Ahmad dan Hilda memilih duduk santai di bawah pohon sambil menikmati angin pantai, di depannya ada es kelapa muda yang dibelikan oleh Reyhan beserta beberapa cemilan yang ia beli dari para pedagang di sekitar pantai.
Ahmad dan Hilda memilih diam dan sibuk dengan fikiran masing-masing, mereka tidak bisa menikmati liburan ini karena kefikiran dengan omongan Reyhan, mereka takut bahwa sebenarnya Reyhan menyindir mereka walaupun kenyatannya memang seperti itu.
"Mas, menurutmu apakah yang di omongin Reyhan tadi itu putri kita?" tanya Hilda setelah mereka lama bungkam.
"Entahlah, tapi feelingku mengatakan iya. Aku juga bisa melihat Reyhan seperti menyukai putri kita, namun ia berusahsa untuk menahannya, aku bukannya sok tahu, tapi sesama lelaki, tentu aku bisa melihat di matanya, ia menyukai kita bahkan lebih dari itu. Jika benar, apa yang di ucapkan oleh Reyhan adalah tentang Zahra, maka aku tak akan pernah memaafkan Andre," sahut Ahmad.
"Mas, jika aku boleh saranin, mending kamu cari tahu diam-diam, bagaimanapun ini menyangkut masa depan putri kita. Aku tak mau, Zahra di perlakukan seperti itu," saran Hilda.
"Ya, pasti setelah dari sini, aku akan meminta sesesorang untuk mencari tahu semuanya, kamu gak perlu khawatir. Jika omongan Reyhan terbukti, maka aku sendiri yang akan memisahkan putri kita dengan laki-laki seperti dia. Karena putriku tak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu,"
"Mas benar, selama ini bahkan aku memperlakukan Zahra dengan sangat baik, aku tak akan rela putriku di sia-siakan seperti itu," ujar Hilda.
"Entah kenapa tiba-tiba aku kefikiran mimpiku dulu Mas, bahkan Zahra pun juga memimpikan hal yang sama, bukan? Saat ia di jodohkan dengan Andre, sebelum pernikahan itu terjadi. Bukankah Zahra sudah mempunyai firasat yang buruk tentang pernikahannya, seharusnya kita sebagai orang tua itu peka, karena bisa jadi mimpi yang di alami oleh Zahra itu sebagai pertanda buruk tentang pernikahannya. Bahkan aku sendiri juga kan sudah merasa ragu dan gak mau meneruskan perjodohan ini, tapi kamu tetap saja kekeh dan hanya menganggap itu hanya sebagai mimpi belaka," lanjut Hilda mengingatkan tentang mimpi dia dan Zahra dulu sebelum Zahra resmi menjadi istri Andre.
"Sudahlah jangan bahas masa lalu, anggap saja itu pembelajaran untuk kita ke depannya agar kita lebih hati-hati dalam melangkah. Aku juga minta maaf sudah tak mendengarkan saranmu waktu itu. Sekarang kita harus fokus menyelesaikan masalah Zahra dan mencari tahu semuanya. Bagaimanaun sebagai seorang ayah, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya, bukannya aku mau ikut campur dengan rumah tangga anakku sendiri, tapi aku tak mau jika Zahra terus menderita jika tetap mempertahankan pernikahannya yang bahkan tak bisa memberikan dia kebahagiaan,"
"Baiklah Mas, aku setuju." Mereka pun terus mengobrol membahas masalah Zahra, putrinya.
Sedangkan Zahra sendiri, ia berjalan di pesisir pantai berdua dengan Reyhan sambil mengobrol sesuatu.
"Mas, aku mohon dengan sangat, apakah mas tadi menyindirku saat di mobil. Apakah yang mas bicarakan tadi itu adalah aku?" tanya Zahra penasaran.
"Kenapa kamu menanyakan hal itu, Za? Memang kamu sampai sekarang masih perawan kah? Atau kamu sering ditinggal oleh suamimu? Jika kamu gak merasa seperti itu, berarti itu bukan kamu. Tapi jika kamu merasakan hal itu, bisa jadi itu kamu. Jujur, aku gak bisa jawab pertanyaan kamu secara gamblang, lebih baik kamu cari tahu sendiri, bagimanapun itu urusan keluargamu. Iya kan? Masalah tadi di mobil, aku hanya membicarkan wanita yang aku cintai, yang hanya di nikahi lalu di abaikan begitu saja, dan ia hanya di anggap sebagai istri di atas kertas. Parahnya lagi, ia tak tahu kalau sekarang dia punya madu di luar sana yang kini tengah hamil muda," balas Reyhan tersenyum.
"Hmmm," Zahra hanya bisa menghela nafas kasar. Susah untuk Reyhan mengungkapkan dengan jelas. " Haruskah aku menyelidiki suamiku sendiri?" gumam Zahra dalam hati.
"Andai suamimu memang sudah menikah lagi, apa yang akan kamu lakukan, Za?" tanya Reyhan.
