webnovel

I am a survivor

Hwi Min-Ki adalah anak dari bos mafia kaya di Korea Selatan. Setelah selamat dari kecelakaan helikopter yang menewaskan orang tuanya ketika berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk melupakan masa lalu dan hidup dengan identitas baru. Oh Tae-Won adalah orang yang berhasil menariknya keluar dari mimpi buruk dan rasa sakit yang terus menghantuinya. Laki-laki tua itu tidak hanya memberikan kesempatan hidup kedua untuknya sebagai Cho Joo-Won, namun juga membuatnya bisa melanjutkan hidup dengan baik. Dua belas tahun kemudian, sebagai kapten dari SEAL Angkatan Laut Korea Selatan, Cho Joo-Won berhasil membuktikan janjinya kepada Oh Tae-Won. Tapi, ia tidak pernah tahu kalau semuanya harus ditukar dengan nyawa laki-laki tua itu. Ternyata hidup itu seperti kertas putih dan setiap goresan hitam akan terus menempel meninggalkan bekas. Sekarang tujuan hidupnya hanya satu, melindungi cucu Oh Tae-Won. Awalnya ia berada di sisi Oh Yun-Hee karena ingin melindungi gadis itu dari pamannya, Hwi Yong-Jae. Namun perlahan tapi pasti, perasaan itu mulai muncul. Ia mulai menyukainya. Ia mulai bisa bernapas kembali karena Yun Hee. Ia mulai tidak sabar menunggu hari esok dan melihat gadis itu. Dua belas tahun lalu, ia berhasil lolos dan bersembunyi dari semuanya. Sekarang, ia harus menghadapinya sendiri karena ia mulai berharap. Harapannya adalah hidup bersama gadis itu untuk waktu yang lama. Tapi, kali ini ia tidak akan membiarkan takdir menukar hidup gadis itu dengan hidupnya.

lEm0n94 · Real
Sin suficientes valoraciones
26 Chs

After Party

Yun Hee sedang berdiri di balkon ruang kerjanya yang mengarah ke pintu masuk. Kedua tangannya terlipat di depan dada, sementara matanya menatap ke bawah di mana para staf dan Joo Won sedang sibuk menurunkan barang dari mobil. Mereka semua mengobrol, bercanda dan tertawa keras terutama para bibi yang terus berdiri di sekitar laki-laki itu. Tampaknya popularitas Joo Won meningkat pesat sejak pesta kemarin.

Asisten Ahn yang berdiri di belakang Yun Hee melihat semua itu dan ikut berkomentar, "Sepertinya mereka baru pulang dari membeli bahan makanan di pasar." Kemudian bibirnya tersenyum melihat kerumunan di bawah, "Semua orang bersenang-senang tadi malam. Ini pertama kalinya saya melihat dan mendengar para bibi sangat bersemangat setelah seharian sibuk dengan pesta kemarin."

Meski ada banyak orang di bawah, mata Yun Hee hanya tertuju pada satu sosok, "Ajeossi, menurutmu orang seperti apa Cho Joo-Won?"

Asisten Ahn mengerutkan alisnya, "Supir Cho?" lalu ikut menatap ke arah laki-laki itu dan memperhatikannya, "Awalnya saya pikir dia orang yang kaku dan sulit didekati. Tapi, melihatnya seperti ini, ternyata dia juga bisa tersenyum dan tertawa lepas."

"Selain itu?" Yun Hee tidak puas dengan jawaban Asisten Ahn, "Apakah kau merasakan sesuatu yang aneh darinya?"

Asisten Ahn terdiam sejenak, "Tidak untuk saat ini. Apa terjadi sesuatu?"

Yun Hee tidak berkata apa-apa, hanya menggelengkan kepala dan rambut hitamnya tergerai di depan wajah. Tidak ingin berlarut-larut dalam rasa penasarannya terhadap Cho Joo-Won, ia berbalik dan masuk ke dalam ruang kerja diikuti Asisten Ahn di belakang.

