webnovel

He's My Son 02

Reyent Bintang Nugroho Digantara yang biasa di panggil Reyent. Bocah kecil yang lucu, gemasin dan pintar kini sudah beranjak dewasa. Tidak terasa waktu begitu cepat. Baru kemaren serasa merayakan ulang tahun yang ke 2 tahun. Kini usianya sudah menginjak 18 tahun. Dia terkenal menjadi laki-laki yang dingin sedingin batu kutup utara. Mahal senyum dan jutek. Terutama sama perempuan. Hatinya tidak bisa luluh dengan rayuan receh dari semua perempuan di kelasnya. Teman-teman perempuannya pada mengagumi dirinya. Ralat. pada ngefans sama Reyent. Semua serba bisa, jago balap motor maupun balap mobil, Teakwondo, DJ, dan Photographer. Semua itu bakat warisan dari Ayahnya. Ayahnya mendidiknya dengan tegas dari kecil. Reyent juga memiliki group band yang bernama "Hey Say! Jum". Setelah usianya menginjak yang ke 20 tahun, Ayahnya mengirimnya ke London. Untuk melanjutkan kuliahnya di negeri UK. Tepat di kampus bekas Ayahnya dulu. Di sana dia tinggal bersama Atenya yang bernama Relly dan Revy, adek Ayahnya. Kemudian dia bertemu dengan seorang gadis yang membuatnya penasaran. Mereka pun berkenalan. "Hai, gue Reyent Bintang Nugroho Digantara, biasa di panggil Reyent." "Oh, aku Febby Distiya Pramudia, biasa di panggil Febby atau Disti." Akankah Distiya bisa mentaklukan hati Reyent yang dingin sedingin batu kutup utara?

Me_Rera_Rara · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
20 Chs

CHAPTER 17

Dr. Liew Chen baru tiba di Jakarta pada pukul sembilan lewat limabelas menit. Ternyata dokter Liew mau datang. Rey sangat beruntung karena dokter Liew mau menangani istrinya. Kini Stella sedang di periksa oleh dokter Cicko dan dokter Liew sebelum masuk ke ruang operasi. Keluarga Digantara dan Ruslan sedang menunggu di ruang tunggu. Awalnya Nancy sempat terkejut ketika Rey menelpon memberitahu bahwa Stella terkena penyakit tumor rahim. Dan hari ini akan di operasi. Begitu pun Darmi dan Ruslan sangat syok. Setahunya putri angkatnya itu sehat-sehat saja. Tapi kenapa tiba-tiba mau di operasi?

Itu lah Stella orangnya terlalu pendiam, jika ada apa-apa di pendam sendiri. Harusnya saat merasa sakit dia periksa ke dokter. Tapi Stella membiarkannya saja.

Dokter sudah selesai memeriksa Stella. Kini saatnya pasien di pindahkan ke ruang operasi. Sebelum di pindahkan Rey menguatkan istrinya, memberi semangat agar tidak terlalu takut.

"Aku takut Rey!" Rengek Stella.

"Jangan takut. Ada aku di samping mu. Semua akan baik-baik saja. Kamu pasti kuat sayang. Tahan ya!" Kata Rey memberi semangat istrinya. Kelima jemari Rey di satukan dengan kelima jari Stella. Menggenggamnya dengan erat. Lalu, mencium kedua mata Stella, keningnya, hidungnya dan bibirnya.

Kemudian Stella di pindahkan ke ruang operasi. Rey mengikutinya, ikut mendorong brangkarnya sembari menggenggam tangan istrinya. Stella sudah terbaring di atas meja operasi. Rey di suruh menunggu di luar. Pintu ruang operasi tertutup dan lampu di atas pintu menyala. Tepat pukul 10:45 pagi operasi Stella di mulai. Semua orang yang di ruang tunggu pada tegang semua. Termasuk Rey. Dia duduk di kursi, kaki kanannya di satuin dengan kaki kirinya. Kedua matanya terpejam sembari memijit pelipisnya.

