webnovel

In Your Hand

"Jadi," Adam kembali menatap Akari. "Kau ingin kencan kemana My Lady? Aku akan membawamu kemana pun kau memintaku." "Pergilah mati ke neraka," jawab Akari cepat. Adam tertawa lebar mendengar jawaban Akari, "Ucapanmu semakin membuatku ingin memilikimu Akari," Akari melayangkan pandangan marah sebelum dia menutup mata untuk menenangkan diri. Beberapa kali menghela nafas panjang. Dia tidak boleh emosi karena itu hanya akan membuat Adam senang. Akari hanya ingin bebas. Sementara Adam hanya ingin mewujudkan janji mereka berdua saat kecil. Tapi takdir berkata lain ketika Akari memiliki kartu Joker.

hikarimai · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
10 Chs

Twins

Pemotretan hari ini bertema fairy kingdom dengan Adam sebagai raja dan Akari sebagai ratu. Gaun kerajaan yang dipakai Akari berwarna putih pucat dengan hiasan kupu-kupu disana-sini, kemudian ada sepasang sayap peri yang disematkan di punggungnya. Adam pun tak jauh berbeda dengan pakaian ala kerajaan yang serasi dengan Akari lengkap dengan hiasan sayap. Keduanya melakukan pose selama dua jam berganti-ganti lokasi antara bangunan kastil dan taman bunga. Tema pemotretan hari ini adalah kemesraan penguasa fairy kingdom.

Setelah pemotretan selesai, dilanjutkan dengan makan siang bersama di restaurant dekat kastil. Kedua agenda tersebut sudah disiapkan ibundanya untuk mempererat hubungan Akari dengan Adam. Foto-foto tersebut akan digunakan sebagai salah satu foto pra-wedding mereka kelak. Akari, tentu saja, tidak bisa membantahnya.

Sambil menunggu, mata Akari berkeliling ruangan. Suasana khas jaman medieval dengan sentuhan bata besar-besar berwarna krem, chandelier besar di tengah ruangan semakin menambah suasana romantis di bangunan tua ini. Tiba-tiba mata Akari bertatapan dengan dua anak kembar, laki-laki dan perempuan berusia sekitar duabelas tahun. Keduanya pun terlihat sedang memperhatikan Akari.

Akari tersenyum dan melambai yang dibalas juga dengan lambaian dan senyum keduanya dengan sumringah.

"Kau sedang apa?" tanya Adam yang duduk di seberangnya, dari tadi dia pun sebenarnya sedang memperhatikan Akari.

"Kau lihat anak kembar di seberang? Mereka lucu sekali," gumam Akari kembali menatap Adam.

Adam melirik dari balik punggung Akari mencari objek yang di maksud, kemudian dia menghela nafas panjang. "Kita bisa ngobrol dengan mereka berdua nanti jika kau mau," ucapnya kemudian.

"Kau kenal dengan mereka berdua?" tanya Akari antusias.

"Hmmm… mungkin?" Adam balik bertanya. "Lagipula kenapa kau sangat ingin mengenal mereka? Kau ingin punya anak kembar?"

"Entahlah… sepertinya lucu saja melihat mereka berdua. Bisa memakai baju yang lucu-lucu yang sama bersama," jawab Akari.

"Mereka adalah manusia bukan boneka mainan," tambah Adam. "Dan siapa ayah anak kembarmu? Aku? " dia menatap Akari dengan senyuman tipis di bibirnya.

"Mimpi saja kau," balas Akari tak mau kalah. "Lagipula keluargaku tak memiliki gen keturunan kembar, jadi—kenapa aku harus menceritakan semua ini kepadamu?!" wajah Akari bersemu merah, menyadari bahwa dia sudah terlalu banyak bercerita. Dia bahkan belum memikirkan apakah nanti dia akan benar-benar menikahi Adam atau tidak. Tapi, mereka sudah bertunangan bukan? Meski ini adalah pernikahan politik, apakah dia juga harus tetap memiliki anak dengan Adam? Memikirkannya membuat Akari semakin pusing.

