webnovel

He's My Son 02

Reyent Bintang Nugroho Digantara yang biasa di panggil Reyent. Bocah kecil yang lucu, gemasin dan pintar kini sudah beranjak dewasa. Tidak terasa waktu begitu cepat. Baru kemaren serasa merayakan ulang tahun yang ke 2 tahun. Kini usianya sudah menginjak 18 tahun. Dia terkenal menjadi laki-laki yang dingin sedingin batu kutup utara. Mahal senyum dan jutek. Terutama sama perempuan. Hatinya tidak bisa luluh dengan rayuan receh dari semua perempuan di kelasnya. Teman-teman perempuannya pada mengagumi dirinya. Ralat. pada ngefans sama Reyent. Semua serba bisa, jago balap motor maupun balap mobil, Teakwondo, DJ, dan Photographer. Semua itu bakat warisan dari Ayahnya. Ayahnya mendidiknya dengan tegas dari kecil. Reyent juga memiliki group band yang bernama "Hey Say! Jum". Setelah usianya menginjak yang ke 20 tahun, Ayahnya mengirimnya ke London. Untuk melanjutkan kuliahnya di negeri UK. Tepat di kampus bekas Ayahnya dulu. Di sana dia tinggal bersama Atenya yang bernama Relly dan Revy, adek Ayahnya. Kemudian dia bertemu dengan seorang gadis yang membuatnya penasaran. Mereka pun berkenalan. "Hai, gue Reyent Bintang Nugroho Digantara, biasa di panggil Reyent." "Oh, aku Febby Distiya Pramudia, biasa di panggil Febby atau Disti." Akankah Distiya bisa mentaklukan hati Reyent yang dingin sedingin batu kutup utara?

Me_Rera_Rara · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
20 Chs

CHAPTER 18

Stella terbangun dari tidurnya, di dalam kamarnya terasa sepi dan sunyi. Biasanya ada Reyent yang selalu menunggu di sampingnya. Kini Stella sendirian di kamar. Entah Rey juga tak ada di kamarnya. Jam menunjukkan pukul empat sore. Jadi ia tidur cukup lama. Karena saat di rumah sakit Stella tidak pernah bisa tidur. Hanya tiga hari ia di rawat di rumah sakit, awalnya dokter belum mengijinkan pulang. Akan tetapi Stella merengek meminta pulang karena jenuh. Dokter pun mengijinkannya.

Stella beranjak ia melangkah dengan tertatih menuju kamar mandi. Ia terbangun ingin buang air kecil, ia berjalan sendirian tidak ada orang di kamar. Padahal dokter berpesan Stella tidak boleh jalan sendirian, harus ada yang mengawasi. Akan tetapi Stella mencoba pergi ke toilet sendiri tanpa di awasi. Mungkin ia pikir hanya ingin buang air kecil saja tidak masalah.

Stella tidak tau bahwa kain lantainya yang di injak sedikit basah. Ketika ia sudah selesai buang air kecil. Stella berdiri mau melangkah, tak sengaja ia menginjak kain lantai yang basah. Stella terpleset dan terjatuh ke lantai. Jatuhnya sangat kuat sampai mengakibatkan pendarahan. Bekas operasinya pun terasa nyeri. Stella kesakitan. Ia berteriak memanggil Rey atau siapa pun.  Namun, tak ada orang yang mendengarnya.

"Aaaaaarrrgggg sakit. Rey sakit. Rey tolong aku! Mba. Bude. Tolong! Reeyyy kamu di mana?" Teriak Stella kesakitan.

Namun, tidak ada orang yang mendengarnya. Pintu kamarnya tertutup. Stella berusaha ingin beranjak tapi tidak bisa. Darah masih terus mengalir dari kedua pahanya. Sialnya ponselnya berada di atas nakas dekat ranjangnya. Ia ingin menghubungi Rey entah sedang pergi kemana?

Stella melempar sendalnya ke arah pintu, akan tetapi tidak mengenai pintu. Ia mencobanya lagi dengan botol sabun akhirnya mengenai pintu. Bersamaan itu pintu terbuka, botol sabunnya hampir mengenai kakinya. Dia adalah Rey yang membuka pintu. Dia mendengar teriakan istrinya yang kesakitan. Terkejut. Lantas Rey lari ke toilet melihat apa yang terjadi dengan Stella.

