"Li dimana? Aku di loby hotel nih" suara cempreng di sebrang telepon sana adalah suara Luna.
"Oke, otw"
Liana segera bangkit dari tidurnya. Yah beberapa hari ini wanita itu sibuk dengan urusan di restoran. Membuatnya selalu pulang larut malam.
Langkah wanita itu mantap, paras yang menawan, bentuk tubuh yang sempurna membuat banyak mata lelaki terkesima.
Liana segera menyunggingkan senyum kala dia melihat kedua saudaranya itu. Lena dengan anak dan suaminya dan Luna dengan teman-temannya yang fuckgirl. Selalu berganti pasangan, bila bosan pasti langsung di buang. Liana selalu berdoa agar Tuhan memberikan jodoh yang tepat untuk Luna.
"Pagi, Bu Lianaa"
"Pagi, Mbak"
Liana membalas senyum resepsionis hotel tersebut. Ya, semenjak Abimanyu mengatakan bahwa Liana adalah calon istrinya, semua pegawai hotel memberikan pelayanan yang super.
Liana mengajak rombongan itu menuju kamarnya, bercerita di sepanjang jalan. Lena dan Luna berencana pergi ke kudus, mereka ingin membawa anak-anak Liana.
~~~
"Leon sakit, Li." ucap Lena sambil memandangi isi ruangan tersebut.
"Halah, kan dia biasa gitu memang sih kalo lu tinggal Li." Luna menyahut sambil membaringkan tubuhnya di ranjang.
Teman-teman Luna tidak ikut masuk, mereka pergi ke restoran hotel. Sementara suami Lena, Mas Indra menggendong bayi mereka di balkon.
"Woww!!" ucap Luna pelan, matanya mengarah ke satu titik.
Liana mengikuti arah pandang kakaknya itu, pandangannya jatuh ke arah pintu kamar mandi. Dimana ada seorang pria hanya berbalut handuk yang melilit pinggang memperlihatkan otot-otot yang menonjol itu. Liana segera berlari ke arah lelaki itu, mendorongnya pelan masuk ke kamar mandi.
"Aku lupa bilang kalo Lena sama Luna mau kesini. Haduhh Mas juga sih kenapa gak pakai baju di kamar mandi sih?!"
"Kenapa sih kamu, Li?"
"Tunggu di sini, aku ambilkan pakaian."
Segera, wanita itu mengambikan kaos, celana jeans selutut dan dalaman untuk Abimanyu dengan tergesa-gesa tanpa menyadari tatapan aneh dari kedua kakaknya.
~~~
"Eh, Li tuh cowok kan yang tempo hari kerumah ya?" tanya Luna.
Liana hanya berdehem sambil tersenyum kecil kepada kedua kakaknya yang saat ini sudah sangat kepo.
"Selingkuh lu ama dia?"
Lena melempar bantal ke arah Luna yang di sambut dengan tatapan tajam dari Luna.
"Kalo Liana selingkuh emang napa Lun? Lah lakinya aja gak ngurusin kok." balas Lena.
"Sewot amet sih lu Len.!"
Liana hanya menghela napasnya. Begitulah jika mereka bertiga bersama pasti selalu main urat. Ini baru bertiga belum lagi jika ada Leon. Klop.
Ceklek.
Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan wajah Abimanyu yang fresh. Wanginya yang begitu manly memabukkan indra penciuman orang sekitar. Luna tak berkedip, di depannya ini adalah type lelaki idamannya. Good looking, smart, rich, good attitude and perfect.
"Aku mau pulang mas, Leon sakit."
Mendengar perkataan Liana, lelaki tampan itu berjalan ke arah wanitanya itu. Mengelus rambutnya pelan membuat Lena dan Luna menahan napas karena keromantisan yang terjadi di hadapan mereka.
"Masss Indraaa, aku juga mau dong di elusin rambutnya kayak Liana" teriak Lena kepada suaminya itu sementara sang suami hanya tersenyum melihat tingkah istrinya.
"Aduhh,, ahh mataku ternodai. Oh God. Luna pengen."
Terkekeh, itu yang dapat Liana dan Abimanyu lakukan.
~~~
"Assalamualaikum mah pahhhh" ucap Liana sembari masuk ke dalam rumah orangtuanya. Ya, Liana sudah sampai di Balikpapan. Setelah kedua kakaknya pergi dari hotel, Abimanyu langsung memesankan tiket pesawat untuk Liana dan berpesan dia akan sering-sering terbang untuk menjenguk wanita impiannya itu.
"Non Li udah pulang?" ucap Bik Dewi. Asisten rumah tangga di rumah orangtuanya.
"Mamah papah mana bi?"
"Keluar non, ada acara katanya."
"Lah,? Kata Lena si Leon sakit?"
"Iya non, belum ada makan dari pagi. Pahit katanya."
Liana mendengus kesal. Kebiasaan buruk adik lelakinya itu ketika sakit akan sangat amat manja. Apalagi ketika Liana pergi jauh dan tidak mengajak Leon ikut serta pasti adik tampannya itu akan sakit.
Liana menaiki anak tangga menuju lantai dua tempat kamar Leon berada, menuju pintu berwarna hitam dan tidak di kunci ternyata. Ruangan gelap, lampu tidak di nayalakan, tirai jendela tidak di buka.
Ck. kebiasaan, batin Liana.
Liana masuk ke dalam kamar Leon, kamar yang di dominasi warna abu-abu itu sangat berantakan. Begitulah jika Liana pergi, Leon pasti malas-malasan. Mata Liana dapat menangkap cahaya dari dalam kamar Leon, dan juga suara pistol. Dan benar saja, bermain game.
Wajah yang pucat, mata berair, hidungnya memerah tetapi sempat-sempatnya adiknya itu bermain game.
Cup.
Liana mengecup pelipis Leon, adiknya itu setengah kaget tetapi kemudian dia menormalkan lagi wajahnya yang dingin. Dia ingin Liana tau, bahwa dia masih marah. Dia ingin Liana menganggapnya sebagai pria bukan sebagai adik karena mengingat status Leon hanyalah anak pungut. Dia ingin memiliki Liana.
Liana mendesah pelan melihat tingkah adiknya itu. Dia berjalan ke arah kulkas mini di ujung ruangan mengambil minuman soda dan menengguknya dengan cepat. Tenggorokannya cekat.
Tak kehabisan akal, Liana mendekat ke arah Leon. Mengangkat satu tangan Leon dan dengan mudah Liana duduk di hadapan Leon. Tetapi sayangnya lelaki di hadapannya itu tidak menggubris. Asyik bermain dengan game nya membuat Liana jengah. Di ciumi seluruh wajah adiknya itu dengan gemas.
Apakah Liana tidak sadar bahwa perlakuannya itu memancing bangunnya si anaconda?