webnovel

IHeart You

**Season I: (TAMAT) Indah Putri Soedarmo, berasal dari keluarga yang kaya raya. Apapun bisa Putri dapatkan dengan mudah. Membuat pribadi remajanya tumbuh menjadi egois dan tidak mau tersaingi oleh siapapun. Kehidupan percintaannya pun tidak berjalan mulus, ia harus memilih antara mengorbankan perasaannya atau membantu orang tuanya untuk melakukan perjodohan dengan pria tampan dan kaya raya, dan memliki sifat dingin dan angkuh. Demi menyelamatkan perusahaan keluarga yang sudah lama berdiri. **Season II - Start Chap 215. I Heart You - Unforgettable Selama ini Jane melarikan diri dari suaminya sendiri, merasa sakit hati ketika ia mengetahui bahwa Henry akan menikah lagi dengan wanita lain. Setelah bertahun-tahun menghilang, akhirnya takdir mempertemukan kembali Jane dan Henry. Tapi... anehnya dia harus menjadi sekretaris Henry, itupun karena permintaan Nicole - istri kedua dari Henry. "Sayang... tadi aku sempatkan mengatakan kalau aku menemukan sekretaris yang cocok untukmu. Dan perkenalkan dia adalah Nona Jane." Ucap Nicole yang menunjuk pada Jane, senyum yang ia berikan berkesan ramah. Apakah Nicole tahu hubungan antara Jane dan Henry? Apakah dia tahu, jika wanita yang akan dijadikan sekretaris suaminya adalah... istri pertama Henry?

Sita_eh · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
393 Chs

Dan Badai Mulai Menghantam Part1.

"Gak, gak mungkin. Semalam mereka masih baik-baik saja, aku tau mereka sedang bertengkar. Tapi gak mungkin kalau sampai kecelakaan." Ucap Putri yang masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kamu bohong kan Andi, bohong kan!" Putri kini bangkit dari tempat tidurnya, menarik dengan paksa jarum infus yang melekat di lengan kanannya. Rasa sakitnya tidak ia rasakan, karena tidak sebanding dengan berita buruk yang baru saja ia dengar.

"Put, kamu jangan lakuin ini. Kondisi kesehatan kamu juga belum pulih." Ucap Andi yang sekarang memegang lengan kanan Putri, dan memperhatikan ada tetesan darah yang mengalir karena jarum infusnya di tarik dengan paksa.

"Aku harus kerumah sakit sekarang." Teriak Putri yang tidak peduli dengan lengannya yang masih meneteskan darah. "Kamu jangan halangin aku, aku malu lihat kedua orangtuaku. Aku mau tau kondisi mereka bagaimana sekarang."Ucap Putri dengan sangat histeris. Andi mencoba menahannya, dan Putri tidak bisa melawan tenaga Andi yang lebih kuat. "Lepasin Andi.. Lepasin!" Teriak Putri semakin kencang.

Suara Putri yang cukup histeris, terdengar oleh perawat. Ia langsung masuk dan kaget melihat Putri yang sudah lepas dari jarum infus. Perawat mengambil beberapa kapas, dan mencoba menghentikan tetesan darah yang masih mengalir. Sedangkan Andi membuat Putri tidak bergerak, dengan merangkulnya dari belakang dengan sangat erat.

Tenaga Putri benar-benar sudah terkuras habis, akhirnya ia pun menyerah untuk melawan. Andi yang sadar, mulai dengan pelan melepaskan genggamannya yang erat. "Kamu sudah tenang?" Tanya Andi masih terlihat khawatir, Putri mengangguk dengan pelan dan menatap Andi dengan wajah pucatnya.

"Aku telepon ka Wira dulu ya di luar, kamu tenang dulu disini." Ucap Andi kemudian melirik ke arah perawat yang berada di samping Putri. "Ya Mas Andi, saya jaga non Putri disini." Ucap perawat itu tersenyum lebar.

Andi pun berlalu meninggalkan Putri, dan menghilang dari balik pintu kamarnya. Perawat itu kini mengambil alat pengukur suhu yang diletakkan di belakang telinga putri, hanya butuh beberapa detik kemudian dia mulai mencatat suhu badan Putri. "Mba Putri, sudah gak demam lagi." Perawat itu menjelaskan masih dengan senyuman.

Putri hanya membalas dengan tatapan datarnya, saat ini hatinya sungguh tidak bisa tenang memikirkan kondisi kedua orangtuanya. Terlebih lagi dengan kondisinya yang saat ini juga dalam keadaan tidak sehat, membuatnya semakin membenci dirinya sendiri.

Putri menatap balutan kain kasa yang berada di pergelangan tangannya, ia akhirnya mulai menyesali apa yang sudah pernah dia lakukan. Betapa bodoh keputusannya untuk mencoba mengakhiri hidupnya, mengapa ia tidak memikirkan kondisi keluarganya. Mengapa ia terlalu egois mementingkan diri sendiri, dan menganggap dirinya yang paling menderita.

Putri menggenggam bajunya dengan sangat erat, ia sangat kesal dengan dirinya sendiri. Tanpa ia sadari, ia kembali menangisi keadaannya.