"Kau sedang berpikir apakah pernikahan politik ini harus ada keturunan kan? Tentu saja ada. " Adam menyeringai tipis melihat wajah panik Akari, dia sedikit mendekat agar bisa berbicara lirih. "Dan aku akan sangat menantikan malam pertama,"

Wajah Akari bersemu merah mendengarnya. Ingin sekali dia menamparnya tapi saat ini mereka berada di tempat umum. Jadi dia lebih memilih untuk diam.

Beruntung makanan datang tak lama kemudian sehingga Akari bisa memusatkan pikirannya untuk memotong-motong daging steak dan meniup sup jagung yang masih panas.

Disadari atau tidak, kedua anak kembar tadi memperhatikan Adam dan Akari sejak tadi sementara keduanya makan siang.

Selesai makan, Adam mengajak Akari ke sebuah taman yang berada di belakang restoran, mereka berjalan-jalan menyusuri petak-petak taman bunga dan masuk ke sebuah labirin kecil. Di tengah labirin, mereka bertemu kembali dengan anak kembar tadi.

"Hai, kita bertemu lagi," sapa Akari riang sambil mendekati kedua anak kembar tersebut.

Kali ini pandangan keduanya tertuju ke Adam yang terlihat waspada, keduanya tersenyum manis kepadanya.

"Let's play my lord," ujar si laki-laki. "Ah, namaku Didi, dia Dila,"

"My lord?" Akari memandang Adam juga kedua anak kembar bergantian dengan bingung.

Adam tersenyum tipis, "Mereka adalah Jack dan Queen Diamond. Mereka masih kartu tunggal dan kami harus melakukan permainan agar mereka bisa sepenuhnya bersamaku atau menjadi kartu mandiri,"

"Ah… jadi begitu, pantas saja," gumam Akari paham. "Kalian akan bermain apa?"

"Mereka yang akan menentukannya," jawab Adam. "Jika aku menang, mereka akan bersamaku. Jika aku kalah, maka mereka menjadi kartu bebas,"

"Memangnya kau bisa menantang Ace lain jika kau tidak mengumpulkan semua kartu?"tanya Akari memastikan

"Tidak. Karena itu aku harus memenangkan kartu mereka berdua," jawab Adam. Dia kemudian berpaling menatap si kembar. "Kita akan bermain apa hari ini?" bersamaan dengan ucapan Adam, Ace Diamond muncul di sebelahnya.

"Aku ingin dia ikut bermain," Dila menunjuk Akari dengan mantap. "Kita main petak umpet, tidak seru jika hanya bertiga"

"Aku tidak mengizinkan," geram Adam cepat. Dia masih belum yakin apakah kedua anak kembar ini berbahaya atau tidak.

"Aku tidak masalah," Akari mengangguk mantap.

Adam memberikan tatapan khawatir tapi Akari membalas tatapannya, meyakinkan Adam bahwa hal itu tidak perlu sama sekali. Bagi Akari, semua ini hanya permainan ilusi biasa. Tidak ada yang perlu ditakutkan.

"kalau begitu sudah diputuskan," ucap Dila dan Didi bersamaan. Keduanya mengeluarkan kartu milik mereka, Dila mengeluarkan kartu Queen Diamond dan Didi mengeluarkan kartu Jack Diamond.

"Kau jangan jauh-jauh dariku," pinta Adam kepada sambil mengeluarkan kartu Ace Diamond.

"Game Start!" ketiganya berteriak secara bersamaan dan pada saat itu juga sebuah pelindung yang melebar hingga mengelilingi labirin terbentuk.

"Seperti biasa, Ace yang akan jaga" Didi langsung menuju ke salah satu tiang tinggi yang tiba-tiba muncul begitu saja di sebelahnya. "Sebelah sini," dia menunjuk Adam agar segera menuju ke tiang yang ditunjuk.

"Bersembunyilah di tempat aman, jangan sampai mereka bersembunyi bersamamu," bisik Adam. Dia menatap Akari sekilas sebelum akhinya menuju ke tiang jaga.

Di dalam hati, Akari mulai menyadari bahwa permainan ini mungkin bisa saja berbahaya. Entah si kembar akan melakukan trick menakutkan atau tidak, dia akan berhati-hati.

Adam membalik muka dan menutup mata, mulai menghitung angka.

"Satu…. Dua… tiga…"

Tak mau buang-buang waktu, Akari segera berlari dan mencari tempat persembunyian. Dia tak peduli Adam akan bisa menemukannya atau tidak. Tapi yang jelas, dia tak ingin tempat persembunyiannya di ketahui mereka.

