webnovel

Kebohongan Andre

Malam itu Andre mengajak Marsya pergi dari rumah. Dia berhasil melewati penjagaan yang cukup ketat. Seperti janjinya, Marsya dipertemukan dengan keluarga Andre di Jember. Marsya sangat bahagia karena disambut baik oleh pihak keluarga orang yang dicintainya itu.

Sementara itu, Andre justru merasa bimbang. Dia mencintai Marsya, tetapi ada rasa sakit yang tergores di hatinya manakala mengingat kejadian beberapa tahun silam.

Awalnya Andre mendekati Marsya dengan tujuan balas dendam kepada keluarga Marsya terutama papanya. Namun, seiring berjalanan waktu, benih-benih cinta tumbuh di hatinya. Mekar bak kuntum bunga yang merekah indah.

Menjelang sore, Andre mengunjungi teman karibnya.

"Gadis yang ada di rumahmu itu siapa?" tanya Rizal.

"Itu dia yang namanya Marsya. Aku bawa dia kabur dari rumah."

"Oh, jadi itu yang namanya Marsya? Apa kamu sudah gila membawa kabur anak orang? Kamu bisa masuk penjara dengan tuduhan penculikan." Rizal terkejut mendengar pengakuan Andre.

Cowok bertubuh kurus itu menggeser tubuhnya. Menatap lurus sahabat karibnya seolah ingin mengulik informasi lebih dalam. Lalu, Andre menceritakan kejadian yang sebenarnya.

"Sebenarnya aku sangat mencintai Marsya, Zal. Tapi aku sakit hati kepada orang tuanya," kata Andre kepada Rizal.

Andre teringat akan penghinaan papa Marsya terhadap orang tuanya lima tahun silam. Bahkan, sang ayah sempat dipenjara beberapa bulan atas tuduhan menyelewengkan uang perusahaan yang tidak terbukti kebenarannya. Atas penghinaan tersebut, orang tua Andre memilih kembali ke kampung halamannya di Jember dan bekerja sebagai petani sampai saat ini.

Mengingat kejadian itu, Andre berjanji pada diri sendiri untuk membalas dendam terhadap keluarga Marsya.

"Rasanya sakit sekali mengingat hal itu. Makanya aku ingin balas dendam kepada Pak Sucipto melalui anaknya. Aku ingin dia merasakan apa yang dialami orang tuaku." Andre meneruskan kata-katanya.

Tanpa disadari Andre, tiba-tiba Marsya datang dan mendengar ucapannya. Marsya tidak menyangka orang yang sangat dicintai ternyata hanya memanfaatkan dirinya untuk membalas dendam terhadap keluarganya.

"Apa kamu bilang!" seru Marsya.

Andre yang saat itu duduk di bangku semen di teras rumah Rizal terkejut bukan kepalang atas kedatangan Marsya.

"Marsya? Kamu ada di sini?" Andre bangkit dari tempat duduknya, lalu meloncat dari bangku semen dan mendarat tepat di depan Marsya.

"Kamu jahat, Ndre! Aku nekat melawan Papa demi kamu. Tapi, ternyata kamu setega itu kepadaku." Air mata Marsya mengucur. Hatinya hancur.

"Sya, dengarkan dulu penjelasanku." Andre mencengkeram kedua lengan Marsya, tetapi gadis itu langsung menepis.

"Jangan sentuh! Aku muak melihat wajahmu!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Andre.

Rasa sakit akibat tamparan Marsya tidak dirasakan oleh Andre. Dia tidak ingin kehilangan kekasih yang dicintainya itu. Harus diakui, awalnya Andre mendekati Marsya hanya untuk balas dendam kepada keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, dia jatuh cinta kepada gadis itu.

"Kamu boleh menamparku sepuasnya, tetapi tolong dengarkan penjelasanku dulu, Sya."

"Penjelasan apa lagi? Semua sudah jelas. Aku sudah mendengar semua dari mulut kamu sendiri. Ternyata Papa benar. Kamu bukan orang baik. Kamu hanya memanfaatkanku untuk balas dendam. Terima kasih atas semuanya." Marsya memutar tubuh. Dengan kelopak mata yang masih basah, dia berlari pergi meninggalkan Andre.

Andre menyusulnya. Cowok jangkung itu melesat mengejar Marsya.

"Sya, tunggu! Aku akan menjelaskan semuanya."

Teriakan Andre tidak digubris oleh Marsya. Namun, laki-laki itu berhasil mengejarnya.

"Tunggu, Sya." Andre mengadang Marsya.

