webnovel

I am a survivor

Hwi Min-Ki adalah anak dari bos mafia kaya di Korea Selatan. Setelah selamat dari kecelakaan helikopter yang menewaskan orang tuanya ketika berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk melupakan masa lalu dan hidup dengan identitas baru. Oh Tae-Won adalah orang yang berhasil menariknya keluar dari mimpi buruk dan rasa sakit yang terus menghantuinya. Laki-laki tua itu tidak hanya memberikan kesempatan hidup kedua untuknya sebagai Cho Joo-Won, namun juga membuatnya bisa melanjutkan hidup dengan baik. Dua belas tahun kemudian, sebagai kapten dari SEAL Angkatan Laut Korea Selatan, Cho Joo-Won berhasil membuktikan janjinya kepada Oh Tae-Won. Tapi, ia tidak pernah tahu kalau semuanya harus ditukar dengan nyawa laki-laki tua itu. Ternyata hidup itu seperti kertas putih dan setiap goresan hitam akan terus menempel meninggalkan bekas. Sekarang tujuan hidupnya hanya satu, melindungi cucu Oh Tae-Won. Awalnya ia berada di sisi Oh Yun-Hee karena ingin melindungi gadis itu dari pamannya, Hwi Yong-Jae. Namun perlahan tapi pasti, perasaan itu mulai muncul. Ia mulai menyukainya. Ia mulai bisa bernapas kembali karena Yun Hee. Ia mulai tidak sabar menunggu hari esok dan melihat gadis itu. Dua belas tahun lalu, ia berhasil lolos dan bersembunyi dari semuanya. Sekarang, ia harus menghadapinya sendiri karena ia mulai berharap. Harapannya adalah hidup bersama gadis itu untuk waktu yang lama. Tapi, kali ini ia tidak akan membiarkan takdir menukar hidup gadis itu dengan hidupnya.

lEm0n94 · Real
Sin suficientes valoraciones
26 Chs

Wine Testing

Ruang tidur itu sangat luas. Dekorasi yang menggunakan tema jaman korea masa dulu sangat terlihat jelas dari perabotan yang digunakan. Lantai berbahan dasar kayu, sofa dan meja rendah yang diletakkan di dekat pintu masuk dan pemisah antara ruang tidur dengan bagian yang lain yang menggunakan sekat tebal berkualitas bagus. Melihat gaya ruangan itu, Joo Won yakin kalau orang yang menempatinya pasti laki-laki yang sudah tua.

"Kau bisa menempati kamar ini," kata bibi Soon Ja berdiri di dekat Joo Won di tengah ruangan.

Joo Won mengangguk, "Terima kasih."

Bibi Soon Ja menghela napas, "Meskipun baru sebulan, tapi sepertinya sudah lama sekali aku tidak melihat seseorang menempati ruangan ini."

Joo Won menatap wanita itu bingung, namun tidak berniat untuk bertanya. Seakan tersadar dari lamunannya, bibi Soon Ja kembali menatap Joo Won dan baru hendak keluar dari kamar ketika teringat sesuatu. "Supir Cho, anda sibuk?" tanya wanita itu tersenyum kepadanya. "Kalau tidak, bagaimana kalau bergabung dengan kami malam ini?"

***

Yun Hee mendorong pintu sampai terbuka dan melangkah masuk ke studio masak yang ada di area pabrik. Semua orang sudah menempati kursi dan sedang mengobrol sambil tertawa ketika ia mengambil posisi duduk di atas podium. "Selamat malam semuanya," kata Yun Hee tersenyum ke arah lima peserta di depannya yang terdiri dari dua orang laki-laki dan tiga orang perempuan yang sudah berumur.

"Selamat malam direktur Oh," balas semua orang bersamaan dengan nada suara yang berbeda.

Sejak Yun Hee menggantikan kakeknya, semua orang mulai memanggilnya dengan panggilan direktur. Hal yang sama yang dilakukan para pegawainya ketika dulu memanggil kakeknya. Hanya saja setiap ia mendengar panggilan itu, ia merasakan sebuah beban berat di kedua pundaknya. "Kita mulai sekarang?"

Semua orang mengambil penutup mata yang ada di atas meja dan baru akan memakainya ketika terdengar suara ketukan dari pintu. Joo Won membuka pintu dan semua orang mengalihkan perhatian kepadanya.

Sebelum Yun Hee sempat bertanya, bibi Soon Ja sudah berdiri dari kursi dan menghampiri Joo Won. "Karena ada satu anggota kita yang tidak bisa hadir malam ini, aku mengajak supir Cho untuk bergabung." katanya tersenyum lebar kepada semua orang, "Tidak apa-apa kan, direktur Oh?" wanita itu menoleh ke arah Yun Hee.

