.
BAB 26
Aku bisa melihat dengan jelas bagaimana Josh mendekat ke arah Jihan yang ada di dekat kasur dengan berdiri. Aku harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat. Aku menengok ke belakang dan sekelilingku tidak ada orang lain yang bisa mencegahku untuk masuk ke dalam. Saat Josh memegang pipi Jihan dengan lembut. Kakiku langsung saja menendang pintu dengan kasar agar aku bisa dengan jelas melihat kamar yang luas ini.
Josh berbalik kaget melihatku.
"Hei kenapa kau bisa masuk ke sini?" tanya Josh dengan wajah panik.
Aku mendekat lagi ke arahnya.
"Tidak perlu tahu bagaimana aku bisa masuk ke dalam sini. Sekarang aku hanya meminta agar kau kembalikan Jihan kepadaku," pintaku dengan tegas.
Gadis yang kini ada di belakang Josh ketakutan. Gadis malang yang selama ini aku rindukan. Jihan dengan mata coklat itu mulai berkaca-kaca.
"Oh jadi kau yang bernama Aslan itu? Kau juga yang pernah membuatku pingsan di club' itu 'kan?" suara lantang dari Josh kini bergema di kamar ini.
"Hahaha, rupanya aku terkenal juga. Cepat! Serahkan Jihan kepadaku! Atau kau akan aku habisi terlebih dulu?" ucapku dengan berani. Meski aku tidak tahu akan kalah atau menang. Setidaknya aku sudah berhasil menemukan Jihan disini dan aku harus bisa mengalahkan walikota biadab ini.
Josh langsung saja mengeluarkan senjata berupa pisau kecil yang tersimpan di sakunya. Ia menodongkan pisau itu di depan wajahku.
Aku kewalahan menghindar dari pisau itu. Tapi untung saja aku bisa memukul wajahnya yang keriput itu. Dia kesakitan memegang matanya yang terpukul olehku. Aku langsung saja memegang kedua tangannya dan aku langsung berdiri di belakangnya.
Aku genggam lengannya itu dan dia kesakitan sampai berteriak. Aku langsung saja mengancamnya.
"Serahkan Jihan kepadaku atau lenganmu akan aku patahkan!" ucapku dengan sinis di dekat telinganya.
Kini Dia mengangguk dan Jihan segera saja keluar dari kamar ini. Sementara aku langsung membuatnya tersungkur dengan jatuh keras di atas lantai marmer.
Aku langsung berlari dan mengunci kamar itu dengan cepat. Lalu aku berlari menemui Jihan. Rupanya Jihan sudah ada di pintu belakang.
"Cepat ikut denganku!" titahku dengan langsung menarik tangannya berlari bersamaku. Sampai di jalan sebuah mobil langsung datang dari arah depan kamu. Itu adalah Sam. Kami berdua langsung masuk ke dalam mobil itu dengan cepat.
Nafas Jihan berburu dengan cepat. Sepertinya dia sangat syok kali ini. Terlihat jelas keringat pada keningnya. Lalu rambut pirangnyapun terlihat lepek.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku dengan cemas memegang kedua lengan atas gadis yang aku cintai ini.
"Aku baik-baik saja. Aku hanya cukup kaget saja sekarang," jawabnya dengan lirih.
Sam yang ada di kemudi langsung memberikan botol minuman air mineral. Tanganku langsung meraihnya. Aku membuka tutup botol itu dan kutempelkan ujung boto ke bibir Jihan.
Jihan meneguknya dengan cepat lalu menarik nafas panjang.
"Tenanglah Jihan, semuanya pasti akan baik-baik saja. Aku jamin, ayahmu dan Josh tidak akan menemukanmu kembali," kataku dengan meyakinkan Jihan.
"Benar sekali apa yang di katakan Aslan. Mereka tidak akan menemukan mu. Karena Bos Aslan sudah menyewa hacker yang tampan dan handal," ucap Sam dengan sombong. Tangannya membenarkan rambut jadul miliknya. Rambut dengan garis tengah itu sangat terlihat jadul sekali.
