webnovel

HUNTER: Rebirth of The Darkness Monarch

Altair Noah Ortiz. Dia tidak akan menyangka hidupnya akan serumit ini. Menjadi orang yang lemah bukanlah keinginannya. Dia harus menahan rasa pedih sebagai aib keluarganya. Bahkan ketika terjadi [Kebangkitan] dia sama sekali tidak mengalaminya. Akan tetapi ketika dunia berubah menjadi medan perang, semua berubah. [System] seolah mempermainkannya dan memberikannya [Elemen] yang tidak ada dimiliki oleh [Player] lain. [Kebangkitan] nya dia usahakan untuk disimpannya, namun setelah pertarungan dengan [False Kelas B], rencananya kandas. [Kebangkitan] nya menjadi bahan perbincangan negaranya bahkan sampai ke luar negeri. Namun itu bukan sebagai keberkatannya, melainkan permulaan dari sesuatu yang lebih berbahaya dari ini. Altair Noah Ortiz. Pria dingin yang maniak membunuh harus melindungi bumi dari [False] yang menggila dan bencana yang lebih besar dari itu. "Siapa?" Kota Banssang sebagai medan perang Para Hunter dengan [False]. Kemunculan [Tower] dan [Portal] mengacaukan semuanya yang ada di sana. "Altair Noah Ortiz. [Monarch] dari semua [Kegelapan] akan mencabut nyawamu."

Chyruszair · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
272 Chs

[Perubahan Dunia]

Pagi ini suasana sangat sepi. Noah berjalan seorang diri tanpa ada orang yang melewatinya. Sangat sepi, bahkan suara kendaraannya yang menjadi rutinitasnya kini hanya terdengar satu persatu.

'Sepertinya orang-orang tidak berani untuk ke luar rumah,' pikir Noah yang memiliki nyali yang besar terhadap bahaya yang mengancam.

'Apa pemerintahan mengeluarkan kebijakan untuk tetap di rumah?' lanjutnya berpikir setelah dia menatap pria bersurai marigold sedang berdiri di bawah halte.

"Yo. Alan," sapa Noah yang tidak lupa juga melambaikan tangannya ke arah pria tersebut.

Merasa terpanggil, Alan Woods menoleh ke sumber suara dan menangkap seorang pria bersurai hitam dengan iris matanya yang berwarna midnight express itu menatap ke arahnya. Wajahnya selalu dingin dan tatapan matanya ketika marah sangat mengerikan.

"Altair Noah Ortiz! Kau kuliah juga?!" tanya dengan wajah yang berseri. Sangat berbeda dengan arti impian orang tuanya yaitu 'pendiam, sabar, ramah'.

Noah menganggukkan kepalanya ketika sudah berada di samping Alan untuk menunggu bis yang kini terasa sangat lama untuk ditunggu.

"Oh!" Alan tampak teringat sesuatu. "Kau tahu kejadian semalam, bukan?"

Sekali lagi Noah hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Dia menatap langit yang kini mendung dan terasa mencekam baginya.

"Aku mengalami [Kebangkitan] dan aku mendapat peran [Tank]!"

Noah akhirnya menatap Alan setelah lamanya dia mengabaikannya hanya untuk menatap langit mendung.

"Apa kau bisa melihat [Status]?" tanyanya yang dibalas dengan anggukan kepala Alan.

"Yap. Kau mau melihatnya?" tanya Alan. Tapi, sebelum dijawab oleh Noah, pria itu sudah membuka [Jendela Status] nya.

"[Status]!"

[TRING!]

[Status

Mana: 180

Status: Tank

Elemen: Kayu

Kekuatan: 20

Daya tahan: 35

Kelincahan: 7

Pertahanan: 37

Kecerdasan: 11

Indera: 7]

Noah melihat tulisan yang baru muncul di depannya, kata [Elemen], [Kekuatan], dan juga [Status] ada pada Alan, sedangkan dirinya tidak memiliki itu.

'Apa ini ada pengaruhnya dengan [Kebangkitan]?' pikir Noah begitu dia melebarkan matanya menatap layar yang mengambang di hadapannya. Lalu, dia beralih menatap [Elemen] milik Alan yaitu [Kayu].