Dari ujung lorong terdengar suara Reyent yang merengek memanggil Miminya. Hatinya kerasa jika Ibunya ingin di operasi. Di sekolah dia tidak tenang. Tidak mau makan, tidak istirahat, tidak mau belajar. Dia teringat Miminya terus. Wali kelas Reyent membujuknya dengan menyuapi bekal dari Stella. Namun, Reyent tidak mau. Dia merengek minta pulang terus. Wali kelas Reyent menghubungi Pio untuk menjemput Reyent. Pio pun mengirim pesan sama Rey. Rey mengiyakan untuk menjemput Reyent. Lantas Pio menjemputnya dan mengantarnya ke rumah sakit karena Reyent merengek terus.

"Mimi. Mimi. Tolongin Mimi. Pipi!" Ucap Reyent sembari berlinangan air matanya. Bibirnya mencebik. Wajahnya basah karena air mata.

Hati dan perasaan Reyent kerasa jika Stella akan di operasi. Tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah, Stella dan Rey bilang ingin periksa ke dokter. Reyent sudah tidak semangat ketika mendengarnya. Terpaksa hari ini dia membolos.

"Mimi tidak apa-apa sini sama Tati. Reyent nggak boleh nangis. Nanti di suntik sama Om dokter!" Kata Darmi.

Reyent menggeleng tidak mau di pangku Darmi. Tumben dia tidak mau.

"Sama Oma sini!" Ucap Nancy. Reyent tidak mau juga. Dia melangkah kearah Rey. Dia ingin bersama Ayahnya.

"Nggak mau sama Eyang sama Tati. Mau sama Pipi!" Rengeknya dan meminta pangku Rey. Kini dia duduk di pangkuan Ayahnya. Kedua tangannya di kalungkan di leher Rey. Kepalanya di senderkan di pundak Pipinya.

"Kenapa Reyent bolos, hem?" Tanya Rey pelan.

"Nggak. Nggak mau sekolah. Reyent mau Mimi. Hikz hikz hikz."

"Mimi tidak apa-apa." Ujar Rey menenangkan putranya.

"Pipi bohong. Mimi sakit sedang di periksa sama Om dokter di dalam sana." Tuturnya sembari menunjuk ruang operasi. Kedua mata Reyent memang tajam. Begitu pun hatinya.

Tersenyum. Rey mengusap kepala putranya. Merapikan poninya yang berantakan. Reyent memang sudah tidak bisa di bohongi. Dia sudah pintar. Bahkan dari lahir dia sudah merasakan tidak enak perasaannya. Jika terjadi sesuatu dengan Rey dan Stella.

"Kalau Mimi sakit, Reyent berdo'a supaya operasinya Mimi lancar dan cepat sembuh. Ayo gimana kalau Reyent berdo'a!" Kata Rey menyuruh putranya berdo'a.

Mengangngguk. Menurut. Dia mulai berdo'a sembari mendongak. Kedua tangannya mentengadah.

"Ya Allah tolongin Reyent sekali lagi ya Allah. Tolong sembuhin Mimi Reyent ya Allah. Reyent tidak nakal lagi. Agar Mimi tidak sakit lagi. Ya Allah sembuhin Mimi Reyent. Kasihan Mimi kesakitan. Reyent nggak mau Mimi sakit ya Allah. Sembuhin Mimi Reyent ya Allah. Amin Amin terima kasih ya Allah. Reyent sayang Mimi sama Allah." Ucap Reyent dalam do'anya. Di sudut matanya masih ada sisa air matanya.

Darmi sama Nancy terharu mendengar do'anya Reyent. Darmi menitiskan airmatanya.

"Ini baru jagoan Pipi-Mimi. Nggak boleh merengek lagi ya! Nggak boleh rewel. Kan tadi Reyent sudah bilang sama Allah, kalau Reyent tidak nakal lagi!" Pesan Rey sembari mengusap sisa air mata Reyent.

"He'em Pipi. Reyent tidak rewel lagi." Ucapnya dan bergelayut di leher Rey.