"Babe kamu ngapain? Kok bisa jatuh, hem! Kenapa nggak panggil aku? Ya Tuhan?"

"Aarrggg sakit Rey!"

"PIO. PIO. RIKA. BUDE. MEREKA PADA KEMANA?" Teriak Rey memanggil para pekerjanya. "Kita ke rumah sakit ya?"

Darwati datang. "Iya Mas Rey!"

"Bude itu siapa yang nyuci kamar mandi? Lantainya masih basah. Kainnya juga basah! Lihat istri saya terpleset!"

"Ya Tuhan. Mba Stella." Kata Darwati ikut kawatir.

"Kumpulin mereka dan suruh membersihkan kamar mandi sekarang juga." Titah Rey murka.

Rey menyuruh Darwati memanggil para pekerjanya untuk kumpul. Berhubung Darwati kepala ART. Ia menjalankan apa yang Rey perintahkan. Darwati memarahi mereka, siapa tadi yang mencuci dan tidak mengeringkan lantainya. Kain lantainya pun tidak di ganti. Biasanya yang selalu nyuci kamar mandi Rika. Hari ini yang mencuci Rosi. Tadi dia lupa membawa kain kering buat gantinya. Namun, Rosi lupa setelah ia turun. Karena Rosi sedang mencuci kain lantai yang kotor.

"Rosi lain kali jangan di ulangi lagi! Sebelum naik keatas, semua sudah kamu siapkan. Jika turun jangan mengerjakan yang lainnya dulu. Pastikan pekerjaan di atas sudah selesai dan nyaman mengerti?" Papar Darwati memarahi Rosi.

"Mengerti Bude. Saya minta maaf. Saya telah tledor." Ucap Rosi ketakutan.

"Jangan meminta maaf sama saya. Minta maaf sama Mba Stella dan Mas Rey! Sekarang lanjutkan pekerjaan kalian! Dan kamu Rosi bereskan kamar mandi di kamar Mas Rey dan Mba Stella!" Titah Darwati.

Rosi mengangguk dan pergi ke lantai atas. Rika, Iin, Enah kembali melanjutkan pekerjaannya.

Sedangkan Lia baru pulang menemani Reyent main ke rumah Jayden. Reyent teriak memanggil Stella.

"Mimi. Pipi. Reyent pulang!" Teriaknya sembari lari naik tangga. Di ikuti Lia dari belangkang takut Reyent terjatuh.

Hening tidak ada sautan dari Rey maupun Stella.

Reyent kembali berteriak. "Mimi. Mimi. Bude Mimi kemana?" Tanyanya ketika melihat Darwati.

Darwati tersenyum dan berkata, "Reyent sudah pulang! Tadi Mimi periksa ke dokter."

"Kenapa Mimi ke dokter lagi?" Ujarnya sembari mencebikkan bibirnya.

"Kan Mimi belum sembuh. Mimi masih sakit. Jadi harus sering ke dokter biar cepat sembuh." Tutur Darwati menenangkan Reyent.

"Bude tidak bohong kan?"

"Tidak gantengnya Bude."

"Reyent mau telpon Pipi!" Ujarnya sambil lari mengambil jam tangannya di meja. Dia mencari nomer Rey. Panggilan pun tersambung.

"Hallo. Hai boy!"

"Pipi mengantar Mimi ke Om dokter lagi?"

"Iya, kan Mimi masih sakit."

"Kenapa tidak menunggu Reyent? Kan Reyent mau ikut juga Pipi!"

"Eh. Reyent lupa apa pesan Pipi kemaren? Reyent tidak boleh merengek! Sekarang Reyent mandi dan makan sama Mba Lia okay?"

"Reyent pesan es krim sama Pizza!"

"Ok bos."

"Hehehe thank you Pipi."

Panggilan pun berakhir.

Lia memandikan Reyent. Seperti biasa jika mandi sambil bermain di bathtub.

Sementara di rumah sakit, Stella sedang di periksa oleh dokter. Rahimnya di sudah di bersihkan atau di kuret. Keadaan Stella tidak apa-apa. Akan tetapi Stella tidak di perbolehkan hamil.