Aku dan Jihan tertawa kecil mendengar pernyataan Sam. Kini mobil melaju dengan santai di jalanan kota stuttgart. Melewati gedung gedung yang tinggi di malam hari. Perasaanku sekarang menjadi lebih nyaman dari sebelumnya. Karena kini aku telah menemukan Jihan. Sungguh aku tidak akan lagi membiarkan Jack ayah Jihan dan Josh membawa Jjhan. Aku akan selalu melindungi Jihan dengan serius.
"Jadi kita akan kemana?" tanya Sam sambil tangannya memegang setir.
"Aku sudah membeli penhouse di apartemen yang ada di dekat mall," jawabku dengan cepat.
"Hah? Kau serius Aslan?" tanya Sam tak percaya. Pria dengan rambut garis tengah itu menganga.
"Iya, aku serius. Dengan begitu Jihan tidak akan bisa di temukan lagi oleh mereka," jawabku dengan tegas.
Jihan melihatku dengan terdiam. Aku melihatnya tersenyum.
"Apapun yang terbaik hanya untukmu Jihan," ucapku dengan lembut.
Mata coklat milik itu berkaca-kaca hampir saja menetes.
"T-terimakasih banyak Aslan. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk kebaikanmu itu," Jihan menelan ludah supaya air mata itu tidak menetes.
Hanya hanya bisa memeluk Jihan saat itu. Gadis ini sudah menjadi tanggung jawabku sekarang. Entah siapa lagi yang akan menolong Jihan. Karena dia tidak mempunyai saudara dan juga ibunya entah ada dimana.
Kini setelah beberapa menit mobilku sampai di depan apartemen yang megah sekali. Mobil milikku kini terparkir di ruang bawah tanah. Kita bertiga menaiki lift untuk sampai pada lantai paling atas dari gedung ini.
"Jihan, maaf apa kau baik-baik saja?" tanyaku melihat bagian belakang Jihan dengan noda merah yang banyak.
"Oh, ya itu aku sengaja meneteskan obat berwarna merah ini ke bajuku. Agar ... Kau tahu kan maksudku?" kata Jihan dengan wajah bingung.
"Oh, ya aku tahu itu. Maaf Jihan aku bertanya ini. Karena aku khawatir saja," ucapku dengan perasaan tidak enak.
"Oh ya, lupakanlah!" kata Jihan dengan santai.
Kini Sam yang berada di depan pintu lift segera keluar diikuti Jihan dan aku. Kami bertiga berjalan lalu aku maju ke depan pintu besar dengan warna silver. Aku membukanya dengan sidik jariku. Pintu terbuka dan wajah Sam terlihat bengong.
Sementara Jihan tetap tenang dan masuk ke dalam ruangan ini.
"Ya Tuhan, sungguh beruntungnya aku bisa masuk ke dalam ruangan ini. Wah! Keren sekali semua ini," seru Sam dengan wajah berbinar. Ia melihat-lihat benda benda mewah yang ada di apartemenku ini.
Sementara Jihan duduk santai saja di sebuah sofa besar berwarna abu-abu yang elegan.
"Ini baju untukmu Jihan. Kau bisa memakainya," ucapku memberikan sebuah piyama motif bunga. Piyama itu merupakan setelan dengan lengan panjang.
"Kau sungguh menyiapkan ini untukku?" tanya Jihan melihat tak percaya apa yang sekarang ada di tangannya.
"Ya aku tahu pasti kau sangat membutuhkannya," ucapku dengan wajah sedih.
"Oh terimakasih lagi untukmu, Aslan," juga tiba-tiba berdiri dan memeluk kepalaku dengan cepat. Lalu dia mengelus pundakku.
Sekilas saja pelukan ini layaknya seorang sahabat. Memang kami berdua hanya berteman saja. Ya, Jihan menganggapku seperti itu.
Kini Jihan meminta izin untuk berganti baju dan aku katakan saja padanya. Kalau aku suruh dia mandi karena semua Yanga ada di apartemen ini sudah tersedia untuknya.
"Sungguh, kau beruntung sekali memiliki segalanya," puji Sam dengan menepuk pundakku.
Aku hanya tersenyum melihatnya. Aku juga canggung jika di puji terlalu dalam olehnya.
"Jangan memujiku seperti itu kawan," tanganku berganti menepuk pundaknya.
"Tapi hidupku akan lebih sempurna lagi jika Jihan sudah kau jadikan sebagai seorang istri," ledek Sam dengan melirikku. Aku tersenyum malu dibuatnya.