webnovel

Hug Me, Idiot !

Pertama kali jatuh cinta. Pertama kali mencintai dan dicintai. Couple ini sama-sama bodoh dan masih belajar untuk lebih saling mengerti. Saling terpesona satu sama lain.

elle_nuna · TV
Sin suficientes valoraciones
4 Chs

Moment

.

.

.

Deg... Deg... Deg...

"Aww...ada apa ini?" tanpa sadar Can menyentuh dadanya, tempat dimana hati yang kini berdetak kencang itu berada.

Can yang tidak sengaja meninggalkan buku pelajarannya di kelas memutuskan untuk kembali ke sekolah yang kini sudah sepi itu. Ia berjalan lebih cepat karena tidak ingin terlalu lama berada sendirian di sana. Sebenarnya Can malas untuk mengambil bukunya, tapi ia membutuhkan buku itu karena ada tugas yang harus ia kerjakan dan akan dikumpulkan keesokan paginya.

Setibanya di sekolah, Can langsung berjalan melewati lorong sepi menuju kelasnya. Ketika sudah mendekati ruang kelasnya, Can merasa lega karena sebentar lagi dia akan segera pulang ke rumah. Ia mendekat dan berniat membuka pintu kelasnya namun tangannya tertahan di gagang pintu dan mendadak ia membalikkan tubuhnya, menyembunyikan dirinya di balik pintu tidak menginginkan seseorang yang berada di dalam kelas untuk menyadari kehadirannya.

Raut terkejut dan bingung tentu saja muncul di wajah Can namun semua segera tergantikan oleh senyum manis yang mengembang. Can menyadari senyum yang kini merekah di bibirnya, ia bahkan sampai menyentuh bibir mungilnya itu karena tidak yakin kenapa ia justru tersenyum karena melihat pemuda yang ada di dalam kelas. Hati yang kini berdebar-debar itu membuat Can semakin bertanya-tanya. Masih dalam kebingungannya, ia berusaha mencari alasan yang tepat dengan mengintip ke dalam kelas.

Di dalam kelas terlihat seorang pemuda tampan yang kini sedang menatap layar handphonenya sambil mengembangkan senyum yang tidak dapat dipungkiri akan membuat siapapun yang melihatnya menjadi terpesona dan ikut tersenyum tapi kemudian merasa iri tentang hal apa yang membuatnya menunjukkan senyum yang manis dan tampan itu. Matanya memandang dengan lembut seolah apa yang dilihatnya di layar handphone itu begitu berharga dan layak menerima cinta dari seluruh dunia.

Can melihat senyum itu dan ia terpesona. Ia kembali menyembunyikan diri di balik pintu, ia berusaha menenangkan hatinya, ia mengatur nafas perlahan sambil kedua tangannya menangkup kedua sisi pipinya yang kini mulai memerah. Ekspresi malu, bingung, dan penasaran yang kini ada nampak di wajahnya, benar-benar membuatnya terlihat sangat manis sekaligus sangat cute.

Can kembali berusaha mengintip ke dalam kelas,berniat mencuri pandang sekali lagi ke arah pemuda tampan yang sampai kini masih menatap layar handphonenya dengan tatapan kasih sayang dan senyum tampan yang seolah tidak akan pernah hilang.

Pemuda tampan itu adalah Tin. Ia memang sangat populer karena parasnya yang tampan dan auranya yang manly. Seluruh orang di sekolah mengakui bahwa dia memang yang paling tampan. Bahkan siswa-siswa sekolah lain juga mengakui ketampanannya. Tin bukan hanya tampan tapi ia juga dikenal dengan prestasinya di bidang permainan basket. Ia juga berprestasi akademik karena selalu berada di urutan pertama dengan nilai terbaik di sekolahnya.

Semua keunggulan ini memang dimiliki oleh Tin. Namun, bukan hal ini yang membuat hati Can kini berdebar-debar tak menentu.

Tin memang populer dengan segala keunggulannya namun Can tidak semerta-merta menyukainya. Can bahkan sempat membenci Tin.

Saat itu, Can yang baru masuk SMA, mau tidak mau harus melewati masa orientasi dan saat itulah ia untuk pertama kalinya bertemu dengan Tin. Saat itu, Tin yang duduk di bangku kelas 2 SMA mendapat tanggung jawab sebagai pimpinan panitia orientasi karena saat itu ia menjabat sebagai ketua OSIS.

Awalnya Can mengagumi Tin yang menurutnya sangat tampan dan ideal sebagai seorang pemuda. Di awal pelaksannan masa orientasi sekolah, Tin muncul dengan tampilan yang tampan dan terlihat bijaksana. Teman-teman yang bekerja dengannya juga terlihat menghormatinya.

Tin memulai rangkaian acara pembukaan dengan pidato yang terdengar bijak dan dewasa serta tentu saja pidatonya itu menginspirasi dan memotivasi para anak baru sehingga menjadi lebih bersemangat untuk menempuh pendidikan di sekolah yang telah mereka pilih ini.