Tujuan utama Akari adalah keluar dari maze. Joker sudah memberitahunya bahwa saat game dimulai, tempat ini berada di dimensi virtual sehingga tidak ada orang lain selain mereka berempat. Setelah keluar dari labirin, Akari berlari cepat masuk ke dalam restoran. Dapur dan ruang penyimpanan dia lewati karena itu pasti tempat yang akan dilihat pertama kali. Dia memilih pergi ke lantai dua. Ada ruang ganti karyawan disana dan Akari memilih bersembunyi di salah satu lemari ganti. Berharap tidak akan ada yang mencarinya kesana.

Satu menit… sepuluh menit… setengah jam… satu jam… Akari terus terdiam sambil berusaha mendengarkan bunyi apa pun yang berseliweran, tapi kosong. Hening. Bahkan menurutnya ini terlalu hening. Dia ingin memanggil Joker tapi takut percikan energinya membuat si kembar menyadari keberadaan dirinya.

Adam… semoga kau segera menemukanku, doa Akari dalam hati. Adam sudah berjanji kepadanya dan Akari percaya kata-kata tersebut. Sejauh ini Adam belum pernah melanggar janjinya jadi Akari memilih untuk percaya dan menunggu.

Entah sudah berapa puluh menit atau mungkin jam berlalu. Akari semakin khawatir tapi tidak berani keluar. Dia pun sudah berjanji. Apa pun yang terjadi dia akan menunggu disini.

"Akari…" Diamond Ace tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Ace! Adam?" tanya Akari panik. Bersamaan dengan itu pintu lemari terbuka dan terlihat Adam dengan wajah bersimbah keringat.

"Ketemu…" ucap Adam tersenyum lega.

Akari berpaling menatap Adam. Segera saja dia keluar dari lemari dan memeluk Adam dengan erat selama beberapa detik sebelum akhirnya melepas lelaki yang masih terkejut karena tingkahnya. Rasanya batu yang ada di hati Akari telah hancur berganti dengan cahaya terang. Meski begitu dia tak mau mengakui apa pun.

"Ayo!" Akari memilih berjalan lebih dulu keluar dari restoran menuju ke tengah labirin. Dia masih sibuk menata hatinya. Kenapa dia tadi spontan memeluk Adam? Apa karena rasa takut terkurung di dalam terlalu lama? Atau karena dia tidak tahu apa yang terjadi diluar selama dia bersembunyi? Atau dia merasa sangat lega karena Adam yang menemukannya? Entahlah. Akari tidak ingin memikirkan jawaban pasti kenapa dia melakukannya.

"Akari…." Adam mengekor di belakang Akari, masih dengan perasaan bingung dan shock. Senang itu jelas tapi dia tidak menyangka bahwa Akari akan memeluknya. Skenario yang sering terjadi adalah dia menggoda Akari. Tapi sekarang ini Akari yang justru memeluknya terlebih dahulu. "Akari…"

"Aku tak mau membahasnya," ucap Akari padat singkat dan jelas.

"Bukan itu, bagaimana…"

"Aku tak mau membahasnya!" tambah Akari lagi.

Adam sebenarnya ingin menanyakan keadaan Akari tapi melihat sikapnya, sepertinya Akari baik-baik saja. Mereka tiba dengan cepat di tengah labirin. Dila dan Didi sedang asyik bermain sendirian.

"Kalian lama sekali, kami bisa dicari orangtua kami kalau terlalu lama bermain," celatuk Dila.

"Maaf…" kali ini Akari yang meminta maaf. "Jadi… kalian kalah?"

Dila dan Didi berpandang sekilas sebelum kembali menatap Akari, "Secara Teknik, kami tidak keberatan bergabung. Tapi peraturan tetap harus dijalankan. Dan kami tidak bisa semudah itu menyodorkan diri kami. Para kartu yang sebenarnya menilai apakah kak Adam layak menjadi Ace atau tidak," jelas Didi

"Jadi begitu," gumam Akari paham.

Adam menarik kembali diri mereka dari dimensi virtual, terlihat burung dan serangga berseliweran di atas kepala. Mereka berempat akhirnya memilih keluar dari labirin.