"Minggir!" Marsya mendorong Andre yang menghalangi jalannya.

"Lalu, apa yang terjadi, Sya." Aku memotong cerita Marsya.

"Andre meninggal." Marsya menundukkan kepalanya. Matanya mulai berair.

"Apa? Secepat itu?"

Aku syok. Benar-benar syok. Secepat itukah akhir hidup orang yang sudah menghancurkan perasaan kekasihku ini?

"Iya. Saat aku tahu kalau Andre mau balas dendam kepada papaku, aku langsung balik ke Surabaya. Aku benar-benar menyesal mengapa aku tidak mendengarkan Papa." Marsya menghela napas panjang.

"Setelah balik ke Surabaya, tiga hari kemudian aku mendengar kabar kalau Andre meninggal karena bunuh diri. Temannya yang memberitahuku. Dia ke Surabaya. Dia juga memberiku surat yang ditulis Andre sebelum bunuh diri." Air mata Marsya tumpah. Sejenak dia terdiam, kemudian melanjutkan lagi kata-katanya.

"Yang membuatku sedih adalah dalam surat tersebut dia menyampaikan penyesalannya. Dia memang berniat ingin balas dendam kepada Papa melalui aku. Namun, lambat laun keinginan itu mulai pupus ketika dia sadar bahwa dia mencintaiku. Aku menyesal sekali mengapa waktu itu aku tidak mendengarkan penjelasannya. Aku merasa berdosa karena telah menghilangkan nyawa orang lain." Air mata itu jatuh kembali. Air mata penyesalan.

Aku melihat dia begitu terpukul atas meninggalnya Andre. Aku mengerti perasaannya. Aku tak akan membiarkan kamu menangis lagi, Sya. Janjiku dalam hati.

Aku menyeka air matanya. "Apakah kamu masih mencintai dia?"

Marsya mengarahkan tangannya ke pundakku. Kemudian, tangan kanannya mengelus pipi dan bibirku.

"Aku memang sangat mencintai Andre karena dia adalah cinta pertamaku dan aku tidak bisa melupakannya. Tapi, itu dulu sebelum aku mengenalmu. Andre adalah masa laluku, sedangkan kamu adalah masa depanku." Marsya menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyum yang manis. "Sandi, terima kasih," katanya kemudian. Dia menarik jemariku lalu menggenggamnya.

"Terima kasih untuk apa?"

"Terima kasih untuk semuanya. Berkat kamu, aku bisa melupakan masa laluku. Memang sulit melupakan orang yang pernah singgah di hati, tetapi kamu mampu mengobati luka hatiku. Jujur, aku beruntung bisa mengenalmu."

Senyumku mengembang. Aku senang mendengar jawabannya. Bukan karena kata-katanya, melainkan karena dia bisa melewati semua itu. Namun, aku bingung apa maksud dari perkataannya tersebut. Apakah itu artinya Marsya benar-benar sudah melupakan Andre? Aku tidak mau kalau hanya dijadikan pelariannya.

Jika Marsya bisa melupakan cinta pertamanya, mengapa aku tidak bisa mencintai wanita? Tidak semua wanita seperti mamaku, bukan?

Aku sudah merasa nyaman dengan Marsya dan memutuskan hidup bersamanya. Lalu, apa lagi?

***

Dari rumah orangtua Marsya, lalu kami melanjutkan perjalanan. Aku memutuskan akan meninggalkan kota Surabaya kemudian mencari tempat tinggal yang jauh dari jangkaun Samuel.

Setelah kulepaskan semua atribut pemberian Samuel, Apartemen, mobil sport hadiah ulang tahunku dari Samuel, dan harta benda lainnya yang diberikan Samuel kepadaku. Aku tidak mau berbalas budi kepada orang yang hendak menghancurkan kehidupankuu.

Mobil yang aku kendarai saat ini tidak termasuk pemberian Samuel. Mobil Pajero yang kubeli hasil keringat sendiri selama bekerja di perusahaan Samuel.

Tak terasa aku sudah di perbatasan Surabaya - Malang. Aku jadi terpikir untuk tinggal di Malang saja. Karena tidak mungkin aku kembali ke rumahku di Blitar. Di samping aku tidak mau bertemu Mama, aku takut Samuel akan menyusul.

Di Malang, meski aku punya vila, jelas tidak mungkin aku menempati vila tersebut. Karena Vila itu sudah diketahui oleh Samuel. Dulu, beberapa kali aku pernah menginap dengan Samuel dan teman-teman kantor di Vila yang terletak di kawasan wisata Batu.