Rey meminta botol minum sama Lia. Lalu, menyuruh Reyent minum. Reyent  meminumnya. Kini Reyent duduk anteng di pangkuan Ayahnya sembari memainkan ponsel milik Rey. Dia melihat foto-foto Stella dengan dirinya.

Rey menyuruh Pio beli Burger karena Reyent belum makan. Bekalnya pun masih utuh belum di makan. Reyent memakan bekalnya dulu. Itu bekal buatan Stella tadi pagi sebelum pergi ke rumah sakit. Rey menyuapinya dengan telaten. Sampai mulutnya mencucu penuh bread. Itu Stella yang membuatnya sendiri. Ia sering membuat biscuit atau roti untuk bekal putranya. Buat snack break di sekolah. Rotinya di bikin lucu biar Reyent senang.

Dua pcs bread, yupi gummy, biscuit, enam pcs marshmallow, grape dan blueberry. Terlihat unik. Makanan ini kesukaan Reyent. Semuanya healthy.

Jam sudah menunjukkan pukul satu lewat tigapuluh menit. Operasi Stella baru selesai. Lampu operasi pun sudah padam. Tak lama dokter Cicko dan dokter Liew keluar dari ruang operasi. Sedangkan perawatnya memindahkan Stella ke ruang perawatan yaitu ruang VIP.

Rey dan yang lain menghampiri dokter ingin menanyakan bagai mana keadaan Stella. Rey menggendong Reyent karena nggak mau turun, nggak mau jalan sendiri. Sebelum Rey bertanya Reyent sudah bertanya duluan.

"Om dokter bagaimana keadaan Mimi Reyent, Om dokter? Mimi bisa sembuh kan Om dokter? Tolong sembuhin Mimi Reyent?" Ucap Reyent sembari mencebikkan bibirnya seperti mau menangis.

Dokter Cicko tersenyum. Dan berkata, "Mimi Reyent baik-baik saja. Operasinya lancar tidak ada halangan. Yang pasti Miminya Reyent bisa sembuh." Kata dokter Cicko.

"Terima kasih Om dokter."

"Sama-sama boy."

Dokter Liew ikut tersenyum meski tidak tahu apa ucapan dokter Cicko dengan Reyent. Karena dokter Liew tidak bisa bahasa Indonesia.

"Reyent say thank you also to dokter Liew!"

"Thank you doctor uncle Liew for the operation Mimi Reyent!"

"You welcome boy. You are very handsome, cute and very smart." Kata dokter Liew memuji Reyent sambil mengusap kepalanya.

Rey juga mengucapkan terima kasih banyak sama dokter Liew. Sudah menyempatkan waktunya untuk datang ke Jakarta demi istrinya. Dokter Liew langsung kembali ke Singapore malam ini juga. Rey menyuruh Pio mengantarnya ke bandara. Kini dokter Cicko dan dokter Liew pamit ingin mensterilkan diri sebelum menangani pesien lainnya. Stella sudah di pindahkan ke ruang VIP.

Reyent tidak sabar ingin melihat Miminya. "Pipi ayo lihat Mimi. Kasihan Mimi sakit tidak ada temannya." Ucapnya.

Sedari tadi Reyent bergelayut di gendongan Pipinya terus. Tidak mau turun. Duduk pun harus di pangkuan Rey. Mereka sudah di dalam ruangan Stella.

Di dalam ruangan para perawat masih sibuk memindahkan Stella ke brangkar yang sudah di siapkan. Lalu, mengganti pakaiannya. Keadaan Stella sudah setengah sadar. Kedua matanya mengerjap, ia mendengar suara Reyent putranya. Kini Stella sudah boleh di jenguk. Pertama Rey yang masuk duluan sembari menggendong Reyent. Kemudian Nancy, Darmi, Ruslan dan Roni masuk. Nancy dan Darmi mendekati ranjang Stella.

"Stella kamu sudah sadar?" Tanya Nancy.

Tersenyum. Stella mengangguk dan bergumam, "Mama. Ibu!"

"Jangan banyak gerak dulu." Pesan Nancy.

"Mimi'e sudah bangun Pipi. Mimi mana yang sakit?!" Celoteh Reyent.

