Ching Er kemudian melangkah lebih dekat, tepatnya ia melihat ke arah tatapan sang adik laki-laki, yang mana menatap lekat kper besar berwarna hitam tersebut. Perasaan gelisah menyelimuti, karena tak percaya dengan apa yang tengah disaksikan: Jia Zhen menatap hampa ke arah benda itu, terutama ke bagian tag nama bertuliskan Maria Clara Wijaya yang dijadikan sebagai gantungan kunci.
"Zhen? Kita jadi pergi?" Ching Er berusaha berkata dengan lembut, seolah takut sang adik kehilangan kewarasannya.
Lagi-lagi tak ada jawaban atau sahutan dari pemuda yang ia tanyai, sehingga perasaan buruk menyelimuti. Jangan katakan kalau Cece sudah ... meninggal? Tak mungkin. Kalau memang benar, maka tidak akan sampai seperti ini, yang mana pakaian akan dibawa ke Rumah Sakit. Tatapan Didi juga kosong, seolah tak bernyawa. Apakah Cece Ai-Ling menderita penyakit yang berat, sehingga mau tak mau kami akan menerima pukulan batin? Pikir Ching Er.
"Ce." Suara si pemuda terdengar.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com