webnovel

I am a survivor

Hwi Min-Ki adalah anak dari bos mafia kaya di Korea Selatan. Setelah selamat dari kecelakaan helikopter yang menewaskan orang tuanya ketika berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk melupakan masa lalu dan hidup dengan identitas baru. Oh Tae-Won adalah orang yang berhasil menariknya keluar dari mimpi buruk dan rasa sakit yang terus menghantuinya. Laki-laki tua itu tidak hanya memberikan kesempatan hidup kedua untuknya sebagai Cho Joo-Won, namun juga membuatnya bisa melanjutkan hidup dengan baik. Dua belas tahun kemudian, sebagai kapten dari SEAL Angkatan Laut Korea Selatan, Cho Joo-Won berhasil membuktikan janjinya kepada Oh Tae-Won. Tapi, ia tidak pernah tahu kalau semuanya harus ditukar dengan nyawa laki-laki tua itu. Ternyata hidup itu seperti kertas putih dan setiap goresan hitam akan terus menempel meninggalkan bekas. Sekarang tujuan hidupnya hanya satu, melindungi cucu Oh Tae-Won. Awalnya ia berada di sisi Oh Yun-Hee karena ingin melindungi gadis itu dari pamannya, Hwi Yong-Jae. Namun perlahan tapi pasti, perasaan itu mulai muncul. Ia mulai menyukainya. Ia mulai bisa bernapas kembali karena Yun Hee. Ia mulai tidak sabar menunggu hari esok dan melihat gadis itu. Dua belas tahun lalu, ia berhasil lolos dan bersembunyi dari semuanya. Sekarang, ia harus menghadapinya sendiri karena ia mulai berharap. Harapannya adalah hidup bersama gadis itu untuk waktu yang lama. Tapi, kali ini ia tidak akan membiarkan takdir menukar hidup gadis itu dengan hidupnya.

lEm0n94 · Real
Sin suficientes valoraciones
26 Chs

Engagement Ring

Di taman kecil di dekat aula pesta, Hwi Yong-Jae dan anak buahnya berdiri di samping pohon besar di sudut, yang membuat bayangan mereka terlihat samar. "Sepertinya aku terlalu meremehkan anak itu." Ia menyentuh cabang pohon yang tipis kemudian dengan satu sentakan ringan patah menjadi dua bagian.

Beberapa saat lalu salah satu anak buahnya mengabarkan bahwa mereka belum berhasil menemukan jejak Hwi Min-Ki, keponakannya. Meskipun mereka telah berjaga di sekitar rumah, kantor dan mengikuti Yun Hee, tapi masih belum ada tanda-tanda keberadaan laki-laki dengan ciri-ciri yang dijelaskan oleh atasannya.

"Awasi Oh Yun-Hee. Aku yakin dia ada di sekitarnya." Hwi Yong-Jae berkata pelan. "Dan jalankan rencana kedua. Aku tidak punya banyak waktu untuk bermain-main."

"Baik." Balas anak buahnya yang berdiri di belakang menganggukan kepala sekali.

Mengangkat wajah ke atas, dedaunan yang lebat menutupi pandangannya ke arah langit yang gelap. "Gadis itu, Oh Yun-Hee persis seperti kakeknya. Cara dia menatapku sama dengan bagaimana Oh Tae-Won melihatku, seolah-olah aku adalah sesuatu yang menjijikan dan kotor." Pandangannya menerawang dan tajam, "Setelah aku selesai dengan Min Ki, targetku selanjutnya adalah Oh Yun-Hee. Aku akan membuat gadis itu mengerti apa yang disebut dengan minum teh sambil mendiskusikan hal penting."

Berbalik Hwi Yong-Jae menepuk pipi bawahannya pelan, "Jadi, aku tidak akan mentolerir kesalahan yang sama dua kali," katanya memperingatkan. "Aku yakin kau tidak ingin berakhir seperti kedua orang bodoh itu, bukan?"

Keringat dingin membasahi tubuh laki-laki itu. Dengan kepala tertunduk dan suara bergetar, ia menjawab. "Ya, saya mengerti."

Di salah satu sisi lorong, Cho Joo-Won bersandar di dinding dan mendengar percakapan Hwi Yong-Jae dengan anak buahnya. Sebelah tangannya tergenggam erat di samping tubuhnya sampai buku-buku jarinya memutih setiap kali pamannya menyebut nama Yun Hee.

Melihat Hwi Yong-Jae yang berani terang-terangan mendekati Yun Hee, sepertinya Joo Won tidak bisa bersembunyi terlalu lama. Ia tidak ingin terlambat satu langkah dibandingkan pamannya lagi dan kali ini ia akan mempertaruhkan segalanya untuk melindungi Yun Hee dan Yun Na, termasuk bila ia harus mengorbankan nyawanya.