Dia sedikit tersenyum. Seolah menahan tawa. 'Bahkan [Elemen] nya saja sesuai dengan namanya.'

"Alan, kau mengalami [Kebangkitan] ketika-"

"Itu karena kau lemah, Loser!"

Suara bariton yang kasar itu menyela pembicaraan Noah dengan Alan. Dari kejauhan, tampak seorang pria bersurai coklat dan bermanik mata yang senada dengan warna rambutnya berjalan mendekati mereka. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana jeans bermerek dan wajahnya yang menampakkan kesombongan menatap Alan dengan rendah.

Dia mendekati Noah. Menatapnya dari bawah sampai atas, lalu tertawa,

"Lihatlah ini, Ethan! Dia tidak ada perubahan sama sekali setelah kejadian semalam!"

Ethan Sullivan. Merupakan orang yang mengalami kecelakan kemarin dan dengan terpaksa Noah menggantikannya pada saat pertandingan basket; meskipun dia bukan anggota dari tim basket tersebut. Kaki kirinya masih diperban dan dia berjalan menggunakan tongkat untuk pergi ke kampus yang sama dengan pria di sampingnya.

"Hei-"

Noah mengulurkan tangannya ke samping untuk melarang Alan berbicara. Melihat sikap Noah, Alan hanya bisa berdecih ketika temannya diledek seperti itu.

'Sudah dewasa, tapi tingkahnya kekanak-kanakan,' pikir Noah yang memilih untuk menghela napas dalam diam. dia lelah meladeni pria yang ada di depannya, Jsck Reuv Smith yang selalu meledeknya karena lemah.

"Jangan meledeknya. Jika dia tidak ada, entah bagaimana nasib tim kita."

Ethan menegur temannya, Jack yang berada di sampingnya. Begitu mendengar teguran darinya, Jack langsung dibuat bungkam. Dia berdecih dan bersamaan dengan bis datang, dia lebih dulu masuk ke dalam bis.

"Maafkan dia, dia hanya bermaksud untuk bercanda," ucap Ethan. Dia memegang pundak Noah yang menatap tajam ke arahnya.

"Oh, aku juga harus berterima kasih kepadamu karena telah sukarela membantu tim kami," lanjutnya begitu merasa tidak enak melihat Noah yang muram.

"Tidak perlu." Noah menepis tangan Ethan yang bertengger di pundaknya dengan kasar.

Dia masuk ke dalam bis dan Alan yang memiliki sifat penggerutu, dia mengatakan,

"Dasar! Kalian memang berbadan besar, tapi otak sama sekali tidak digunakan," gerutunya yang ternyata Ethan dan Jack mendengarnya.

Jack yang tidak terima dengan sindiran -dia menganggapnya seperti itu- Alan merasa emosi. Dia hendak mengeluarkan suaranya dan memajukan langkah kakinya, namun dihalang oleh Ethan.

"Kau-!"

Ethan mengulurkan sebelah tangannya ke depan Jack; menghalangi jalannya dan melarangnya. Dan Alan mencibir begitu sampai di dalam bis yang membuat Jack semakin tersulut emosi.

Jack yang emosinya harus ditahannya karena Ethan, hanya bisa berdecih dan menaiki bis tersebut dengan mendumel tidak jelas.

Disamping itu, Ethan menatap punggung Noah yang membuatnya merasakan perasaan buruk. Matanya mengernyit dan pikirannya menerawang jauh.

'Apa Altair Noah Ortiz mengalami [Kebangkitan]?' pikirnya. Dia merasa tubuhnya merinding ketika berada di dekat Noah.

[][][][][]

Suara keramaian mulai terdengar begitu Noah dengan teman kampusnya itu turun dari bis. Dengan langkah kaki yang santai dan tak terdengar itu, Noah berjalan menuju kampusnya dan disusul oleh Alan yang tadinya dia tinggal begitu saja.

"Hei, Noah! Tunggu aku!" Alan berlari mendekati Noah dengan suaranya yang dibuat aneh. Membuat orang di sekitarnya menoleh ke arahnya.

