webnovel

Isekai Medic and Magic

Tentang seorang Sarjana Kedokteran yang bodoh dan pemalas. Entah bagaimana caranya dia bisa mendapatkan titel itu dulu. Namun sekarang, setelah ia tertabrak truk dan mengalami koma, jiwanya dikirim ke dunia lain dengan tubuh yang baru! Dia memulai hidupnya di dunia yang baru. Berpetualang tidak tentu arah dengan berbekalkan sedikit ilmu medis yang ia dapatkan dari kuliahnya dan cheat yang dihadiahkan oleh seorang dewi. Di dunia paralel yang penuh dengan magic dan makhluk mistis!

FranticDoctor · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
165 Chs

Chapter 4

*TOOOOOOOOONNNNNN!!!*

*Brraaakkk!*

.....

.....

.....

*Biidoo biidoo biidoo biidoo*

.....

.....

.....

Flashback 15 tahun sebelum chapter Prologue sampai chapter 3 terjadi...

"Oweeek oweeek oweeek!"

Loh? Kenapa suaraku jadi seperti bayi? Bukankah aku tadi sedang berjalan menuju sekolahku? Aku hari ini ada ujian semester! Aku harus bergegas ke sekolah! Tadi aku hampir telambat! Tapi ini kenapa tiba-tiba semuanya menjadi gelap!?

"Faras! Selamat! Anakmu perempuan dan dia sangat sehat!"

"Syukurlah... Cantiknya... Dia memiliki telinga yang lancip, tapi tidak panjang sepertiku... Dan hidungnya... Pesek seperti Papanya... Kulitnya putih dan lembut... Ahh... Cantiknya anak kita, Donero!"

"Nilfaras, istriku... Terima kasih atas perjuangan dan pengorbananmu selama ini..."

"Aku nggak akan bisa sekuat ini tanpa kamu di sisiku, suamiku tercinta..."

Eh? Obrolan tentang apa barusan itu? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa? Dan... Kenapa rasanya aku haus sekali? Apa yang terjadi pada diriku!?

"Jadi, apa kalian sudah menetapkan nama untuk anak kalian?"

"Hm! Sudah! Karena anak yang lahir adalah perempuan, maka kami akan menamainya dengan... Anvily Seleza."

Anvily Seleza? Maksudnya, mereka memberiku nama baru? Atau nama itu untuk orang lain?

Kemudian aku merasakan sebuah belaian tangan yang hangat di kepalaku. Lalu, orang yang mengelus kepalaku ini berbisik di telingaku.

"Anakku, Anvily Seleza... Kamu akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tegar untuk menghadapi kejamnya dunia ini... Papa dan Mama akan selalu menjagamu selama kami hidup. Tapi untuk sekarang, minumlah susu yang banyak dan beristirahatlah. Kamu sudah berjuang keras untuk keluar dari perut Mama."

Wah? Suara bisikan wanita itu, ditambah belaian tangannya, membuatku merasa nyaman dan bahagia! Kenapa bisa seperti ini? Aku tidak mengerti!

Berikutnya aku merasakan sesuatu yang lembut ditempelkan ke bibirku. Seketika pula, rasa haus yang kurasakan jadi meningkat sebanyak 284759264 kali lipat!

Haamm!

Refleks, aku memasukkan entah apa itu ke dalam mulutku. Dan cairan hangat yang terasa sangat gurih mengalir keluar dari ujungnya. Rasa haus dan lapar di tubuhku semakin menggila! Aku menghisap sesuatu yang masuk ke dalam mulutku ini dengan buas. Aku tak dapat mengendalikan lapar dan dahagaku lagi! Seluruh jiwa ragaku tak terkendali lagi!

*Glek glek glek glek*

Semakin kuhisap dan kutelan cairan itu, semakin banyak yang keluar dan semakin gurih pula rasanya. Luar biasa! Enak sekali rasanya! Dan perlahan, lapar dahaga yang kurasa semakin memudar. Semakin puas diriku. Dan semakin tenang jiwaku.

"Faras... Lihat Anvily, dia lapar sekali sepertinya..."

"Hihi... Sabar, nak... Sabar... Ini semuanya punya Anvi... Aduh, pelan-pelan... Hihi..."

***

Hari demi hari berlalu begitu saja. Beberapa hari pertama, pandanganku masih gelap. Tapi di hari ke-4, aku sudah bisa melihat. Sepertinya karena mataku belum terbuka hingga kemarin.

Yang pertama kulihat adalah... Tanganku. Tanganku mungil sekali. Seperti tangan bayi. Eh, apa tanganku memang tangan bayi? Berarti, tubuhku menjadi bayi!?

Kucoba ingat-ingat lagi hal terakhir yang kualami sebelum menjadi seperti ini. Pagi hari, aku sedang berjalan kaki menuju sekolah dengan terburu-buru karena hari itu ada UTS dan aku hampir terlambat.