Rey tidak mengharapkan itu, yang di harapkan yang terpenting Stella tidak apa-apa dan istrinya sembuh seperti semula. Stella tidak perlu menginap, ia di perijinkan pulang. Rey menggendong istrinya ala bridal style sampai di mobil yang terparkir di carpark. Lalu, Rey mendudukkan Stella dengan pelan dan memasangkan seatbelt.

Kemudian Rey melajukan mobilnya dengan pelan. Jari jemarinya menggenggam tangan Stella.

"Masih sakit sayang?"

"Masih sakit banget Rey." Rengeknya.

"Lain kali panggil aku ya?"

"Kamu tak ada pergi kemana tadi?"

"Aku tadi cuma turun sebentar sayang." Kata Rey. "Tidak apa-apa mulai sekarang tidak boleh mengerjakan yang berat ya? Istirahat total. Tidak boleh melakukan apa pun mengerti?"

Menurut. Stella mengangguk.

Rey mampir ke toko Pizza. Membeli pizza pesanan putranya. Lalu, ke cafeteria miliknya untuk mengambil es krim di sana.

Mereka sudah sampai di rumah, Rey kembali menggendong istrinya ala bridal style. Melangkah masuk kedalam.  Tersenyum, ketika melihat putranya tiduran di lantai yang beralas karpet sembari melihat iPadnya. Reyent mendongak saat mendengar Stella memanggil namanya.

"Mimi!"

Reyent beranjak dan mengikuti Rey melangkah naik tangga menuju kamarnya.

"Mimi tidak apa-apa kan Pipi?"

"Kan sudah di periksa sama Om dokter. Jadi Mimi tidak apa-apa." Kata Rey sambil membaringkan Stella di ranjangnya.

"Terus mana pizza sama es krim Reyent?"

"Reyent dengarin Mimi ya! Makan es krimnya besok saja ok?"

"Yeah Mimi kok gitu!" Ucap Reyent sambil cemberut.

"Reyent nurut ya! apa yang Mimi bilang?"

Reyent mengangguk. Dia duduk di samping Stella sembari menunduk. Lia datang mengantar Pizza Reyent. Melihat putranya yang menunduk dan cemberut Rey membopong putranya dan di hadiahi ciuman bertubi-tubi. Reyent cekikikan karena kegelian. Kini Ayah dan anak itu sedang menikmati pizzanya.

***

Pukul lima pagi Rey terbangun karena seperti mendengar ponselnya berbunyi. Vito lah yang menghubunginya. Tidak seperti biasanya Vito menghubunginya sepagi ini. Pasti ada sesuatu yang terjadi di Arena terutama di Casino. Rey beranjak, dengan pelan melepas pelukan Stella. Ponselnya masih terus berbunyi. Rey akan mengutuk Vito karena sudah mengganggu di pagi hari, apa lagi istri dan putranya masih terlelap. Segera Rey mengambil ponselnya dan keluar melangkah ke ruang kerjanya. Dia hanya memakai celana pendek tanpa atasan. Bertelanjang dada. Jika tidur Rey memang jarang memakai baju.

Di luar berpapasan dengan Rika yang ingin mencuci piring kotor di dapur atas. Ia mengucapkan selamat pagi. Rey hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Para pekerjanya memang sudah pada bangun. Sudah berbagi tugas masing-masing. Rika dan Rosi suka baper sama Rey. Mereka mengagumi ketampanan dan ketinggiannya. Bukan berarti mengagumi ingin memilikinya. Hanya sekedar mengagumi saja.

Rey duduk di meja kerjanya, membuka rekaman CCTV yang langsung terhubung di laptopnya. Memangsang handset di ponselnya. Mendengarkan Vito berbicara. Setelah melihat apa di dalam rekaman CCTV. Rey juga sangat penasaran. Ternyata di Casino bagian meja lima belas, ada seseorang yang main sampai pagi. Karena orang itu selalu kalah, dari pertama main sering kalah. Kini dia mempertahankan mencoba ingin menang. Tapi nyatanya dia tetap kalah. Mencoba ingin meminjam uang, Rey menegaskan sama para staf atau satpam agar tidak mengijinkan memijami uang pada customer.