Ketika Joo Won akan memfokuskan kembali pandangannya ke arah Hwi Yong-Jae, tiba-tiba seseorang meraih tangannya dan terdengar suara anak-anak. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Yun Na berdiri di samping Joo Won sambil menatapnya bingung dengan kedua matanya yang bulat.

Menyadari bahwa Hwi Yong-Jae dan anak buahnya mungkin telah mendengar suara Yun Na, Joo Won segera mengangkat tubuh gadis kecil itu ke dalam pelukannya lalu berjalan kembali ke ruang pesta. Yun Na membiarkan Joo Won menggendongnya dan tidak bertanya lagi. Ia melingkarkan tangan kecilnya di leher Joo Won kuat-kuat seiring dengan langkah kaki laki-laki itu yang semakin cepat.

"Tunggu sebentar."

Suara bernada rendah itu terdengar sangat jelas karena jarak lorong yang panjang dan suasana yang sepi. Kaki Joo Won langsung berhenti dan tubuhnya menegang.

"Siapa disitu?"

Bibir Joo Won kering dan lidahnya terasa kaku. Selama bertahun-tahun, ia selalu membayangkan akan seperti apa pertemuannya dengan Hwi Yong-Jae. Di antara semua kemungkinan, ia tidak pernah mengira mereka akan bertemu di tempat ini dan dalam kondisi seperti sekarang, di mana Joo Won terlihat sedang berusaha melarikan diri dari pamannya.

"Permisi, apakah anda bisa menghadap ke sini?"

Joo Won tidak memberikan tanggapan apapun terhadap pertanyaan-pertanyaan Hwi Yong-Jae dan laki-laki itu mulai berjalan menyusuri lorong ke arahnya. Tepat saat Joo Won mendengar langkah kaki pamannya semakin dekat, suara lain terdengar dari depannya.

"Apa yang kau lakukan disitu?" Suara keras Yun Hee menarik perhatian semua orang yang ada di sana lalu ia berhenti tepat di samping Joo Won.

Tidak ada yang berbicara, tapi tatapan Yun Hee sudah cukup menujukkan bahwa pertanyaan itu ditujukan kepada Hwi Yong-Jae. Laki-laki itu berdeham dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk segera meninggalkan tempat itu lalu ia tersenyum tipis ke arah Yun Hee, "Aku sedang berjalan-jalan mencari udara segar dan menemukan taman ini."

Yun Hee melihat laki-laki muda berpakaian rapi berdiri di belakang Hwi Yong-Jae menundukkan kepalanya sekali kemudian pergi meninggalkan taman.

Melihat pandangan Yun Hee yang mengikuti anak buahnya, Hwi Yong-Jae menambahkan, "Dia adalah bawahanku, ada informasi yang ingin disampaikan sehingga aku mengajaknya ke sini."

Tatapan Yun Hee berpindah kembali ke Hwi Yong-Jae yang masih tersenyum. "Aku harap informasi yang disampaikan adalah kabar baik."

Hwi Yong-Jae tertawa kecil, "Tentu saja."

Memutar tubuh ke samping, Yun Hee menatap Joo Won dan Yun Na bergantian dan menemukan wajah laki-laki itu yang agak pucat. Yun Hee dengan cepat bisa menyimpulkan kalau Joo Won agak ketakutan dengan sosok Hwi Yong-Jae. Tentu saja, siapa yang tidak takut berada di dekat laki-laki betubuh besar dengan wajah menakutkan seperti itu. Bahkan hanya mendengar suaranya saja membuat tubuh Yun Hee merinding.

Mengandeng lengan Joo Won, Yun Hee menarik tubuh laki-laki itu mendekat dan berkata. "Ayo, kita kembali ke aula pesta."

Tidak seperti saat mendengar suara pamannya, ketika Joo Won mendengar suara Yun Hee ia merasa seperti terhipnotis dengan kata-kata gadis itu. Kakinya yang tadi terasa berat untuk digerakkan, kini dengan mudah melangkah kembali dan tubuhnya terasa ringan seolah sentuhan gadis itu mampu mengangkat semua beban yang ada di tubuhnya. Dan hal itu menimbulkan perasaan aneh di dada Joo Won.

Mereka bertiga berjalan menyusuri lorong dan berbelok di ujung meninggalkan Hwi Yong-Jae berdiri mematung disana. Senyum ramah yang sempat muncul di bibir laki-laki itu perlahan memudar dan menghilang tanpa bekas.

***

Kembali ke ruang pesta, mereka langsung menuju area makanan utama sesuai dengan keinginan Yun Na. Saat Joo Won sibuk menyuapi adiknya dengan berbagai makanan sesuai keinginan gadis itu, Yun Hee kembali menyapa tamu lain yang menghampiri dan mengajaknya mengobrol.