Dan... Hal terakhir yang kudengar adalah... Bunyi klakson bus dari belakangku. Bus? Atau truk? Ah, sepertinya tidak ada truk yang lewat di jalan yang biasa kulalui. Hanya bus yang lewat di jalan itu dan memiliki bunyi klakson seperti itu. Lalu setelah itu pandanganku jadi gelap.

Dan ketika aku sadar, aku sudah seperti ini. Apa aku mati ditabrak bus? Hmm... Apa lagi kemungkinan lainnya?

Berarti, aku mati ditabrak bus, lalu bereinkarnasi ke tubuh bayi ini. Tapi, kenapa ingatanku tentang kehidupan sebelumnya masih ada? Aneh.

Ah! Aku haus dan lapar lagi!

"Oweek oweeeek oweeek!"

Hahah... Aku benar-benar telah menjadi seorang bayi. Suara tangisanku ini... Menyebalkan sekali.

Waaa datang! Sumber air kehidupanku datang! Berikan! Berikan puting lezat itu kepadaku! Cepat buka baju dan bra-mu! Aku lapaaaar!

*Nyot nyot nyot nyot*

Aaaahhh nikmaaaat! Lezaaat! Terima kasih tante elf cantik!

Eh... Tante? Bukan. Bukan tante. Itu adalah... Ibu dari tubuh bayi yang kutempati ini. Dengan kata lain, wanita ini adalah ibuku. Ya, aku harus membiasakan diri dengan ibu baru.

"Uuu anakku laper... Ini, nak... Minumlah ASI Mama sepuasmu sampai kenyang... Minum yaaa... Jangan nangis, sayang..."

Tak kusangka, suara ibu baruku begitu menenangkan. Seperti... Morfin. Ya, seperti morfin. Atau jangan-jangan di ASI-nya juga ada kandungan morfin? Apapun, yang penting lapar dahagaku hilang dulu.

***

Sudah setahun berlalu. Tubuh bayi yang kutempati ini sudah semakin besar. Tiga kali lipat dari ukuran waktu awal dulu, kalau aku tidak salah.

Aku sedang berlatih untuk berjalan. Kalau sekedar berdiri atau merangkak, aku sudah bisa. Tapi, ketika kucoba melangkah, kaki-kaki mungil ini masih terlalu lemah. Maksimal, baru dua langkah sudah terjatuh.

*Jedug*

"Oweeeeeeeeeeeeekkk!!!"

Aduh sial! Posisi jatuhku buruk sekali! Aku terjatuh dengan wajah duluan membentur lantai. Sakiiiiiiit!

"Anakkuuu!!! Anakku kamu nggak apa-apa!?"

Ibuku-- bukan. Mamaku. Mama panik melihat aku menangis kuat. Dengan wajah terjerembab rata di lantai.

"Oweeeeeeeeeeeekkk!!!"

"Ya ampun! Papaaaa! Bibir Anvi berdarah!"

Ya ampun. Pasti bibirku terbentur dengan lantai dan tertusuk oleh gigiku yang baru tumbuh. Pantas rasanya sakit sekali.

"Apa!?!? Kok bisaaa!!! Kamu bisa jaga anak nggak sih!?"

Udah, Pa... Bukan salah Mama. Ini salahku karena terlalu memaksakan diri.

"Maafkan Mama... Mama hanya meninggalkannya beberapa detik untuk mengambil cemilan... Maafkan Mama, Nak... Huuhuuu..."

Aduh, Mama jadi menangis. Aku harus berhenti menangis.

"Huf... Huf... Ma!"

"Loh? Eh? Mama! Berhenti nangis! Dia manggil Ma barusan!"

"Hiks... Ma? Anakku manggil Ma?"

"Huf..... Ma!"

Aku berhasil menggerakkan mulutku untuk memanggil Mama walaupun baru bisa satu suku kata.

"Eh? Iyaaa!"

"Tu-tunggu, Ma... Bibirnya yang berdarah... Lihat... Lihat!"

"Ha? Apa yang sedang terjadi, Pa? Kenapa bibir yang berdarah itu jadi bercahaya biru? Wah... Darahnya... Perlahan hilang... Dan... Dan... Lukanya... Perlahan-lahan sembuh sendiri!?"

"Ma, anak kita... Anak kita... Sepertinya dia punya bakat magic tipe healing yang sangat tinggi!"

Eh, tunggu. Tunggu. Apa yang Papa bicarakan? Magic tipe healing? Apa itu? Ya, aku memang berusaha menahan sakitku dan berhenti menangis barusan. Dan memang sakit yang kurasa tadi, tiba-tiba menghilang...

Tapi... Magic? Di kehidupan baruku ini ada magic? Dan... Aku bisa mengeluarkan magic? Healing? Berarti magic untuk menyembuhkan luka? Padahal aku kan masih bayi?

"Luar biasa. Anak kita luar biasa, Ma!"

"Di usia yang baru aja menyentuh satu tahun, dia udah mampu mengeluarkan magic Recovery? Sebesar apa bakatnya!?"

