webnovel

In Your Hand

"Jadi," Adam kembali menatap Akari. "Kau ingin kencan kemana My Lady? Aku akan membawamu kemana pun kau memintaku." "Pergilah mati ke neraka," jawab Akari cepat. Adam tertawa lebar mendengar jawaban Akari, "Ucapanmu semakin membuatku ingin memilikimu Akari," Akari melayangkan pandangan marah sebelum dia menutup mata untuk menenangkan diri. Beberapa kali menghela nafas panjang. Dia tidak boleh emosi karena itu hanya akan membuat Adam senang. Akari hanya ingin bebas. Sementara Adam hanya ingin mewujudkan janji mereka berdua saat kecil. Tapi takdir berkata lain ketika Akari memiliki kartu Joker.

hikarimai · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
10 Chs

Danger!

"Saya mewakili ibu karena beliau memiliki tugas yang tidak bisa beliau tinggalkan, sebagai wakil dari ibu saya, saya meminta maaf," dia menundukkan kepala sejenak, "Dalam kesempatan ini, saya ingin menceritakan sedikit pengalaman saya saat kecil, Indonesia adalah Negara yang indah, kelestarian alamnya terjaga sejak jaman dahulu. Saya senang membaca buku karena berkat membaca, saya bisa mengetahui bahwa Indonesia adalah Negara dengan kelestarian alam yang sangat indah, pantai-pantai, gunung-gunung serta danau-danau yang ada di seluruh pulau merupakan kekayaan alam yang harus kita jaga. Jika bukan kita yang menjaga kelestarian ini, anak cucu kita tidak akan bisa menikmatinya kelak."

"Karena itu, dalam acara ini," Akari memandang Nyonya Emilia sekilas, beliau mengangguk, "Saya dan Nyonya Emilia akan bekerjasama dalam program konservasi alam dan pengawasan DNA hewan-hewan lokal Indonesia bernama 'Mamoru'. Kami berharap program ini mampu menjaga keaslian alam dan hewan-hewan Indonesia dari eksperimen-eksperimen yang tidak bertanggung jawab."

Para penonton bertepuk riuh, Akari tersenyum dan menunduk ke Nyonya Emilia sebelum kembali ke tempat duduknya. Dari sudut mata, dia bisa melihat Adam berjalan mendekat untuk menyambutnya.

"Ucapan yang bagus," Adam mengulurkan tangan untuk membantu Akari turun tangga. Senyum menggoda menghiasi wajahnya.

"Terima kasih," Akari menerima uluran tangan dengan anggun, tetap tersenyum meskipun dalam hati dia tak ingin bertemu dengan para kandidat suaminya. Terutama Adam! "Aku tidak tahu kalau kau suka ikut acara seperti ini."

"Tidak juga," Adam berjalan lambat disebelah kanan Akari, "Aku juga datang mewakili ayahku. Kalau aku sendiri, aku tidak terlalu suka dengan pesta. Tapi jika di pesta itu ada dirimu, aku tidak keberatan," dia mengedip nakal.

Dasar Perayu! Teriak Akari dalam hati, "Sayang sekali, aku juga tidak terlalu suka dengan pesta, aku takut dengan keramaian dan laki-laki mesum yang suka menggoda wanita hanya karena dia punya wajah tampan," ucapnya dengan nada sopan.

Adam tertawa, "Maaf atas ketidaksopananku nona, aku bukan laki-laki mesum seperti yang kau ucapkan, aku hanya ingin mengenal dirimu,"

"Kau mulai lagi, Adam," dengus Akari. "Apa kau tidak takut aku akan memanggil bodyguard untuk mengusirmu atau bahkan memasukkanmu ke penjara?"

Adam menyeringai memamerkan gigi putihnya, "Silahkan saja, aku tidak takut,"

Mereka berdua sampai di tempat duduk Akari, kali ini Adam ikut duduk di sebelahnya, tidak peduli dengan tatapan iri dari laki-laki lain yang juga berniat mendekati Akari.

"Kenapa kau ikut duduk disini?" protes Akari.

"Aku hanya ingin mengambil kesempatan," jawab Adam cepat, "Sebagai salah satu kandidat dari suamimu, aku harus menggunakan setiap kesempatan yang tersedia agar ayahmu memilihku,"

Akari terkejut, dari seluruh kandidat yang ditunjukkan ayahnya, hanya Adam yang berani untuk mendekati Akari secara langsung. Hampir seluruh kandidat lebih mementingkan untuk mengambil hati ayahnya, "Kau terlalu terus terang dengan tujuanmu."

"Tentu saja," Adam mengambil dua gelas berisi jus jeruk dari waitress yang lewat, dia menawarkan satu gelas ke Akari yang diterima dengan senang hati. "Aku sudah memutuskan untuk menjadikanmu istriku, terlepas dari siapa ayahmu. Apakah kau masih ingat dengan artis cilik Indonesia yang diundang khusus ke acara ulang tahunmu sepuluh tahun yang lalu disini?"

Akari mengerutkan dahi, mencoba mengingat acara ulang tahun ke dua belasnya di Indonesia, dia ingat kakeknya pernah mengundang salah satu artis cilik Indonesia untuk memeriahkan acara, anak laki-laki berumur tak jauh dari dirinya, dia memberi kado sebuah deck kartu yang masih dia simpan sampai sekarang. Akari shock sekaligus terkejut, "Kau… jangan bilang kalau kau…"

Senyum kemenangan menghiasi wajah Adam, "Kalau begitu aku tidak akan bilang," dia duduk bersender dengan penuh rasa kemenangan.