Ketika orang terakhir pergi, ia menoleh ke Yun Na dan melihat Joo Won mengelap mayones di mulut adiknya dengan tisu. "Apakah kau tidak punya tangan? Tidak bisa mengelap mulutmu sendiri?" Tanya Yun Hee datar dan menyesap minuman di tangannya.

"Me.. mang.. nya ken.. apa?" balas Yun Na terbata-bata sambil mengunyah makanan di mulutnya. "Aku san.. gat la.. par."

Yun Hee menggelengkan kepala seolah tidak setuju dengan alasan adiknya. Yun Na baru membuka mulut untuk membalas saat Joo Won memasukkan sepotong daging ke dalam mulut kecilnya. Seketika wajah itu berubah menjadi berseri-seri lalu ia menoleh ke arah Joo Won dan menujuk makanan lain dengan bersemangat.

Melihat hal itu Yun Hee mendengus pelan dan tersenyum tidak percaya. Bagaimana bisa adiknya dengan mudah melupakan perdebatan yang baru saja dimulai hanya karena makanan. Tapi, melihat interaksi antara Joo Won dan Yun Na, entah mengapa membuat Yun Hee merasa lega. Sepertinya laki-laki itu sudah berhasil menaklukkan Yun Na dan tahu bagaimana menenangkan adiknya.

"Direktur Oh!" seru salah satu tamu yang sudah tua bersama dengan wanita separuh baya di sampingnya mengenakan hanbok.

Melihat siapa yang memanggilnya, Yun Hee langsung membungkukkan badan memberi hormat kepada pasangan suami istri itu.

"Selamat. Pesta peluncuran anggur malam ini berjalan lancar." Kakek itu tersenyum tulus dan berdiri santai dengan kedua tangan di belakang punggungnya.

"Nenek dan ibumu pasti sangat bangga." Wanita separuh baya di sampingnya maju selangkah dan dengan lembut menggenggam tangan Yun Hee.

Di antara semua pujian dan komentar yang ia dengar malam itu, bagi Yun Hee kata-kata tadi adalah yang paling menyentuh dan ingin didengarnya. Tersenyum lebar, ia menatap lurus ke wajah yang sudah penuh kerutan halus karena dimakan usia, tetapi masih menatapnya sayang dengan mata yang sama.

Pujian itu semakin berarti karena keluar dari mulut kakek dan nenek Ye Min-Hyuk, teman baik kakek dan neneknya. Sehingga ia bisa membayangkan kata-kata yang sama diucapkan langsung oleh kakek dan neneknya bila mereka berada disana malam itu.

"Terima kasih, hal-abeoji." Katanya ke arah kakek Min Hyuk yang menganggukan kepala. "Terima kasih, halmeoni." Wanita tua itu menepuk tangannya pelan menerima ucapan terima kasih Yun Hee.

Setelah itu kakek Min Hyuk mengalihkan pandangan dan tersenyum lebar kepada Yun Na yang melingkarkan tangan di leher Joo Won. "Yun Na ya~ Bagaimana kabarmu?"

Masih dalam pelukan Joo Won, gadis itu menegakkan tubuh dan meletakkan kedua tangan di perut dan membungkuk. "Selamat malam hal-beoji, halmeoni. Kabarku baik, bagaimana dengan kalian?"

Pasangan tua itu tertawa keras melingkah tingkah lucu Yun Na. Lalu seolah menyadari sesuatu, pandangan mereka berpindah ke laki-laki muda yang berdiri di sebelahnya, "Omong-omong, aku belum pernah melihat anak muda ini?" kata nenek Min Hyuk melirik sosok yang sejak tadi dipeluk Yun Na dengan tatapan penasaran.

Sebelum Yun Hee sempat menjawab, suara yang berasal dari kakek Min Hyuk sudah terdengar lebih dulu. "Tentu saja itu tunangan Yun Hee." Kemudian menoleh ke arah Yun Hee dan Joo Won bergantian, "Bukankah begitu?"

Joo Won dan Yun Hee terdiam tidak mengatakan apa-apa.

"Benar juga, aku hampir lupa bahwa Yun Hee sudah memasuki usia untuk menikah dan sudah waktunya untuk memikirkan pasangan." Komentar nenek Min Hyuk.

Mendengar kata-kata kedua orang itu, Yun Na menganggukan kepala setuju.

Dengan mata berkilat-kilat, wanita tua itu kemudian bertanya dengan suara ringan, "Anak muda, siapa namamu?"

Menyadari kalau ia harus memperkenalkan diri, Joo Won menurunkan Yun Na dan merapikan jasnya lalu membungkukkan badan memberi hormat kepada pasangan separuh baya yang dipanggil kakek dan nenek oleh Yun Hee serta Yun Na. "Annyeonghaseyo, saya Cho Joo-Won."