Masa orientasi ini berlangsung selama sehari, dari pagi hingga sore hari. Acara ini diisi dengan materi pengenalan sekolah kepada para siswa baru. Lalu untuk menghindari kebosanan, di tengah acara diisi dengan berbagai game sederhana namun seru yang bisa ikuti oleh para siswa baru dan beberapa melibatkan kakak kelas yang menjadi panitia.

Saat itu, Can dan Tin kebetulan berada di kelompok yang sama. Mereka berdua menjadi satu kelompok setelah sama-sama mengambil angka undian yang sama. Mereka berdua kemudian memainkan pocky game yang mengharuskan keduanya menggigit masing-masing ujung stik pocky dari arah yang berlawanan. Secara bersamaan mereka akan menggigit stik pocky itu hingga ukurannya menjadi sependek mungkin.

Awalnya ketika Can tahu ia akan sekelompok dengan Tin. Ia merasa sangat senang karena ia sudah mulai mengagumi Tin sebagai seorang kakak kelas yang keren.

Ketika mengetahui game yang akan dimainkan, Can sempat merasa malu karena itu berarti wajahnya akan berada sangat dekat dengan wajah Tin yang tampan itu.

Can malu karena dia yakin bahwa dirinya pasti akan terlihat sangat jelek kalau disandingkan dengan wajah Tin. Tapi, melihat sikap Tin yang biasa saja dan sangat tenang, bahkan Tin hanya tersenyum seadanya saja dan terlihat sangat fokus pada kelangsungan acara membuat Can merasa semakin malu. Ia malu karena sempat-sempatnya ia memikirkan hal yang aneh dan konyol seperti itu. Ia seharusnya juga fokus pada acara karena semua orang jelas bekerja keras agar kegiatan ini berlangsung dengan baik.

Game akan segera dimulai. Can dan Tin kini berdiri berdekatan. Can memberanikan diri menyapa Tin lebih dulu dan Tin juga membalas sapaannya dengan senyumannya yang terlihat sopan.

Entah kenapa Can merasa aneh ketika melihat senyuman Tin. Ia merasa Tin tidak benar-benar tersenyum. Dalam hati, Can berpikir "apa mungkin dia tidak senang berkelompok denganku?" tapi Can berusaha bersikap biasa saja. Ia tetap menjaga senyum manisnya.

Game pun dimulai. Dalam game ini ada delapan kelompok yang menjadi peserta. Ketika MC menyatakan game di mulai, Can meletakkan stik pocky di mulutnya. Sebelumnya, ia dan Tin telah bersepakat kalau Can yang akan menahan stik pocky itu dan Tin yang akan mendekat, menggigit stik itu hingga ukurannya menjadi sependek mungkin.

Kini Can menatap Tin yang ada di hadapannya. Tin yang tubuhnya memang lebih tinggi dari Can, membungkukkan sedikit tubuhnya agar sejajar dengan Can. Tin mulai menggigit stik pocky itu.

Awalnya, Tin terlihat sangat fokus. Ia berniat menyelesaikan game ini secepat mungkin. Ia menggigit stik pocky tanpa ragu tapi kemudian ia berhenti ketika panjang stik pocky hanya tersisa seperempatnya saja. Waktu 10 detik yang diberikan untuk game ini pun habis. dan tentu saja, Can dan Tin tidak memenangkan game ini.

Setelah selesai memainkan game, Tin segera pergi menjauh dari Can. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Ia hanya menganggukkan kepala ke arah Can lalu pergi menjauh. Can yang mengerti arti anggukan itu, membiarkan Tin pergi dan Can juga segera kembali ke tempatnya berada di antara para siswa baru.

Selanjutnya acara orientasi itu terus berlangsung hingga selesai. Tin, seperti biasa, terlihat fokus pada kelangsungan acara. Sementara Can, entah kenapa dia lagi-lagi merasa aneh dan kini perasaan itu berubah menjadi rasa tersinggung.

Can menyadari, setelah game stik pocky tadi, beberapa kali Can menyadari kalau Tin diam-diam memandangnya dengan tatapan yang aneh.

Can tidak mengerti arti tatapan itu. Sampai ketika break... Can yang sedang berada di dalam bilik toilet karena ingin diganggu ketika bicara di telpon, mendengar percakapan Tin dan teman-temannya. Mereka tidak menyadari kalau Can ada di sana. Karena Can yang menyadari kehadiran mereka langsung menahan diri agar tidak mengeluarkan suara apapun. Can sudah mematikan sambungan telponnya. Lalu...

"Hei Tin... kau kenapa?" Two menanyakan kondisi temannya itu.

"iya.. kau terlihat tidak seperti biasanya..." Tee ikut menimpali pertanyaan Two. Ia merasa ada yang berbeda dengan Tin.