Keadaan di dalam Casino sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang masih bermain. Hingga waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, pelagan itu akhirnya baru menyerah karena dia keabisan uang. Kedua satpam menghampirinya, mengusirnya dengan cara halus. Sempat ingin memberontak, satpam yang bernama Rozak mengancamnya bahwa di pintu depan ada dua polisi. Lantas pelanggan itu keluar lewat pintu belakang.

Kini Rey melihat di bagian meja nomer duapuluh. Pelanggan yang jagonya main, entah licik atau tidak dia selalu menang dalam mainnya. Rey tidak peduli asal tidak merugikannya.

Tujuh bulun sudah Resort terpadu Casino Arena dibuka, pengunjungnya sudah mencapai 565 ribu orang. Namun, jangan salah, mereka yang datang ke resor terpadu ini 40 persen merupakan pengunjung Casino, mereka adalah para penjudi yang ingin mengadu nasib di meja roulette, blackjack, baccarat dan sic bo. Mungkin ini rezky dari Reyent putranya.

Pintu ruang kerja Rey terbuka, Reyent yang telah membuka pintu. Hanya Reyent yang asal membuka tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Begitu pun Stella. Karena tidak mungkin para pekerjanya membuka pintu tanpa mengetuk.

Reyent melangkah sembari mengenyut dotnya yang berisi susu. Wajahnya masih berbau bantal. Rambutnya berantakan. Dia menghampiri Rey.

"Pipi!" Rengeknya dan duduk di pangkuan Ayahnya, masih dengan mengeyut dotnya.

"Eh, jagoan Pipi baru bangun. Sudah lambat, ini pukul berapa, hem? Reyent tidak sekolah?"

"Enggak, masih libur." Teriaknya sembari melempar dotnya yang sudah kosong.

"Opss! Siapa suruh melempar botolnya, hem? Reyent mau Pipi pukul tangannya?" 

"Enggak!" Tolaknya sambil melipat kedua tangannya di dadanya. Lagaknya seperti bos.

"Kalau gitu ambil botolnya!" Titah Rey.

"Enggak, enggak mau." Ucapnya mencebikan bibirnya sampai pipinya mengembung. Rey menggelengkan kepalnya. Putranya jika bangun tidur seperti itu bawaannya malas.

Rey kembali fokus dengan laptopnya. Di sebrang sana Vito masih mengoceh.

"Wah ini bos kecilnya nongol! Hai little bos good morning!" Sapa Vito lewat panggilan video call.

"Say hallo to Uncle Vito!"  Titah Rey.

"Hallo Uncle Vito good morning." Gumam Reyent pelan. Hampir tidak kedengaran karena dia masih malas bicara.

"Reyent tidak main ke rumah Vita?" Tanya Vito kenapa tidak main kerumahnya, bermain dengan putrinya?

Dalam minggu ini Reyent memang tidak main kerumahnya. Biasanya sering minta antar Pio atau Farel. Mungkin karena Reyent banyak jadualnya. Seperti Tuition dan lain-lainnya. Jadi mainnya terbatas.

"Nanti Uncle, soalnya Mimi masih sakit. Kasihan Mimi tidak ada temannya kalau Pipi pergi bekerja."

"Good boy jagain Miminya."

"Iya dong, karena Mimi Reyent bisa lahir. Kata Teacher surga di telapak kaki ibu. Jadi Reyent harus berbakti sama Mimi. Eh sama Pipi juga." Ucap Reyent membuat Vito terharu.

"Kadal lo dulu buatnya pake jampi apaan sih? kok putra lo bisa pintar gitu!"

Rey tersenyum tipis, dia merasa bangga memiliki putra seperti Reyent.

"Buatnya dengan cara paksa." Kata Rey dengan santai.

"Hahaha. Bangke lo."  Umpat Vito yang sudah tau sifat sahabatnya itu.

Panggilan berakhir. Waktunya Vito pulang, berganti sif dengan Kariri yang sudah menjadi seorang Ayah idaman.

Sebelum Vito pulang, tadi Rey berpesan sama Vito untuk mengumpulkan semua karyawan untuk meeting. Manager, staf, senior maupun cleaning di minta untuk berkumpul. Begitupun yang di Club. Dua DJ juga di telpon. Meeting di mulai. Banyak pembahasan yang Vito bicarakan. Rey hanya menyimaknya saja lewat rekaman CCTV.  Dia bicara jika ingin menyampaikan sesuatu. Semua sudah di serahkan sama Vito. Terutama untuk bagian Casino jangan sampai ada kebobolan. Seperti pencuri atau hacker. Ruang CCTV tidak boleh kosong.