"Siapa dia, Soon Ja?" tanya bibi lain yang ada disitu.

"Dia adalah supir direktur Oh yang baru," jawab bibi Soon Ja.

"Sepertinya aku pernah melihatnya," komentar laki-laki tua yang duduk di kursi di baris paling depan di sebelah kanan.

"Dia adalah orang yang berhasil menemukan Yun Na tadi," balas bibi Soon Ja.

"Pantas saja, sepertinya wajah itu tidak asing." gumam laki-laki tua yang duduk di baris depan di sebelah kiri.

Kemudian wanita itu kembali ke Yun Hee, "Bagaimana direktur Oh?"

Ketika sudah terlihat jelas kalau Yun Hee akan menolak, suara nyaring dari wanita yang menempati baris ketiga terdengar. "Menurutku tidak masalah kalau seseorang bergabung dengan kita, lagipula kita kekurangan satu orang laki-laki."

"Iya, menurutku juga tidak masalah direktur Oh," tambah bibi lain dengan suara halus yang menempati baris ketiga.

Setelah mendengar dua pendapat itu, bibi Soon Ja segera menarik Joo Won dan memintanya duduk di kursi kosong di sampingnya di baris kedua. "Kalau begitu kita mulai sekarang direktur Oh?" kata wanita itu sudah menempati kursinya kembali.

Meskipun posisinya adalah direktur, tapi Yun Hee masih kalau suara dengan tiga wanita yang dipanggilnya bibi yang duduk di hadapannya ini. Yun Hee menarik napas dan menghembuskan dengan pelan. "Kalau tidak ada apa-apa lagi, kita akan mulai sekarang." katanya menunggu respon semua orang dan melihat ketiga wanita itu yang tersenyum senang karena kehadiran Joo Won. "Semuanya pakai penutup mata di atas meja masing-masing."

Beberapa detik kemudian, Yun Hee menjentikkan jarinya dan pintu terbuka. Enam orang pelayan masuk dan berdiri di depan meja masing-masing peserta kemudian meletakkan sebuah gelas yang sudah dituangkan anggur merah sedikit. Pelayan mengarahkan tangan peserta ke gelas dan meminta mereka menyesap anggur tersebut.

Ini adalah hal yang selalu mereka lakukan setiap kali akan ada peluncuran produk baru. Beberapa orang yang memiliki indera pengecap terbaik di Yun Winery akan dipilih untuk melakukan pengetesan tiga anggur merah dan tiga anggur putih dengan mata tertutup untuk mempertajam indera perasa mereka.

Terakhir setelah enam anggur disajikan, masing-masing akan memilih satu anggur merah dan putih yang paling enak diantara yang lain. Anggur dengan suara terbanyak akan keluar menjadi pemenang.

"Bagaimana, bukankah menyenangkan?" tanya bibi Soon Ja kepada Joo Won ketika semua gelas anggur diangkat dari meja dan mereka sudah membuka penutup mata kembali.

Joo Won mengerjapkan matanya beberapa kali sampai tatapannya kembali fokus kemudian tersenyum. Ia menyadari wajahnya yang agak merah dan rasa hangat di seluruh tubuhnya.

"Jadi anggur mana yang terpilih?" tanya laki-laki tua bertubuh kurus dan berwajah serius yang duduk di baris depan kiri ke arah Yun Hee.

"Untuk anggur merah, gelas yang pertama. Untuk anggur putih, gelas ketiga."

"Apakah semua orang memilih gelas yang sama?" tanya laki-laki tua berkepala botak bertubuh kurus lainnya yang duduk di baris depan kanan.

"Untuk anggur merah, iya. Untuk anggur putih, lima dari enam orang memilih gelas ketiga dan satu orang memilih gelas pertama." jawab Yun Hee sambil berdiri dari kursinya.

"Dan satu orang itu?" sambung bibi Soon Ja.

Yun Hee menatap Joo Won dari tempatnya dan semua orang mengikuti arah pandangan gadis itu.

Lalu terdengar suara berdeham dari beberapa orang. "Kalau begitu kenapa kita tidak coba lagi anggur putih untuk gelas pertama?" usul wanita jangkung bersuara nyaring di barisan ketiga.

"Hei, Im Ran. Apakah hanya karena satu orang, kita semua harus mengulang lagi?"

Bibi Im Ran memiringkan kepala dengan kedua tangan di pinggang, "Hei, Jin Sang. Aku kan hanya berkata kenapa kita tidak mencoba gelas pertama sekali lagi. Aku bukan memintamu untuk minum satu botol anggur itu, bodoh." serunya ke arah pria baris pertama bertubuh kurus dan berwajah serius.