"Hampir semua tamu yang kita undang kemarin hadir, terutama para tetua." Sebuah map hitam dibuka di atas meja di depan Yun Hee. "Dari tanggapan para tamu, anggur putih mendapat respon positif dari kalangan muda hingga para tetua."

Yun Hee yang sedang duduk di belakang meja membaca beberapa tumpukan map hitam yang dibawa oleh Asisten Ahn, berisi laporan dari pesta kemarin, "Bagaimana dengan souvenirnya?"

"Kami telah mengirimkan hadiah menarik untuk para tamu sesuai dengan instruksi Anda." Membuka map hitam lainnya dan menyerahkannya kepada Yun Hee, "Ada anggur merah berusia tiga puluh tahun, ginseng berusia empat puluh tahun dan lima ratus gram daging sapi Korea kualitas terbaik."

"Bagaimana dengan pesaing kita?"

"Di pesta kemarin, mereka tidak banyak bicara. Namun, melihat reaksi orang-orang, dapat disimpulkan bahwa mereka cukup menikmati anggur baru kita." Asisten Ahn meletakkan beberapa koran dan tabloid yang berjejer rapi di ujung meja Yun Hee, "Semua media telah menulis berita tentang pesta kemarin dengan sangat baik."

Yun Hee yang masih memegang map di tangan menunggu kelanjutan laporan dari Asisten Ahn. Namun karena tidak ada suara lagi yang terdengar, akhirnya ia mengangkat kepala dan menatap laki-laki separuh baya yang berdiri di depannya.

Paham apa yang sebenarnya ditunggu gadis itu, Asisten Ahn membuka map lain, "Sampai pagi ini, pergerakan saham Yun Winery di bursa tidak banyak berubah."

Yun Hee melirik grafik dengan garis lurus merah yang melintang dari kiri ke kanan di bagian bawah, "Bagaimana dengan investor?"

Asisten Ahn menggelengkan kepalanya, "Dari kemarin hingga pagi ini, hanya satu investor yang menghubungi kita. Salah satu kenalan Park Hyung-Shik bernama, Hwi Yong-Jae."

Pandangan mata Yun Hee berubah, seolah mencoba mengingat wajah dengan nama itu, "Ahh.. Orang itu." Kemudian mengalihkan tatapannya ke depan, "Apa pendapatmu tentang orang itu?"

Suara Asisten Ahn berubah serius, "Hwi Yong-Jae ingin membeli saham Yun Winery seharga enam puluh lima ribu dolar AS." Laki-laki tua itu mengeja dengan perlahan agar mendapatkan perhatian Yun Hee. "Dana yang cukup untuk melunasi bunga bank dan menutupi biaya produksi Yun Winery yang sangat besar kali ini. Selain itu, rencana pemasaran anggur untuk kawasan Asia Timur yang sudah tertunda lima tahun lalu bisa dilakukan sekarang."

Yun Hee mulai mengerti arah pembicaraan ini, namun melihat wajah Asisten Ahn yang ragu memunculkan pertanyaan baru di kepala Yun Hee, "Lalu apa yang membuatmu bimbang?"

"Jika kita menerima tawarannya, secara tidak langsung Hwi Yong-Jae akan menjadi pemegang saham terbesar di Yun Winery." Setelah mengatakan itu, Asisten Ahn juga bisa melihat ekspresi Yun Hee berubah, "Bagaimana Direktur? Apakah lebih baik kita menolaknya?"

Yun Hee mengetukkan jari tangan ke meja kayunya hingga terdengar suara seperti jam yang berdetak. Banyak hal yang ia sedang pertimbangkan, bukan hanya karena tawarannya menarik, namun orang bernama Hwi Yong-Jae itu entah kenapa membuatnya merasa tidak tenang. "Belum sampai satu hari sejak pesta berakhir, kita masih punya waktu." Kata Yun Hee memutuskan.

Asisten Ahn tidak berniat untuk mendesak Yun Hee mengenai keputusannya. Karena jika di posisi gadis itu, sepertinya ia juga akan mengambil keputusan yang sama. Sementara ini, menurutnya Yun Hee membuat keputusan yang tepat. 