"maksud kalian apa?" Tin yang ditanya menunjukkan sikap biasa saja tapi dalam hati ia agak merasa terkejut dengan pertanyaan temannya itu.

"ya... kau terlihat lebih diam dan ekspresi wajahmu itu..." Two melanjutkan pendapatnya.

"aku memang tidak suka banyak bicara kan? Dan wajahku kenapa..?" Tin mulai merasa aneh namun ia berusaha memasang poker face.

"kau memang tidak suka banyak bicara tapi hari ini kau benar-benar terlihat diam seperti sedang memikirkan sesuatu dan ekspresimu itu... apa kau tidak menyadarinya... " Tee juga ikut melanjutkan analisanya.

"ekspresiku kenapa?" Tin mulai bingung dan ingin tahu.

"ekpresimu itu terlihat aneh.. kau sepeti kesal tapi tidak kesal, seperti marah tapi tidak marah dan kau terlihat seperti ingin menelan seseorang.. kau seperti ingin...hmm... pokoknya ekspresimu agak menakutkan.. tapi..." Two tidak ragu lagi untuk berpendapat karena ia merasa penasaran. Ia beusaha menganalisa raut wajah Tin

"tapi kenapa lagi?" Tin mulai memperhatikan pendapat temannya itu namun tetap berusaha memasang poker facenya.

"kau terus menunjukkan ekspresi itu ketika melihat seorang tertentu..."

Deg... Tin tidak menyangka Two akan sangat memperhatikan dirinya.

"ah...iya..ekpresimu itu muncul ketika kau melihat anak baru itu.." Tee kembali menyaut. Ia menjadi semakin penasaran.

"maksudmu siapa?" Tin berusaha bersikap biasa saja.

"itu.. anak baru yang tadi bermain game pocky denganmu.. kau terlihat..." Two berusaha menerka-nerka..."apa kau punya masalah dengan anak itu?" Two menatap Tin dengan penasaran. Can yang sedari tadi mendengarkan menjadi kaget dan ikut penasaran karena ia sadar bahwa ialah yang sedang dibicarakan oleh mereka.

"aku?" Tin mengalihkan wajahnya dari tatapan Two. Ia bahkan mencuci tangannya di wastafel padahal ia tidak benar-benar ingin melakukannya. "tidak" Tin menjawab tanpa menghadap ke teman-temannya itu.

"aku hanya..." perkataan Tin menggantung. Ia sendiri juga sebenarnya tidak mengerti kenapa dia begini.

"hanya...?" Two semakin penasaran menunggu jawaban Tin. Can juga ikut menunggu jawaban Tin. Ia merasa, kini adalah saatnya ia membuktikan kalau firasat anehnya selama orientasi ini benar.

"aku hanya tidak menyukainya..." Tin sudah selesai mencuci tangannya. Ia menjawab sambil menatap bayagan dirinya yang ada di cermin.

Di dalam bilik toilet, Can mulai mengernyitkan dahinya. Ia tidak menyangka akan mendengar jawaban Tin seperti ini. Can menggigit bibirnya, berusaha untuk menahan dirinya sekaligus tidak ingin mengeluarkan suara. Tangannya menggenggam erat handphone yang sedari tadi dipegangnya.

"karena...?" Tee menjadi lebih penasaran.

"aku tidak tau... dia terlihat menyebalkan" Tin masih menatap bayangan dirinya di cermin. Ia juga tidak mengerti kenapa dia merasa seperti sekarang ini. Dia kesulitan mendeskripsikan apa yang ia rasakan saat ini.

Sementara Can, yang mendengarkan semuanya, kini matanya sudah mulai memerah. Ia merasa kecewa sekaligus kesal. Dalam hati, ia bertanya-tanya kenapa Tin sampai berpendapat seperti itu terhadap dirinya. Padahal, Can sudah mulai mengagumi Tin yang menurutnya sangat keren. Can ingin suatu saat ia bisa menjadi sekeren Tin.

Tin dan teman-temannya kemudian keluar dari toilet dan kembali menyatu ke dalam acara orientasi.

Can juga,yang kini sudah menenangkan dirinya, kembali bergabung dengan kelompoksiswa baru. Tapi, kini di dalam pikirannya hanya ada satu pertanyaan yaitu kenapa Tin tidak menyukainya.

Sepanjang sisa acara, tanpa sadar Can terus mengikuti gerak-gerak Tin. Ia memandang Tin dengan rasa kesal, penasaran dan juga kecewa. Tin sesekali menyadari pandangan Can, tapi ia mengabaikannya.

Acara orientasi pun akhirnya berakhir dan setelah mengucapkan selamat bergabung kepada para siswa baru, seluruh panitia acara mengucapkan terima kasih. Semua orang mulai membubarkan diri dan pulang ke rumahnya masing-masing. 

17 Oktober 2019

RE:23/10/2020/23:46