mata saat tanpa ragu mendorong dirinya masuk ke dalam Harriet.
Pria itu tidak mengeluh saat Harriet membenamkan kukunya pada bahu dan lengannya. Ia juga terus menatap mata Harriet saat menyatukan tubuh keduanya.
"Ugh–"
Harriet ingin menangis. Alisnya mengerut dalam dan rasanya sulit bernapas. Namun seperti terhipnotis, Harriet tidak bisa mengalihkan tatapannya dari mata emas pria itu.
Tapi di tengah rasa sakit yang seolah tak ada akhirnya itu, Harriet menyadari sesuatu. Pria di atasnya tidak bernapas. Seluruh tubuh pria itu menegang.
Air mata yang telah menggenang di mata Harriet jatuh membuat pria itu terkesiap tiba-tiba.
"Sssh, Madam, maafkan aku," bisiknya lembut.
Kembalinya suara lembut pria itu membuat Harriet tiba-tiba tidak bisa menahan isaknya.
"Madam… apakah kau menyesalinya sekarang?" tanya Liam dengan suara rendah yang lirih. Wajah pria itu tidak berekspresi.
Harriet menggeleng. Ia tidak ingin membuat pria itu khawatir namun ia akhirnya memutuskan untuk mengeluh pelan, "Sakit…"
"Ini akan berlalu. Aku berjanji," pria itu mengelus rambut Harriet dan mencium kelopak matanya dan bekas air mata di sisi wajahnya.
Harriet mengangguk dan bergumam pelan menyetujuinya.
Liam membuang napas perlahan. Ia hampir lepas kontrol melihat wanita itu menangis di bawahnya. Wajah Harriet yang kesakitan itu disebabkan oleh dirinya. Ia merasa bersalah dan terangsang di saat bersamaan, ia benar-benar bingung karenanya.
Liam tidak bisa menahan diri untuk mendorong seluruh kejantanannya ke dalam, tapi wanita ini sudah menangis dan Liam tidak ingin istrinya menyesal menikahinya. Liam bahkan tidak bisa bernapas dengan benar karena Harriet membungkus dirinya dengan erat di bawah sana. Ia merasa beruntung wanita itu sudah cukup basah untuk menerimanya.
Gerakan-gerakan lambat Liam perlahan naik dengan tempo yang lebih cepat. Sedikit demi sedikit, kejantanannya bergerak masuk hingga akhirnya seluruh batangnya dapat masuk ke dalam lubang basah Harriet sepenuhnya. Rasa sakit yang dirasanya masih belum hilang dan Harriet merasa Liam mulai memompa dengan cara yang liar.
"Aku tidak bisa menahannya lagi… Madam…"
Alis Liam bertaut dan ia menatap Harriet seperti binatang buas yang menatap mangsanya. Liam perlahan tenggelam dalam instingnya.
Saat Liam mulai membawa dirinya jauh ke dalam inti Harriet, wanita itu semakin jelas merasakan bagian tubuh Liam dalam vaginanya. Sesuatu yang asing namun tidak mengganggunya lagi, sesuatu yang mengacak-acak dirinya tetapi diinginkannya lagi dan lagi. Tubuh kekar pria yang baru dua kali dilihatnya itu terlihat sangat jelas, bergerak di atas dirinya, mengklaim setiap inci tubuhnya.
"Milord–mmmh–"Harriet melenguh saat Liam mencapai titik terdalamnya dan sensasi yang berbeda muncul.
Namun, tiba-tiba saja Liam menghentikan gerakannya.
"Huh?" Harriet menjadi bingung dan seketika merasa kehilangan. Kenapa ia berhenti? Apakah ada sesuatu yang salah?
Liam mengambil napas panjang dan menatap istrinya dengan kilau di matanya.
"Apakah Madam suka aku mengarahkannya kesini?" pria itu menyenggol tempat yang sama lagi dan tubuh Harriet merespon dengan merinding lembut.
"A-apa yang…?"
Harriet masih belum benar-benar bisa mencerna apa yang terjadi pada dirinya atau apa yang pria itu maksudkan saat Liam kemudian bertubi-tubi menyerang titik yang sama itu.