"Iya, tidak ada salahnya kita coba lagi. Siapa tahu ternyata pilihan Joo Won lebih tepat." tambah wanita di sebelah bibi Im Ran.

"Bagaimana menurutmu Yong Sook?" tanya bibi Soon Ja kepada laki-laki berkepala botak di samping paman Jin Sang.

Paman Yong Sook mengangkat bahu, "Aku tidak masalah."

Medengar hal itu, Yun Hee kemudian meminta pelayan untuk membawa gelas anggur putih pertama kembali ke ruangan dan meminta semua orang mencobanya lagi. Kali ini Yun Hee juga ikut meminum anggur tersebut.

"Hai supir Cho, perkenalkan namaku Cho Kyung-Hui." sapa wanita bertubuh kecil yang berdiri di belakang Joo Won. "Omong-omong kenapa kau memilih anggur ini?"

Joo Won terdiam sejenak dan menggoyangkan gelasnya lalu mendekatkan hidungnya. "Aku mencium bau buah delima."

Semua orang mengikuti apa yang Joo Won lakukan dan menyesap anggur dari gelasnya. "Kalau dipikir-pikir aku memang merasakan sedikit asam, tapi aku tidak tahu kalau itu buah delima," komentar paman Yong Sook.

"Apakah itu benar buah delima?" tanya paman Jin Sang menatap Yun Hee.

Yun Hee mengangkat wajahnya dari gelas dan menatap semua orang di depannya sekilas, kemudian berhenti di wajah Joo Won, "Ya, benar. Memang ada campuran ekstrak buah delima di gelas anggur putih yang pertama."

"Apakah kau menyukai buah delima, makanya kau memilih gelas nomor satu?" tanya bibi Kyong Hui penasaran.

Joo Won menggelengkan kepala, "Dibandingkan dengan gelas kedua yang menggunakan campuran buah apel dan gelas ketiga menggunakan jeruk nipis, menurutku rasa anggur yang pertama lebih menarik."

"Supir Cho," panggil bibi Soon Ja dengan ramah. "Apakah kau suka minum anggur?"

Joo Won menggeleng.

"Sepertinya supir Cho memiliki hidung yang tajam," gumam bibi Im Ran sambil terus menggoyangkan gelas di tangannya.

"Kalau dipikir-pikir rasa anggur putih gelas pertama memang lebih unik dibandingkan yang lain." tambah paman Jin Sang. "Aku pernah mendengar beberapa orang bahkan suka mencampur anggur putih dengan jus delima."

Yun Hee menyesap anggurnya dan menatap semua orang dengan senyum tipis, "Kelihatannya semua orang berubah pikiran?"

"Mungkin karena biasanya anggur putih dicampur dengan jeruk nipis, oleh karena itu semua orang memilih gelas nomor tiga." sela bibi Im Ran, "Tapi setelah dicoba berkali-kali gelas nomor satu memiliki rasa yang lebih ringan."

"Ya, menurutku juga begitu. Ada rasa asam bercampur dengan manis membuatnya terasa lebih bersih." tambah bibi Kyong Hui.

Melihat semua orang mulai terpesona dengan anggur di gelas pertama, Yun Hee berkata lagi. "Kalau begitu sepertinya lebih baik kita melakukan pemungutan suara ulang. Siapa yang memilih gelas anggur putih yang pertama?"

Perlahan satu persatu orang mulai mengangkat tangan ke atas, sampai terakhir tangan paman Jin Sang ikut terangkat. Yun Hee menganggukkan kepala sekali, kemudian menyimpulkan, "Baiklah, karena semua orang memilih sudah memilih, untuk anggur putih kita akan produksi untuk gelas yang pertama."

Ketiga bibi disana menatap Joo Won dan tersenyum lebar, "Selamat supir Cho, gelas anggur pilihanmu terpilih." kata bibi Soon Ja.

Joo Won tersenyum tipis dan menundukkan kepala sedikit kearah semua orang.

"Kalau begitu, bagaimana kalau malam ini kita menikmati anggur pilihan supir Cho?" usul bibi Im Ran dan semua orang pindah ke ruang lain untuk menikmati makan malam.

Ruang makan itu persis berada di samping studio memasak dan semua orang duduk di meja makan panjang saling berhadapan dengan Yun Hee menempati kursi di ujung. Karena mereka akan menikmati anggur putih, maka makanan yang disajikan adalah makanan laut yang direbus dan dipanggang.

"Aku tidak pernah menyadari anggur putih ternyata bisa seenak ini," kata bibi Im Ran.