Meeting sudah selesai, kini para karyawan sudah kembali dengan pekerjaannya masing-masing.

Rey mematikan CCTV di Arena. Kini berganti rekaman CCTV di biliyardnya yang di Cengkareng. Makin hari semakin bertambah pelanggannya. Apa lagi di bagian ruang karaokean. Sungguh menakjubkan. Berencana siang nanti Rey ingin mengajak putranya ke biliyard. Karena memang sudah lama tidak kesana.

Pintu kembali terbuka, kini Stella yang masuk ingin memanggil Reyent untuk mandi dan menyantap sarapannya yang sudah di siapkan oleh Lia. Akan tetapi Reyent masih betah duduk di pangkuan Rey. Kedua tangannya bergelayut di lehernya. Malas beranjak atau mungkin ingin bermanja dengan Ayahnya.

"Reyent ayo mandi dulu!" Titah Stella.

Reyent menggeleng.

"Mandi dulu, nanti mau ikut Pipi nggak?"

"Ikut kemana?"

"Main biliyard."

"He'em ikut. Reyent juga kangen Ate Wiki."

"Sekarang mandi dulu. Atau mau berenang dulu." Kata Rey yang langsung di plototi Stella.

"Masih pagi, perut kosong mau di ajak berenang." Ketus Stella.

Rey tersenyum jail.

Lalu Reyent beranjak dari pangkuan Rey.  Tadinya dia merengek meminta gendong, namun Rey melarangnya karena perut Stella belum sembuh. Sebagai saran dokter melarang Stella mengangkat yang berat-berat. Apa lagi Reyent gembul Dan gendut, badannya cukup berat. Itu bisa membahayakan bekas operasi Stella.

Reyent sudah mandi sudah berpakaian rapi dan harum. Rambutnya pun sudah tersisir rapi. Seperti biasa poninya di sisir kedepan menutupi keningnya. Terlihat Reyent seperti bukan anak dari Reyneis dan Stella. Mirip anak orang bule. Reyent mengikuti sifat Opanya, Ayah dari Rey. Dia benar-benar darah bule, seperti tidak ada campuran darah Indonesia. Lain dari Rey dia mengikuti Nancy Ibunya. Sedangkan Adik-adiknya mengikuti Ayahnya. Seperti Reyent juga mengikuti Kakeknya.

Matanya sedikit sipit, hidungnya mancung, bibirnya tipis. Rambutnya sedikit Brown. Kulitnya putih dan alus,  bersih tidak ada bulunya. Padahal Stella ketika hamil Reyent belum pernah bertemu Roni Ayahnya Rey. Tapi kenapa Reyent mirip dengannya?

Semua sudah di atur oleh Tuhan. Karena Reyent hadir juga karena pencipta Tuhan.

Reyent sedang menyantap makanannya sembari melihat video di iPadnya. Hanya memakan scrambled egg, toast bread. Sama minumnya banana milk. Padahal tadi sudah minum susu formula satu botol dengan ukuran 150ml. Sarapan minum susu lagi satu gelas. Dua kali minum susu. Tapi susunya beda. Formula dan fresh milk.

Selesai makan dia duduk di sofa menunggu Rey sambil ngemil chip potato. Bagai mana dia tidak gembul dan gendut. Makannya banyak. Suka ngemil. Nyusunya kuat. Tidak pernah telat.

Lihat, satu kaleng chip potato bisa abis sendiri sama Reyent. Mukanya di tekuk, cemberut. Bersandar di sofa karena lelah menunggu Rey lama. Entah sedang apa Rey lama di kamar tak kunjung turun. Walau dia ngambek cemberut tapi dia tetap saja makan. Mengabiskan cemilannya, pokoknya nggak ada kenyangnya. Cemilan abis nanti ganti ngemil fruit. Berentinya jika mau tidur.

"Eh Reyent kenapa cemberut gitu, hem?"

"Because of Pipi!" Ucapnya dingin masih terus menguyah ketangnya.