"Ssssttt. Reyent tidak boleh berisik. Mimi masih sakit." Kata Rey menegurnya.

Stella tersenyum.

"Mimi'e Reyent datang. Reyent di sekolah ingat Mimi terus tadi. Mimi jangan sakit lagi ya. Reyent nggak nakal lagi kok.  Mimi jangan sakit. Mimi cepat sembuh ya!" Papar Reyent. Kedua matanya berkaca-kaca.

"Mimi nggak sakit. Mimi cuma istirahat." Kata Rey sembari menarik kursi di dekat ranjang Stella. Rey mendudukkan Reyent, tapi Reyent tidak mau duduk sendiri. Maunya di pangku.

"Rey!!"

"Iya babe. Kamu mau apa, hem?"

"Haus!" Ucapnya pelan. Tenggorokannya terasa kering, ia ingin minum.

Sebelum Rey mengambil air minum, Reyent sudah ambil duluan. "Ini Mimi minum."

Rey memberi minum yang di sodorin Reyent. Hanya minum sedikit menggunakan sedotan. Pesan dokter, Stella memang belum boleh langsung minum dulu atau makan. Harus menunggu beberapa menit. Sebenarnya Stella masih ingin minum, tapi Rey membatasinya. Karena mengingat pesan dokter. Tidak boleh minum terlalu banyak. Alasannya untuk pemulihan kinerja organ tubuh.

Pasca selesai operasi, bius total ini secara perlahan akan berhenti bekerja. Dan secara perlahan, organ tubuh pasien pun akan mulai bangun dari tidur. Namun, proses pemulihan kinerja organ tubuh ini tidak selalu bisa terjadi secara serentak. Jika kesadaran pasien bisa dinilai secara kasat mata. Namun, saluran pencernaan tidak bisa demikian.

Karena itulah, pasca operasi, dokter berpesan agar pasien untuk membatasi atau tidak mengkonsumsi makanan dan minuman. Tujuannya agar menunggu saluran pencernaan berfungsi kembali.

***

Hari sudah larut waktu menunjukkan pukul delapan malam. Rey menyuruh putranya pulang bersama Darmi. Reyent tidak mau. Dia mau tidur sama Mimi-Pipinya. Tapi pihak rumah sakit melarang anak kecil menginap di rumah sakit karena Reyent tidak sakit. Reyent menangis ketika Lia menggendongnya. Berteriak memanggil Stella.

"Mimi'e. Reyent mau Mimi'e. Nggak nggak, nggak mau pulang. Reyent mau Mimi. Mimi sakit Tati. Kasihan Mimi." Oceh Reyent sembari berteriak.

"Iya Mimi lagi sakit. Makanya Om dokter menyuruh Mimi tidur di rumah sakit karena Mimi sakit. Reyent kan tidak sakit jadi Om dokter bilang Reyent bobo di rumah." Bujuk Darmi pada cucunya.

"ENGGAK. Pipi juga tidak sakit, tapi Pipi bobo di rumah sakit sama Mimi. Hikz hikz huaa huuuaa. Mau Mimi. Reyent mau Mimi, Tati!"

"Pipi kan jagain Mimi. Kalau Pipi pulang siapa yang jagain Mimi? Terus kalau Mimi mau pipis gimana? kan Mimi perutnya sakit!" Ujar Nancy.

"Reyent juga mau jagaain Mimi seperti Pipi. Nanti kalau Pipi mandi Mimi sendiri. Reyent bantu Pipi jagain Mimi." Ucapnya sembari menncebikkan bibirnya. Pipinya mengembung. Sudut matanya penuh air mata.

Nancy, Darmi, Ruslan dan Roni tidak tahu mau cari alasan apa lagi. Reyent benar-benar pintar dan cerdas. Tidak bisa di bohongi sedikitpun. Hanya Stella yang bisa meluluhkan hati Reyent. Darmi menelpon Rey supaya mendengar suara Stella. Melakukan video call karena mereka sudah di dalam mobil.