"Oh…! Oh– ahh… ahh…! Milord tunggu–"
Liam tersenyum menggoda dengan sepasang mata yang nakal. Ekspresi pria itu membuat Harriet merasa seperti terbully, tetapi pikirannya tak sempat memikirkan hal itu lebih jauh karena kemudian Harriet merasakannya lagi. Sensasi membuncah yang menyerangnya seperti gelombang besar.
"...Milord…"
Suara lemas menggairahkan yang Harriet bisikkan terdengar seperti setetes air yang menghancurkan kedamaian danau yang tenang. Konsentrasi Liam pecah begitu Harriet tiba-tiba mendesah panjang dengan tubuh yang mengejang. Mata lavender wanita itu yang tidak fokus dan mulutnya yang terbuka seketika mengundang Liam untuk menciumnya.
"Harriet, get pregnant for me," bisik Liam dengan suara serak.
Harriet kehilangan kesadarannya dalam euphoria putih.
Begitu Harriet memasuki puncaknya, Liam menusukkan sekali lagi kejantanannya di dalam diri wanita itu, melepaskan benih hangat yang memenuhi bagian dalam Harriet. Cairan hangat itu terus memenuhi Harriet–
"Hm–" Liam menggeram dalam di akhir klimaksnya.
Sebuah kelegaan kecil muncul dalam diri Harriet. Ia senang pria itu bisa terpuaskan dengan dirinya.
Saat Harriet sedang berusaha mengejar napasnya, ia melihat suaminya menarik napas panjang. Dan itu menjadi pertama kalinya Harriet melihat tatapan kosong di mata emas pria itu.
Pria itu menarik keluar dirinya dari dalam Harriet saat matanya kembali fokus. Rambut pirang panjang pria itu tergerai turun di bahunya yang lebar, lalu ia menyingkir dari atas tubuh Harriet.
"Uhuk!" Liam menyambar sapu tangan lain di meja sampingnya dan menutup mulutnya agar ia tidak memuntahkan darahnya dekat dengan Harriet.
Harriet memaksa tubuhnya bangkit dan mengambil sapu tangan lain untuk membantu Liam.
"Milord, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Harriet, dengan suara khawatir yang berusaha dibuatnya terdengar tenang. Ia tidak boleh panik.
"Biasanya aku tidak muntah darah sebanyak ini… ini karena aku terlalu excited…" Liam menoleh pada wanita itu yang dengan cepat mendatanginya dengan kepala dingin, padahal beberapa detik lalu wanita itu masih begitu bingung setelah masuk ke dunia baru.
"Saya bisa merasakan betapa 'excited' nya Anda," ucap Harriet membuat Liam tertawa. Pria itu melihat spermanya masih menetes keluar dari vagina istrinya tetapi wanita itu menatapnya dengan serius tanpa jejak rasa malu.
Dada Liam menghangat. Pria itu mengelap bersih bibirnya dari darah dan mencium dahi Harriet.
"Madamku baik-baik saja?" tanya Liam.
Harriet sebenarnya merasakan sesuatu yang perih menyebar di dadanya saat melihat pria itu muntah darah lagi. Bekas luka besar di dada pria itu membuatnya merasa nyeri di dadanya sendiri.
"Milord…"
Liam melihat kesedihan di mata Harriet, tetapi sebuah senyum lembut mekar di bibirnya.
"Anda melihat saya masih bisa bangun, jadi saya baik-baik saja," ucap Harriet malu-malu.
Alis Liam naik sedikit. Pria itu lalu memeluk Harriet ke pangkuannya.
"Baiklah. Aku tidak boleh mempermalukan diriku sendiri dengan terus-terusan muntah darah. Aku juga tidak bisa membuat Madamku mengira aku hanya bisa melakukannya satu ronde, kan?" bisik Liam dengan suara cabul.
Kata-kata pria itu entah mengapa membuat Harriet kesal. Namun saat sesuatu yang keras dan panjang telah menekan perut bagian bawahnya. Wajah Harriet mulai merona merah.
Yah, ia harus hamil cepat atau lambat. Sebaiknya mereka berusaha sebaik mungkin selagi Liam masih bangun. Karena itu, Harriet hanya mengangguk dengan wajah tersipu.
Liam tertawa kecil melihat pengantinnya tampak sangat menggemaskan.
Tawa pria itu menggelitik ujung hati Harriet. Ia ikut tertawa geli.
Dan malam itu, Liam berhasil membuktikan kata-katanya.