Laki-laki tua itu menganggukan kepala, "Berapa usiamu?"

"Tahun ini, dua puluh delapan tahun."

Menganggukan kepala sekali lagi, kakek Min Hyuk melanjutkan. "Jadi, kapan kalian akan menikah?"

Pertanyaan itu membuat Yun Hee tertegun. Kenapa kakek Min Hyuk tiba-tiba bertanya hal seperti itu kepada orang yang baru dikenalnya? Yun Hee mencoba menemukan ekspresi bercanda di wajah laki-laki tua itu, tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, tatapan kakek Min Hyuk yang ditunjukkan kepada Joo Won terlihat serius dan tidak main-main. Untuk pertama kalinya Yun Hee melihat teman kakeknya melihat seseorang dan berbicara dengan nada tegas. Mungkinkah ada sesuatu yang tidak diketahuinya?

Sebelum ada yang menjawab, suara yang lebih keras menyela lebih dulu. "Bagaimana mungkin laki-laki itu tunangan Yun Hee? Tunangannya ada disini." Ye Min-Hyuk muncul bersama dengan Im Seung-Hoon yang membungkuk memberi salam kepada pasangan kakek dan nenek di depannya. "Laki-laki itu adalah supirnya dan dia menyelamatkan Yun Hee ketika Park Hyung-Shik melemparkan botol minuman kaca di klub milikku. Hubungan mereka tidak lebih dari itu. Jadi, mana mungkin mereka menikah."

Selama Yun Hee mengenal Ye Min-Hyuk, mungkin saat itu adalah pertama kalinya ia sangat ingin memukul kepala laki-laki itu dengan keras karena mengatakan hal yang tidak perlu di depan begitu banyak orang.

Kakek Min Hyuk berdeham dan suaranya terdengar yakin, "Kalau laki-laki itu adalah tunangan Yun Hee, apakah dia memiliki cincin pertunangan mereka?"

Alis Min Hyuk terangkat bingung. "Cincin?" Kemudian seolah mengerti maksud kakeknya, ia menambahkan. "Mereka bisa membelinya nanti bersama-sama."

Kakeknya menggelengkan kepala, "Sudahlah, jika kau tidak mengerti apa-apa, lebih baik diam saja."

Kecewa dengan sikap kakeknya, Min Hyuk membalas, "Cincin pertunangan apa? Kalau kakek tidak memberi tahu dengan jelas, bagaimana mungkin kami bisa mengerti."

"Tidak ada yang perlu dijelaskan." Kata kakeknya lalu melirik Im Seung-Hoon, "Kalau dia benar tunangan Yun Hee, dia pasti sudah mengerti."

Ye Min-Hyuk hendak menyela lagi, tetapi Im Seung-Hoon menahan tangannya sebagai tanda agar laki-laki itu diam di tempat. "Selamat malam, kakek dan nenek, namaku Im Seung-Hoon. Aku adalah teman dekat Yun Hee dan Min Hyuk ketika mereka belajar di Italia." Katanya mulai memperkenalkan diri. "Mengenai cincin yang kakek katakan tadi, aku memang tidak memilikinya. Tapi, aku serius dengan Yun Hee. Dan aku berniat untuk menikah dengannya."

Joo Won menoleh ke arah Yun Hee yang berdiri di sebelahnya dan ekspresi gadis itu melembut. Sepertinya Yun Hee juga menyukai laki-laki bernama Im Seung-Hoon itu. Di satu sisi Joo Won menyadari bahwa seharusnya ia merasa senang, karena akan ada seseorang yang berada di samping Yun Hee ketika ia pergi nanti. Namun, di sisi lain ia merasa tidak rela melepaskan gadis itu.

"Aku benar bukan? Mereka akan bersama." Kata Ye Min-Hyuk puas merasa berhasil membuktikan kata-katanya.

Kakeknya menghela napas dan mengangkat tangan lalu menjepit jarinya di salah satu telinga Min Hyuk, "Sebelum kau sibuk mengurusi kehidupan orang lain. Sebaiknya pikirkan apa yang harus kau lakukan dengan klubmu itu sebelum aku melaporkannya ke polisi."

Mendengar kata-kata kakeknya mata Min Hyuk melebar dan ia menjawab dengan suara setengah kesakitan karena telinga nya ditarik semakin kuat. "Hal-abeoji, kau tidak bisa melakukan ini kepadaku?"

"Kenapa tidak bisa?" Tanya kakeknya tidak mau kalah. "Selama kau masih menggunakan uangku, itu berarti milikmu juga milikku."

Karena sifat Min Hyuk yang pantang menyerah, perdebatan itu berlanjut beberapa lama, hingga akhirnya semua orang melupakan topik utama yang mereka bicarakan tadi.