"Reyent!" Panggil Stella pelan, "Reyent sayang Mimi kan!" Reyent mengangguk.

"Reyent tidak mau kan Mimi sakit! Reyent mau Mimi cepat sembuh kan?" Lagi Reyent mengangguk sembari mengusap hidungnya dengan punggung tangannya.

"Kalau Reyent sayang Mimi. Reyent harus ikuti apa kata Mimi. Reyent harus menurut. Reyent bobo sama Tati. Kan biasanya juga Reyent bobo sama Tati kan?" Ucap Stella. "Kalau Reyent mau di sini nanti Reyent di suntik Om dokter. Reyent mau di suntik?" Reyent menggeleng. "Besok Reyent pulang sekolah kesini lagi sama Tati sama mba Lia!"

"He'em Reyent nggak nangis lagi. Reyent sayang Mimi. Mimi cepat sembuh ya biar bobo sama Reyent lagi. Maafin Reyent ya Mimi, tadi Reyent nakal. Reyent nangis. Mimi bobo ya biar cepat sembuh. Good night Mimi-Pipi." Ucap Reyent sembari mengusap layar ponsel Darmi. Lalu, di ciumnya wajah Stella.

Stella tersenyum. Reyent luluhnya hanya sama dirinya atau sama Rey.

Sesampainya di rumah, lantas Lia segera memandikan Reyent. Mengganti bajunya dan minum vitamin fish oil. Lalu, Lia membuatkannya susu, Reyent terbaring sembari mengeyut botol susunya. Memeluk bantal bayinya dan small towel.

Kembali di rumah sakit. Hanya Rey yang menunggu Stella. Ruang VIP ruangan ternyaman untuk pasien. Ruangannya luas berdinding kaca. Ranjangnya cukup besar muat dua orang. Ada sofa panjang, dua kursi sekaligus mejanya. Dan ada kulkasnya, television, nakas buat menyimpan pakain pasien, kamar mandi. Dan ada kurden buat penyikat jika sudah malam.

Rey naik ke brangkar, terbaring miring di samping Stella. Sedari tadi Rey selalu menjaga istrinya. Sampai tidak memikirkan dirinya sudah makan, sudah mandi apa belum. Jika di rumah sakit Rey memang tidak nafsu makan. Tidak suka makan di rumah sakit. Dia juga belum mandi dari tadi siang.

"Rey kamu belum mandi, belum makan dari tadi siang!" Gumam Stella pelan.

"Aku tidak lapar sayang. Berada di dekat mu saja aku sudah kenyang. Tapi, untuk yang ini harus puasa." Ucap Rey sembari mengelus selangkangan Stella.

Stella tidak menghiraukannya. Pura-pura tidak mendengar. Rey tersenyum. Sengaja menjaili istrinya.

"Masih sakit ya babe bekas jahitannya!  Mana aku lihat?" Ujar Rey ingin melihat perutnya yang di jahit.

"Masih terasa jahitannya Rey. Masih sakit. Tapi waktu di bedahnya nggak terasa." Kata Stella sembari menyibakkan bajunya.

Perutnya di perban panjang,  berarti bedahannya panjang. Kata dokter jahitannya sampai limabelas jahitan. Jahitannya begitu rapat. Supaya cepat pulih. Rey mengelus perutnya dengan pelan dan kembali menurunkan baju Stella. Lalu, membenarkan selimutnya.

"Jangan di ulangi lagi ya! Jika merasa sakit cepat beritahu sama aku, hem!" Stella mengangguk pelan. "Sudah malam, waktunya istirahat!" Titah Rey sembari mengusap pipi Stella. Lengan satunya di buat bantal Stella. Wajahnya tenggelam di dada Rey.

Rey mencium keningnya dan merapatkan tubuh Stella agar merapat ketubuhnya. Pintu sudah terkunci. Korden penyekatnya juga sudah Rey tutup. Semua sudah tertutup. Kini mereka terlelap dengan nyaman.