Akari ingat, dia sangat mengidolakan artis kecil ini bahkan sampai mengiriminya surat. Isi surat tersebut adalah fantasi seorang penggemar kepada idolanya, berharap dia bisa tetap bersama sang idola untuk selama-lamanya. Tapi itu sudah sepuluh tahun berlalu! Astaga! Kenapa dia harus muncul lagi sekarang! Jangan bilang dia akan menagih janji bahwa aku bersedia untuk menikahinya?! dalam hati Akari berteriak panik.

Adam bisa merasakan kepanikan dari wanita disebelahnya, mau tak mau dia tertawa melihat wajah panik Akari, "Kau manis sekali kalau sedang panik,"

Akari bisa merasakan wajahnya berubah memerah karena malu, bisa-bisanya dia menggodaku! Teriaknya dalam hati. Dia mengambil nafas panjang untuk menenangkan rasa panik dan marah di dada, dia tidak boleh kalah dan mempermalukan diri sendiri.

"Ternyata kau memang selalu pintar mencari perhatian perempuan, bahkan saat kau masih kecil, tidak banyak yang berubah sepertinya," Akari tidak berusaha menyembunyikan rasa sebal, "Tapi maaf, aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan apa pun denganmu,"

"Wah sayang sekali," Adam terdengar kecewa, tapi senyuman liciknya tak juga hilang, dia mendekat ke telinga Akari, berbisik lirih, "Padahal aku baru saja bertemu dengan Joker,"

Akari langsung menjauh, "A apa maksudmu dengan Joker?"

"Tidak ada," Adam menggeleng, "Aku hanya bernostalgia. Saat acara ulang tahunmu, kita bermain kartu dan kau selalu memakai Joker untuk mengalahkanku, semenjak itu selama seminggu aku selalu mengajakmu bermain kartu meskipun aku selalu kalah. Ketika aku berpikir akan menang, tahu-tahu kau sudah kembali ke Jepang."

"Bukan salahku kalau kau memang payah bermain kartu," balas Akari.

"Memang tidak," Adam menyetujui. "Tapi sejak saat itu aku sangat kesal, karena kau orang pertama yang mengalahkanku dalam bermain. Dan aku berniat untuk menantangmu lagi bermain kartu. Apa kau mau?"

"Siapa takut," jawab Akari, kemampuan bermain dalam segala permainan tidak akan membuatnya kalah melawan Adam. Akari yakin itu, Adam seperti manusia pada umumnnya, tidak seperti dirinya yang memiliki kecerdasan istimewa. Akan kutunjukkan siapa jenius sebenarnya, gumam Akari dalam hati. "Kapan kita bisa bermain?"

"Hmmm…" Adam memperhatikan wajah Akari, menilai ekspresi wajah gadis ini, "Kau terlihat sangat ingin bermain kartu hari ini Akari, apakah sesuatu telah terjadi? Apakah kau sangat ingin mengalahkanku?"

Akari langsung memalingkan wajah, malu karena Adam berhasil memancing sifat aslinya. Jika tidak karena Joker, aku pasti tidak akan kehilangan kendali seperti ini, gerutu Akari dalam hati.

Hati-hati My lady, dia berbahaya…

Akari bisa mendengar suara Joker di dalam kepalanya, Apa maksudmu dia berbahaya?

Adam melihat ke sekitar, orang-orang sudah sibuk mengambil makanan yang disediakan oleh Nyonya Emilia, dia juga tidak melihat para bodyguard Akari. Tiba-tiba dia menarik lengan Akari, menariknya masuk ke dalam rumah.

"A apa yang kau lakukan? Lepaskan!!" teriak Akari panik.

"Ups.. maaf aku terlalu bernafsu," Adam cepat-cepat melepas ngenggaman tangannya.

"Apa maumu?" Akari mengusap-usap bekas Adam memegang lengan kirinya, sengatan listrik samar-samar bisa dia rasakan.

"Lebih baik aku tunjukkan saja daripada mengatakannya," gumam Adam. Dia memeriksa sekeliling, mencari tanda-tanda orang berseliweran, kosong. "Ikut Aku," dia mengajak Akari ke lantai atas, terus sampai ke planetarium di atap rumah. Tak ada orang, Adam membawa Akari masuk.

Akari menatap ke sekeliling dengan cemas dan curiga. Planetarium mini ini mampu untuk membuat lima ratus orang, dengan proyektor bintang besar di tengah ruangan, atap putih sebagai layar, Akari ingat setiap pergi ke Indonesia, dia selalu menyempatkan diri datang ke sini sekedar untuk melihat pertunjukan bintang milik Nyonya Emilia.

"Untuk apa kau membawaku kesini?" tanya Akari curiga. Dia tidak mendeteksi orang lain selain mereka di tempat ini, tapi itu bukan berarti dia aman. Dia sendiri tidak mengetahui apakah Adam jago beladiri atau tidak, Akari cukup yakin dia akan menang jika melawan Adam karena dia pemegang sabuk hitam karate.

"Sudah aku bilang, aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu," Adam melepas dasi perak dan jas abu-abu, menaruhnya di kursi paling dekat. Lalu dia mulai melepas kancing baju atasnya satu per satu.

Like it ? Add to library! tagged this book, come and support me with a thumbs up! and Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

hikarimaicreators' thoughts