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, lalu Bibi Soon Ja masuk sambil membawa nampan berisi cangkir kopi hitam hangat yang diletakkan di meja Yun Hee.

"Asisten Ahn luar biasa sekali, di hari Minggu seperti ini masih harus bekerja." Bibi Soon Ja tersenyum ramah, menggoda laki-laki yang umur nya beberapa tahun lebih muda darinya.

"Selamat pagi, Bibi Soon Ja. Bagaimana kabar Anda hari ini?" Balas Asisten Ahn dengan sopan kepada wanita itu.

"Apakah kalian sedang bersiap untuk pesta staf malam ini?" Sela Yun Hee sambil mengangkat cangkir kopi dan menyesap minumannya. 

Sejak Yun Winery pertama kali didirikan oleh kakek dan neneknya, apabila ada peluncuran produk baru, akan diadakan dua pesta selama dua hari berturut-turut. Hari pertama adalah pesta peluncuran untuk tamu dan kolega perusahaan. Hari kedua adalah pesta dengan para staf Yun Winery di malam hari.

Mendengar pertanyaan laki-laki itu, Bibi Soon Ja tersenyum dan berkata, "Karena Asisten Ahn telah bekerja keras untuk membantu Yun Hee kami, jangan lupa mengambil beberapa makanan di dapur sebelum pulang." Kemudian Bibi Soon Ja menoleh ke Yun Hee, "Untuk pesta malam ini, kami ingin menggunakan tempat di sekitar paviliun agar bisa melihat bintang."

Yun Hee mengerutkan dahi, "Sejak kapan orang-orang suka melihat bintang?"

Bibi Soon Ja tertawa pendek, "Supir Cho bilang dia ingin melihat bintang. Lalu dia bertanya, dimana tempat untuk melihat bintang dengan jelas. Kemudian semua orang sepakat agar pesta kali ini diadakan di paviliun saja."

"Supir Cho suka melihat bintang?" tanya Asisten Ahn agak terkejut. "Sangat mirip dengan Direktur Oh."

"Kau juga merasa seperti itu?" Mata Bibi Soon Ja melebar, seolah berhasil menemukan seseorang yang memiliki ingatan yang sama dengannya. "Ternyata bukan aku saja yang berpikiran seperti itu. Meski baru beberapa hari, namun entah mengapa setiap melihat supir Cho, aku tiba-tiba teringat dengan Direktur Oh."

Asisten Ahn menganggukkan kepala seakan setuju dengan perkataan wanita itu.

Membiarkan kedua orang itu mengobrol di depannya, Yun Hee kembali menyibukkan diri membaca laporan lain hanya saja ia tahu kalau setiap kata yang keluar dari mulut kedua orang ini adalah hal yang tidak bisa dianggap remeh.

"Kupikir tidak akan ada orang yang makan seperti Direktur Oh, sup dulu dan nasi terakhir." Bibi Soon Ja mulai bersemangat bercerita tentang kebiasaan Kakek Yun Hee yang aneh baginya, "Kemudian, makan semua sayur dulu, baru daging. Kadang-kadang, beliau bahkan mencampur remahan sereal dengan nasi."

Mereka berdua tertawa bersama, seolah kenangan itu adalah hal yang lucu. "Ternyata akhirnya aku menemukan satu orang lagi yang punya kebiasaan makan persis seperti beliau."

Setelah sekitar satu jam Bibi Soon Ja dan Asisten Ahn mengobrol dengan gembira di depan Yun Hee, keduanya akhirnya keluar dari ruangan dan meninggalkannya sendirian di sana. Saat Yun Hee hendak mengambil map lain, ponselnya bergetar menandakan pesan masuk.

'Bisa bertemu?'

Yun Hee menatap layar ponsel dan merebahkan tubuh ke kursi. Beberapa saat kemudian, ia menekan tombol di samping ponsel untuk mematikan layar dan meletakkannya kembali di atas meja. Ketika ia hendak memusatkan kembali perhatian pada pekerjaan yang masih menumpuk di hadapannya, perkataan Bibi Soon Ja dan Asisten Ahn tadi menggangu pikirannya. Tidak dapat menahan rasa penasarannya, ia memutuskan untuk berdiri dari kursi dan melangkah keluar dari ruang kerja.