Aku bingung. Aku tidak ada ide sama sekali dengan semua yang terjadi.

***

Tiga tahun setelah itu, berlalu dengan biasa saja. Paling, setiap aku terluka, aku bisa menyembuhkan diri sendiri hanya dengan keinginan di dalam hati saja.

Sekarang aku sudah bisa bergerak bebas. Berlari, berbicara, bahkan jungkir balik di kasur pun aku bisa. Tapi salto miring belum bisa.

"Mama! Anvi main di belakang yaa!"

"Hati-hati ya sayang! Jangan jauh-jauh!"

"Iya, Mama!"

Mama sudah membebaskanku bermain sendiri sekarang. Baiklah, aku main di halaman belakang rumahku. Halaman belakang sebenarnya adalah semak belukar yang selalu dibersihkan oleh Papa secara berkala.

Rumah kami di perkampungan kecil, dimana jarak antar rumah sangat jauh. Masih banyak pohon-pohon besar dan juga semak yang memisahkan rumah satu dengan lainnya. Aku juga tidak diperbolehkan bermain jauh. Akibatnya, aku hanya bisa bermain sendiri. Tidak apalah.

Di kehidupan sebelumnya juga aku tidak punya banyak teman karena aku memang lebih suka menyendiri. Aku bisa menemukan kesenangan sendiri dan menikmatinya sampai lupa waktu.

Eh? Ada burung Parkit biru di tanah? Kenapa dia? Dia masih bergerak mengepakkan sayapnya tapi tidak bisa terbang...

Coba kulihat...

"Eit... Tenang ya burung Parkit... Jangan marah... Aku liat dulu sayapnya..."

Loh, salah satu tulang sayapnya patah? Kenapa bisa patah? Apa terbentur sesuatu?

Hmm... Apa aku bisa menyembuhkannya? Seperti aku menyembuhkan lukaku sendiri?

Aku tidak tahu bagaimana caranya. Apa bisa dengan diniatkan dalam hati saja? Ah, aku coba dulu.

Kudekatkan telunjukku kepada bagian sayap yang terlihat bengkok. Lalu aku berkonsentrasi pada kalimat 'sembuhkanlah sayap burung yang patah ini' di kepalaku.

Saat itu, secara perlahan, cahaya kebiruan muncul dari ujung telunjukku, lalu melingkupi seluruh bagian bengkok dari burung Parkit tersebut. Perlahan pula, bagian yang bengkok itu kembali pada posisi yang seharusnya.

"Kiiip kiiip!"

Burung Parkit biru itu berkicau sebentar lalu terbang kembali meninggalkanku. Mungkin kicauan barusan adalah ucapan terima kasih darinya kepadaku. Aku tidak mengerti bahasa binatang. Mungkin, suatu saat aku bisa bertemu dengan seseorang yang bisa bahasa binatang? Banyak misteri bagiku di dunia ini.

Tapi yang jelas, aku bisa megeluarkan magic untuk menyembuhkan seekor burung. Apa lagi yang bisa kulakukan dengan magic ini selain menyembuhkan ya? Aku harus mencoba segala kemungkinan magic dimulai dari yang serumpun dengan skill magic untuk menyembuhkan.

Atau, aku bisa bertanya kepada Mama?

***

"Aduh!" Mama berteriak dari dapur.

"Mama kenapa?" Kataku sambil berlari menuju dapur.

"Nggak apa-apa, Anvi... Tangan Mama cuman tergores dikit waktu memotong ikan."

"Mama sakit?"

"Enggak... Kan cuman gores dikit..." Jawab Mama sambil berusaha menahan sakitnya.

"Anvi bisa sembuhin goresnya Mama!"

"Eh? Anvi bisa beneran?" Mama kelihatan tidak percaya.

"Sini tangan Mama..."

"I-ini.."

Kupegang tangan Mama yang terluka. Lukanya memang kecil. Malah, sudah tidak berdarah lagi setelah dibalut sebentar oleh Mama dengan kain. Tapi aku yakin perihnya masih terasa. Yak, akan kucoba menyembuhkan luka di tangan Mama seperti yang kulakukan kepada Parkit beberapa hari yang lalu.

Kudekatkan telunjukku ke luka gores di tangan Mama, lalu berkonsentrasi. Persis seperti waktu itu. Cahaya biru muncul dari ujung telunjukku menutupi area luka di tangan mama. Lalu, perlahan, luka gores itu merapat dan menyatu kembali. Seolah-olah tidak pernah terkena sayatan pisau sama sekali.

"Waaah! Anvi! Kamu! Kamu hebat sekali, sayang! Mama bangga sama Anvi!"

"Ehehehee..."

***BERSAMBUNG***

______________________________________

Halo! Update-nya jadi lama karena Author baru saja mulai bermain mobel lejen. Untuk update berikutnya, bisa jadi lebih lama lagi. Anyway, silahkan vote dan komentar. Terima kasih!

Nama penting di chapter ini :

- Anvily Seleza, Light Mage, Half-Elf.