"Entahlah, mungkin aku akan memilih berpisah," jawab Zahra tanpa sadar.
"Bagus, itu memang keputusan terbaik, jangan sampai kamu diam saja saat suamimu mendzolimi kamu. Wanita berhak menggugat cerai jika suaminya tak bisa memperlakukan istrinya dengan baik," tutur Reyhan.
"Kenapa malah bahas aku ya, kita bahas yang lain saja ya," ujar Zahra yang gak enak hati karena aib rumah tanggannya sedang di bicarakan.
"Baiklah, oh ya besok kamu mau ikut aku gak ke Bandung?" tanya Reyhan.
"Bandung, memang mau apa ke sana?"
"Loh aku kan mau buka cabang baru di sana, Za. Bukankah kemarin sudah kita bahas saat rapat?" tanya Reyhan.
"Oh ya maaf, aku lupa. Baiklah, tapi kita di sana gak lama kan?"
"Enggaklah, Za. Paling lama juga tiga hari, tapi aku usahakan dua hari sudah selesai dan kita bisa pulang,"
"Oke, besok Mas jemput aku di rumah Abah ya karena aku tinggal di sana soalnya,"
"Oke, siap." Mereka terus berjalan tanpa gandengan tangan seperti yang lainnya. Karena memang Reyhan dan Zahra bukanlah sepasang kekasih, jadi mereka harus bisa jaga diri dan jaga jarak agar tak sampai bersentuhan satu sama lain.
Setelah puas jalan-jalan, mereka pun akhirnya kembali dan kumpul bersama Ahmad dan juga Hilda sambil menikmati es kelapa muda. Rasanya memang nikmat minum es kelapa di dekat pantai seperti ini. Apalagi di temani cilok dan cemilan lainnya.
"Kita foto bareng yuk, sebagai kenang-kenangan," ajak Reyhan.
"Boleh," jawab Ahmad.
Reyhan pun mengambil Hp nya dan mulai mengambil foto dirinya bersama Zahra dan kedua orang tuanya. Lalu ia mengambil foto dirinya bersama Zahra, hanya berdua. Lalu terakhir ia mengambil foto Zahra bersama kedua orang tuanya saja.
"Mas, kirim ke aku ya fotonya," pinta Zahra.
"Oke." Reyhan pun mengirimkan foto yang ia ambil barusan. Tak lupa diam-diam ia menjadikan foto dirinya bersama Zahra tadi sebagai walpaper di hp nya agar setiap kali menghidupkan Hp nya, ia bisa melihat foto dirinya bersama Zahra, walaupun tak romantis, setidaknya foto berdua seperti itu sudah lebih dari cukup.
Setelah puas menikamati pantai, barulah Reyhan mengantarkan Zahra dan kedua orang tuanya pulang. Karena mobil Ahmad masih berada di bengkel dan baru nanti sore akan di antar ke rumahnya oleh orang yang tadi pagi membawanya ke bengkel.
Sepanjang jalan, mereka pun ngobrol santai. "Oh ya Bah, Umi. Besok aku dan Mas Reyhan mau ke Bandung, gak papa kan?" tanya Zahra.
"Ngapain ke Bandung?" tanya Ahmad.
"Aku sama Mas Reyhan mau melihat perkembangan cabang perusahaan Mas Reyhan yang ada di sana. Sebagai sekertarisnya kan memang aku di wajibkan ikut kemanapun Mas Reyhan pergi selama itu masih menyangkut masalah pekerjaan," jawab Zahra menjelaskan.
"Hanya kalian berdua yang pergi?" tanya Hilda.
"Iya Umi, Umi ga perlu khawatir, insyaAllah aku bisa jaga diri baik-baik. Lagian juga ini bukan pertama kalinya, aku bahkan sudah pernah pergi berdua sama Mas Reyhan selama tiga hari. Dan Alhamdulillah aku dan Mas Reyhan gak sampai melakukan hal-hal yang aneh, kami berusaha jaga jarak," sahut Zahra.
"Baiklah. Reyhan, Om titip putri Om ya," ujar Ahmad.
"Siap, Om. Tenang saja, aku akan berusaha menjaga dan melindunginya sebisa dan semampu aku," jawab Reyhan tegas membuat Ahmad tersenyum.
Setelah beberapa jam berada di dalam mobil, akhirnya mereka pun sudah sampai di depan rumah Ahmad. Zahra dan kedua orang tuanya pun turun dari mobil.
"Kamu gak masuk dulu?" tanya Ahmad.
"Maaf Om, aku gak bisa. Karena masih ada urusan," jawab Reyhan tersenyum.
"Baiklah, hati-hati di jalan,"
"Iya, OM. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah itu, Reyhan pun menganggukkan kepala kepada mereka bertiga, sebelum akhirnya ia mengemudikan mobilnya pergi entah kemana.
Setelah mobil Reyhan pergi, barulah Zahra dan kedua orang tuanya masuk ke dalam rumah.