***

Yun Hee memasuki area di belakang rumahnya. Aroma daging yang mendesis tercium di udara, diikuti dengan para staf yang sedang bernyanyi menikmati pesta malam itu. Berjalan ke meja terdekat, Yun Hee duduk dan mengobrol dengan beberapa orang di sana sambil menikmati makanan dan minuman yang disajikan.

Meski begitu, pandangannya terus tertuju ke paviliun atas tempat Bibi, Yu Na dan Joo Won terlihat sedang bermain kartu. Semua orang berdiri mengelilingi meja tenggelam dalam kegembiraan seolah-olah permainan kartu sederhana itu adalah yang terpenting di dunia.

"Kau kalah lagi!!" Tawa keras Bibi Im Ran membuat semua orang di meja ikut tertawa.

Menghela nafas frustasi, Yun Hee memutar mata ke atas dan melihat kartu merah persegi panjang menempel di dahinya. Mengerutkan alis, kartu itu perlahan jatuh ke meja di depannya namun masih meninggalkan rasa kesemutan kecil di dahinya.

Beberapa waktu lalu, karena tidak tahan dengan kehebohan para bibi dan paman di paviliun, Yun Hee memutuskan untuk naik ke atas sana. Cahaya lentera yang menyinari wajah mereka, menimbulkan bayangan pada kartu warna-warni di tangan masing-masing. Tanpa disadari ternyata ia sudah duduk di samping Bibi Im Ran dan ikut bermain kartu bersama yang lain.

"Yun Hee, hari ini kau kurang beruntung. Jadi lebih baik jangan main lagi." Saran Bibi Kyong Hui menatapnya prihatin.

"Tidak apa-apa jika kau tidak ingin bermain lagi, tapi tetap harus menerima hukuman ini." Kata Bibi Im Ran agak mengejek, lalu mengarahkan minuman berwarna cokelat seperti teh kepada Yun Hee.

Yun Hee baru saja hendak menerima gelas itu sebelum ada tangan lain yang mengambilnya lebih dulu. Gelas wiski dari tangan Bibi Im Ran berpindah ke Joo Won dan isinya langsung habis dalam sekali teguk. Melihat itu, semua orang yang ada di sana langsung terkesima.

"Keren sekali." Bibi Im Ran menatap Joo Won dengan kagum dan bertepuk tangan pelan. 

"Karena Supir Cho telah membantu Yun Hee menerima hukuman, itu berarti Yun Hee harus mengabulkan permintaan Supir Cho." Kata Bibi Soon Ja sambil tersenyum.

Semua mata kini tertuju ke arah Yun Hee, membuatnya merasa semakin terbebani. Mendesah dalam hati, ia menoleh ke Joo Won dan berkata dengan suara pasrah, "Katakan permintaanmu, aku akan mengabulkannya."

Ketegangan di tempat itu terlihat jelas saat semua orang menunggu jawaban Joo Won, tidak yakin apakah permintaan itu akan diterima oleh Yun Hee atau tidak.

Mata gelap Joo Won bertemu dengan Yun Hee, tapi ia tidak langsung berbicara. Laki-laki itu tampak seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, sampai akhirnya bergumam, "Nanti. Aku akan mengatakannya nanti, tidak sekarang."

Jawaban Joo Won menggantung di udara seperti melodi yang belum selesai membuat semua orang penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin laki-laki itu katakan. Otomatis hal ini membuat semua yang ada disana semakin heboh, seolah menambah kesan misterius pada diri Joo Won. Melihat kenyataan tersebut di depan matanya membuat Yun Hee menggelengkan kepala tidak mengerti alasan kegembiraan berlebihan mereka.

Semua orang lanjut bermain lagi, kali ini giliran Joo Won yang kalah. Membantu laki-laki itu menerima hukuman, Bibi Im Ran berkata, "Supir Cho, lusa malam kau harus datang ke kamarku. Aku akan memberitahu permintaanku saat itu." Lalu mengedipkan mata pada Joo Won.