"Supir Cho, selama lima tahun terakhir kami tidak pernah makan malam dengan menggunakan anggur putih. Untuk malam ini, sepertinya kami harus berterima kasih kepadamu." Bibi Kyong Hui tersenyum lebar ke arah Joo Won.

"Alasannya sederhana, karena tidak ada yang memiliki lidah setajam ibu Yun Hee dan selera sebagus nenek Yun Hee terkait dengan anggur putih." tambah paman Yong Suk yang juga tersenyum ramah kepada Joo Won.

"Anggur putih memang lebih sulit dinikmati dibandingkan dengan anggur merah." komentar paman Jin Sang.

"Omong-omong, supir Cho. Berapa umurmu?" tanya bibi Im Ran sambil menyantap makanan di piringnya.

"Tahun ini, dua puluh delapan tahun."

"Dari mana asalmu?" sambung bibi Kyong Hui.

Joo Won terdiam sejenak, lalu menjawab, "Gyeryong." kemudian ia melirik Yun Hee yang menyesap anggurnya tanpa menyentuh makanan di piring.

"Kedua orangtuamu tinggal di Gyeryong?" lanjut bibi Kyong Hui.

"Kedua orangtuaku sudah meninggal." sahutnya kemudian terlihat ekspresi minta maaf di wajah wanita itu.

Suasana hening sejenak, lalu bibi Soon Ja berbicara, "Apakah kau sudah punya pacar?"

Joo Won menggelengkan kepala.

"Kenapa?" sela bibi Im Ran tiba-tiba. "Kenapa kau belum punya pacar?"

Joo Won bingung harus menjawab apa, ia hanya tersenyum tipis.

Bibi Im Ran berdeham, "Kalau begitu, bagaimana kalau aku menjodohkanmu dengan adikku?"

"Kau baru bertemu dengan supir Cho beberapa menit yang lalu dan sekarang kau memintanya menikah dengan adikmu yang berusia tiga puluh delapan tahun?" tanya bibi Kyong Hui tidak percaya.

"Memangnya ada yang salah?" tanya bibi Im Ran tidak terima.

"Tidak ada yang salah disini. Hanya otakmu sedikit bermasalah." gumam paman Jin Sang.

Sebelum bibi Im Ran mengamuk, bibi Soon Ja menahan tangan temannya itu cepat lalu berbicara lagi, "Apakah sebelumnya kau bekerja sebagai supir juga?"

Joo Won menatap bibi Im Ran yang duduk di kursinya namun dengan raut wajah menahan emosi. Sepertinya malam masih panjang dan ia masih harus menjawab banyak pertanyaan lain dari tiga wanita ini, "Terkadang aku menjadi supir, terkadang aku bekerja di konstruksi bangunan, terkadang aku pergi ke kota lain untuk membantu teman."

Bibi Kyong Hui mengangguk mengerti, "Itu berarti kau sudah pernah bekerja di banyak tempat."

"Tidak ada yang salah dengan itu. Sebagai seorang laki-laki muda, mereka harus pergi berpetualang sebanyak mungkin." komentar Yong Sook. "Seperti aku saat muda dulu."

Bibi Kyong Hui tidak menghiraukan kata-kata paman Yong Sook, ia hanya menatap Joo Won sambil menyipitkan mata. "Melihat tinggimu yang ideal, tubuhmu yang sehat dan berotot, kenapa kau tidak mencoba masuk militer?"

Kali ini Joo Won diam dalam waktu yang lama dan ia semakin enggan untuk memberikan jawaban. "Aku tidak tertarik."

"Kenapa?" sela bibi Im Ran cepat. "Kakek Yun Hee adalah seorang pasukan militer dan kami sangat menghormatinya. Beliau sangat keren." mengacungkan jempolnya ke depan.

Joo Won tersenyum tipis mendengar pujian itu. "Sewaktu kecil aku mengalami kecelakaan, sehingga tidak memungkinkan untuk bergabung dengan militer."

Ia tidak berbohong. Setelah kecelakaan helikopter yang menewaskan kedua orangtuanya, selama beberapa saat Joo Won tidak bisa menggerakkan kakinya. Namun berkat Oh Tae-Won yang membiarkannya dirawat di rumah sakit militer dan meminta dokter yang merawatnya memastikan kalau kakinya harus bisa bergerak kembali, maka sekarang kakinya bisa berfungsi dengan normal lagi. Kalau mau dihitung, Joo Won tidak bisa memastikan seberapa besar hutangnya kepada Oh Tae-Won. Dan ia tidak pernah menyangka kalau pada akhirnya dirinya-lah yang secara tidak langsung mengambil nyawa laki-laki itu.