"Pipi? Why Pipi?"

"Reyent lama nunggu Pipi. Tadi suruh Reyent cepat mandi. Tapi Pipi sendiri lama. Reyent lelah nunggu Pipi di sini. Lihat keripik kentang Reyent sampai abis gara-gara nunggu Pipi." Paparnya sembari menunjukkan kaleng kentangnya.

"Abis! Kan masih ada banyak tuh di lemari dapur!"

"Kalau gitu Reyent mau makan es krim dulu. Sekarang gantian Pipi yang menunggu Reyent." Ketus Reyent. "Mba Lia ambilin es krim." Teriaknya memanggil Lia.

"Eh bukan begitu. Minta baik-baik. Ulangi lagi gimana cara meminta yang baik?" Protes Stella.

"Mba Lia tolong ambilin Reyent es krim ya mba? Thank you." Dari kecil Stella selalu mengajarinya kesopanan, menghomati yang lebih tua darinya. Tidak boleh meneriaki para ARTnya. Jika meminta sesuatu harus baik-baik tidak boleh berteriak. Meskipun mereka ART tapi mereka manusia juga. Sama dengan dirinya. Hanya beda statusnya saja.

Kini Lia sudah menyuguhkan semangkok kecil es krim di hadapan Reyent. Rey menggelengkan kepalanya. Putranya sungguh rakus. Makannya tidak cukup satu porsi. Tidak cukup satu menu. Harus berbagai menu.

Satu mangkok es krim sudah Reyent abiskan.

"Are you ready boy?"

"Yes ready. Hehehe."

"Okay let's go!"

"Reyent ini kuenya kasihkan Ate Wiki ya!  Dan suruh Ate main kesini, Mimi kangen sama Ate." Pesan Stella pada putranya.

"Okay Mimi. Reyent pergi dulu ya Mimi. Bye bye Mimi."

"Bye bye. Reyent tidak boleh nakal ya! Jika main biliyardnya hati-hati. Stiknya jangan menganai orang!"

Reyent manggut-manggut. Lalu melangkah keluar. Rey menyolong mencium bibir Stella setelah Reyent keluar duluan. Lia juga ikut. Kemana-kemana Lia selalu ikut jika Reyent pergi. Reyent masih membutuhkan Lia. Seperti mau ke toilet. Ingin minum. Ingin sesuatu atau cemilian yang di bawa dari rumah. Ketika Lia meminta ijin ingin pulang kerumahnya tidak di ijinkan. Katanya nanti dia tidak punya Mba lagi kalau Lia pulang.

Sedangkan Stella tidak ikut karena dia masih harus beristirahat. Tidak boleh naik turun tangga jika tidak ada Rey di rumah. Ia hanya diam di lantai atas. Jika makan Darwati atau Rika yang mengantarnya ke lamtai atas. Terkadang Stella di ruang pribadinya. Rey memang sudah menyiapkan ruangan kusus buat Stella. Ruangan buat ia bisnis online cosmetic.

Ruangan yang simple tidak begitu mewah menurut Rey. Jika menurut Stella ini sangat berlebihan. Sebagian berdinding kaca biar buat ambil foto saat mempromosikan prodaknya. Sebagian berdinding biasa berwarna putih. Beralas karpet warna coklat. Ada meja kaca berbentuk L untuk tempat laptopnya. Nakas kecil buat menaruh bunga. Kursi yang beroda empat. Lemari dinding untuk menyusun prodaknya ketika baru datang dari Korea atau Japan. Atasnya ada jam kecil dan dua boneka cewek dan cowok. Katanya boneka itu Stella dan Rey. Ada juga kursi kecil, keranjang buat menyimpan karpet. Dinding bagian depan Stella duduki di tempel foto-foto Stella, Rey dan Reyent. Atau foto keluarga kecilnya. Dinding pinggirnya bewarna sedikit pink. Warna yang alami sangat cocok untuk Stella. Ia sangat mengangguminya.

Awalnya Playboy, kini menjadi suami idaman. Sayang istri.

Bersambung.

Terima kasih sudah membaca

Semoga suka dengan part ini.

See you next part.

Saranghae. 😍

Sunday, 23 May 2021

18:35PM

It's Me Rera