Mendengar hal itu Yun Hee langsung protes, "Apa-apaan ini? Mana ada permintaan seperti itu!"

"Mengapa tidak?" seru Bibi Im Ran sambil menggoyangkan badan tidak peduli dan mulai menyusun kembali kartu di atas meja.

"Kau tidak perlu terlalu menentangnya." Paman Jin Sang menyela sambil memasukkan cemilan kacang ke mulutnya, "Lagipula, aku yakin mata Supir Cho masih bagus, bisa membedakan antara gadis manis dan wanita tua cerewet."

"Tapi.." 

"Sudahlah.." Paman Yong Sook mengangkat satu jari ke mulutnya dan mengarahkannya ke Yun Hee. "Kecuali kau pacarnya, maka kau bisa melarang Supir Cho pergi ke kamar wanita lain."

"Tapi.."

"Apakah kau pacarnya?" tanya Paman Kyong Su yang membuat semua orang menatap ke Yun Hee dengan sungguh-sungguh.

Yun Hee bisa merasakan tatapan serius semua orang dan hal itu membuat keberaniannya menguap. Meski begitu, tetap saja ia merasa permintaan Bibi Im Ran sangat konyol dan sama sekali tidak masuk akal. Benar-benar tidak masuk akal!

"Jangan menginterogasi Yun Hee seperti itu," sela Bibi Im Ran sambil tertawa, "Yun Hee hanya mencemaskan Supir Cho, tidak ada alasan lain. Bukankah begitu, Yun Hee?"

Saat Yun Hee hendak membalas, suara lain menarik perhatian semua orang. Nada lembut dan percaya diri menembus obrolan mereka, "Selamat malam, Paman dan Bibi." Sapa laki-laki muda berkacamata yang berdiri di bawah paviliun. Rambut hitamnya ditata rapi dan kemeja putihnya memberikan kesan profesional. Laki-laki itu membungkuk sopan, memperkenalkan diri, "Namaku Im Seung-Hoon. Maaf mengganggu acara kalian malam ini."

Semua mata tertuju pada laki-laki itu. Tidak ada yang memberikan respon, mereka semua hanya menatapnya diam. Perlahan udara mulai dipenuhi ketegangan dan tidak ada satu orang pun berani memecah kesunyian.

Merasa suasana di sekitarnya sangat canggung, Im Seung-Hoon kemudian berdeham agak salah tingkah dan memberanikan diri berbicara lagi. "Aku mencari Yun Hee." Mengalihkan pandangannya ke gadis yang duduk membelakanginya dan sedang meneguk minuman dari gelas di tangannya.

"Yun Hee." Panggil Im Seung-Hoon berusaha menarik perhatian gadis itu. Tapi yang dipanggil tidak langsung bergerak, keraguan menyelimutinya. Namun, Yun Hee sadar kalau tidak bisa terus mengelak atau bersembunyi. Menghabiskan minuman alkohol di gelasnya dalam sekali teguk, ia berdiri dari tempatnya dan menuruni tangga. 

"Ikut aku," kata gadis itu berjalan melewati Im Seung-Hoon, tanpa memandangnya. Kemudian sesuai perintah, laki-laki itu berbalik dan mengikuti Yun Hee yang sudah berjalan di depan.

"Aneh.. Sangat Aneh.." Komentar Paman Jin Sang melihat kedua sosok itu menghilang di balik pintu yang memisahkan tempat itu dengan area lain. 

"Ini baru mengkhawatirkan." Paman Yong Sook menambahkan sambil menyipitkan mata ke pintu dimana bayangan terakhir Yun Hee dan Im Seung-Hoon terlihat.

Joo Won meneguk segelas wiski lagi dan panas dari cairan itu terasa membakar tenggorokannya. Perasaan aneh dan meresahkan saat melihat Yun Hee bersama laki-laki lain membuat suasana hati Joo Won berubah dratis. Ia berharap wiski itu bisa membuat hati dan pikirannya mati rasa untuk beberapa saat saja.

***