Perawat itu terlihat simpati melihat Putri yang menangis, tapi tidak berani untuk menenangkannya. Hanya menatap Putri yang sedang meratapi nasibnya.

Pintu kamar tebuka dengan kencang, Andi muncul dari balik pintu. Wajahnya menunjukkan kepanikan, Putri melihat temannya menjadi bingung. "Put, kamu ganti baju kamu ya, kita siap-siap." Ucap Andi sedikit terengah-engah. "Pak Bimo akan antar kita kerumah sakit." Andi kembali melanjutkan.

Putri tidak kembali berargumen dengan Andi, dengan segera dan tenaga yang masih tersisa dan juga dibantu dengan perawat. Putri dengan cepat mengganti bajunya, Andi yang sudah menunggu di bawah, di ruang tamu duduk masih memandang layar handphonenya dengan cemas.

Melihat Putri yang sudah bersiap-siap, Andi pun tersenyum menatap temannya. Walaupun Putri sadar senyum yang ia rasakan terlihat hampa. "Aku udah enakkan kok Andi, kamu jangan khawatir. Ayo kita berangkat."Putri menjelaskan dan melihat Andi yang masih terlihat cemas. "OK, kita berangkat sekarang. Pak Bimo sudah siap." Ucap Andi.

Dengan diantar Pak Bimo, Andi dan Putri dengan segera menuju rumah sakit. Selama perjalanan Putri tidak bisa berkata-kata banyak dengan Andi, pikirannya hanya tertuju kepada kondisi ayah dan ibunya.

Putri terus berdoa di dalam hatinya, agar tidak terjadi sesuatu yang serius ataupun berbahaya. Pikirannya terus menerawang, perjalanan yang hanya membutuhkan tigapuluh menit. Membuat Putri merasa perjalanan ke rumah sakit membutuhkan waktu berjam-jam.

Mereka pun akhirnya tiba di rumah sakit, Andi yang sudah mengetahui dimana ruangan orangtua Putri berada, langsung mengarahkannya.

Putri memperhatikan situasi rumah sakit, terlihat beberapa dokter dan perawat yang sibuk dengan para pasien yang berdatangan.

Putri mengikuti langkah Andi yang cepat menuju lift, Andi menekan tombol tiga dan mereka masih terdiam tanpa berkata satu katapun. Putri sudah sangat tidak sabar untuk bertemu dengan orangtuanya.

Pintu Liftt pun terbuka, mereka bergegas keluar. Setelah melewati beberapa koridor, akhirnya Putri bisa melihat kakak iparnya Leyna yang sedang duduk di depan ruangan bersama suaminya Surya. Surya terlihat tertunduk lesu dan Leyna terus menerus menggenggam kedua tangan suaminya.

Wira, Rian dan Roy berdiri didepannya. Wajah mereka semua terlihat lelah dan jelas sekali ada kesedihan yang terpancarkan. Bahkan terlihat Wira yang mencoba untuk menahan air matanya.

Sedangkan Rian yang berusaha menenangkan Wira pun terlihat berlinang air mata. Putri yang baru saja tiba dengan Andi, langsung menjadi sorotan mereka semua.

Putri tidak menyukai sorotan mata mereka, terlihat sangat tidak nyaman dan membuat hati Putri teriris. Wira melepaskan rangkulan Rian dan berjalan pelan ke arah Putri, kemudian memeluk Putri dengan erat sambil menahan airmatanya yang sudah berlinang. Putri tidak pernah melihat Wira seperti ini, tidak pernah merasakan Wira terlihat hancur.

"Ka Wira, ada apa?" Tanya Putri dengan hati yang ikut sedih. "Mama, papa mana kak." Tanya Putri kembali. "Put.. putri.." Ucap Wira dengan terbata dan isak tangisnya.

Surya tertunduk dalam duduknya dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, mencoba menahan airmatanya yang terus berlinang. Sedangkan Roy yang terlihat kesal, memukul dinding yang berada didekatnya dengan sangat kesal.

Putri menyadari kalau dia berada persis didepan kamar pasien, Putri juga mendengar ada banyak tangisan di dalam ruangan tersebut. "Ka, siapa didalam?" Tanya Putri yang ragu, Wira tidak menjawab pertanyaan Putri, bahkan tidak ada yang menjawab pertanyaannya.

Wira menegakkan wajahnya, menatap adiknya dengan lembut. Putri melepaskan pelukan kakaknya, dan berjalan dengan pelan melewati Roy, Rian, leyna dan Surya. Ia pun tiba di depan pintu yang sudah terbuka separuhnya.

Putri melihat sebuah tempat tidur pasien, Raja dan Rafa berada di sisi kanan dan kiri tempat tidur. Seseorang terbaring di tempat tidur tersebut, Putri tidak dapat melihat wajah orang tersebut karena terhalangi oleh pintu yang belum terbuka sempurna.

Raja dan Rafa terlihat sangat histeris, bahkan sepertinya mereka tidak menyadari Putri yang dengan perlahan memasuki ruangan. Ruangan itu cukup luas dengan hanya satu tempat tidur berada di tengahnya. Putri kembali memandang ke arah tempat tidur, sepertinya belum siap menerima apa yang ia lihat di depan matanya.

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Sita_ehcreators' thoughts