"Apa lagi?" tanya Noah yang mulai jengkel dengan tingkah temannya tersebut. Dia tiba-tiba merinding dengan sikap temannya yang kini sudah berhasil menyusulnya.

"Kau tahu, menteri pertahanan membuat kelompok hunter?" tanya Alan.

Noah menjawab dengan santai. "Aku tahu."

Alan ber-oh ria. Lalu, dia melanjutkan kalimatnya yang ternyata belum selesai.

"Tapi, sebelum masuk ke kelompok itu kita harus menjalani akademi," lanjutnya.

Noah yang semula tidak tertarik dengan percakapan Alan itu tersentak. Dia menatap Alan dengan penuh pertanyaan. Matanya sedikit melebar dengan informasi yang baru saja dia dengar.

"Dari mana kau dapat informasi seperti itu?" tanya Noah.

Alan menampakkan senyum mekarnya.

"Barusan aku membaca artikel terbaru. Baru diupdate sekitar beberapa menit yang lalu."

Dengan senyumnya yang menampakkan ekspresi bangganya, Alan menampakkan layar ponselnya yang menampakkan artikel yang sedang dia baca kepada temannya.

Yang menatap layar itu membaca judul artikel tersebut, lalu dia menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang tidak menunjukkan minat. Tangannya bergerak ke pundak kekar milik Alan dan sebelahnya memberikan jempol kepadanya.

"Kau informan yang bermanfaat untukku," puji Noah yang membuat Alan kebingungan dengan yang dimaksud Noah.

"Tapi mungkin kau sudah salah paham tentangku, karena aku tidak mengalami [Kebangkitan] pada hari itu," jelas Noah, tersenyum pahit.

Alan membelalakkan matanya dan mulutnya ternganga dengan apa yang barusan Noah bilang. Dia tidak bermaksud untuk meremehkan temannya itu sama seperti dua orang yang barusan bertemu dengan mereka tadi pagi. Lagi pula, Alan tidak mengira bahwa Noah tidak mengalami [Kebangkitan].

"Ah maaf, aku tidak bermaksud begitu!" ucapnya panik. "Aku mengira bahwa kau juga mengalaminya, terlihat dari perubahan auramu yang sangat berbeda dari sebelumnya."

Noah mengernyitkan keningnya. Dia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Alan.

"Aura apa?" tanya Noah.

"Ah, kau tidak bisa melihatnya ya?" tebak Alan. Tentu saja, karena Noah tidak mengalami [Kebangkitan].

"Semenjak mengalami [Kebangkitan], aku bisa melihat aura yang mengelilingi masing-masing orang. Kau tahu [Sense]? [Sense] itu sama seperti kita bermain [Game], semakin tinggi [Poin Sense] semakin luas penglihatan kita."

Noah spontan menganggukkan kepalanya.

"[Sense] itu lah yang membuatku bisa melihat aura masing-masing orang. Kau tahu, setiap manusia memiliki aura yang berbeda! Bahkan aku terkejut bahwa auraku berwarna coklat!"

Sekali lagi Noah menganggukkan kepalanya. Kini dia seperti anak sekolah yang diajarkan oleh gurunya tentang pelajaran matematika.

"Dan aku melihat auramu berwarna hitam. Oh! Ada birunya!" Alan menatap Noah dengan cermat. Membuat pria berambut hitam itu merasa aneh.

"Kau sungguh memiliki aura yang mengerikan, Noah! Bahkan aura itu lebih pekat dari aku!" jelas Alan yang diakhir kalimatnya dia merasa merinding.

"Dari sana aku mengira bahwa kau mengalami [Kebangkitan] dan mendapatkan kekuatan super ini!"

Dia meninju angin dan gerakannya semakin aneh. Noah yang melihatnya hanya menatap bingung temannya itu.

Setelah mendengar penjelasan Alan dan kini mengabaikan ucapan Alan yang sudah melenceng dari topik, Noah memikirkan sesuatu. Dia menatap Alan yang tubuhnya diselimuti cahaya berwarna Royal Brown yang tipis.