Keesokan harinya, Stella terbangun. Ia ingin pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Sedangkan Rey masih terlelap. Stella membangunkannya karena ia belum di perbolehkan jalan sendiri. Rey beranjak dan menggendong Stella ala bridal style. Lalu, melangkah ke kamar mandi. Rey sekalian mencuci wajahnya dan mengelap tubuhnya Stella dengan air hangat. Mencuci wajahnya agar terlihat segar. Waktu menggantikan baju Stella, Rey menahan agar tidak sampai menyentuh istrinya. Karena dokter melarangnya agar tidak melakukan hubungan intim dulu.

Selesai menggantikan pakaiannya, Rey kembali menggendong Stella. Melangkah keluar dan membaringkannya di brangkar. Rey ikut naik, tangannya menyelinap masuk di bajunya Stella.

"Babe aku haus." Kata Rey dengan wajah melasnya menatap Stella. "Sebentar saja ya babe! Sebelum dokter datang, hem!" Sebelum Stella menjawab Rey sudah mengulum dan menghisap payudaranya. Rey menyusu seperti bayi, menghisapnya begitu lahap.

Stella mendesah pelan takut ada suster atau dokter datang. Belum puas dengan dada kirinya, kini Rey berpindah menghisap dada kanannya sembari memilin putingnya. Lalu, Rey melumat bibir Stella dengan pelan. Rey menghentikan ciumannya, menyatukan hidungnya. Pandangan mereka bertemu. Rey tersenyum, lalu terbaring miring sembari memeluk istrinya. Rey memejamkan kedua matanya. Kini dia kembali terlelap.

Ponsel Stella berbunyi ada panggilan masuk dari Reyent. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Reyent sudah pergi ke sekolah. Dia menelpon menggunakan jam tanganya. Reyent laporan jika dia pagi ini tidak menangis. Menurut sama Lia dan Darmi. Reyent menanyakan Pipinya yang masih tidur.

"Pipi bangun jagain Mimi. Kenapa Pipi bobo terus? Kan sudah bobo semalam."

Teriak Reyent memarahi Ayahnya.

"Apa sih boy? Reyent di jalan ya! Hari ini harus belajar baik-baik ya! Tidak boleh bolos lagi. Nanti kesini lagi jika pulang sekolah. Ok!"

"Ok Pipi. Reyent tidak bolos lagi. Sudah dulu ya Pipi!  Bye bye Pipi-Mimi Reyent pergi sekolah dulu ya!"

"Bye bye boy!" Saut Rey dan Stella bebarengan.

Panggilan pun berakhir, Stella meletakkan ponselnya di nakas. Rey merapatkan pelukannya, tapi tidak mengenai perut Stella yang bekas operasi.

Pintunya di ketuk dari luar, ada perawat yang ingin mengantar makanan buat Stella. Rey beranjak melangkah dan membuka pintunya. Perawat masuk mendorong meja yang berisi makanan dan obat untuk Stella.

Setelah perawat keluar, Rey menyuruh Stella makan. Rey mau menyuapinya, tapi Stella menolak ingin makan sendiri. Stella hanya boleh makan, telor, sayur berdaun hijau, salmon, beef, jeroan, buah berry, kacang biji-bijian, sup ayam dan nasi merah.

Setelah menjalani operasi, dokter biasanya akan memberi daftar pantangan makanan agar kondisi pasien bisa cepat pulih dan tidak semakin memburuk. Di sisi lain, terdapat sejumlah makanan yang dapat membantu proses pemulihan pasca operasi. Makanan pasca operasi ini di nilai mampu membantu mengurangi peradangan, meningkatkan imunitas, sumber energi pada masa pemulihan, hingga mempercepat proses penyembuhan.

Maka dari itu Stella di beri daftar makanannya. Pagi, siang dan sore. Ia hanya boleh makan resep dari dokter. Tidak boleh makan sembarangan. Harus sesuai arahan dokter agar cepat pulih kembali.

Stella sudah selesai makan, Rey menyikirkan bekas makannya. Darmi sudah datang, Rey pamit pulang sekalian menjemput Reyent di sekolahnya. Lagi pula dia ingin makan dan mandi juga. Karena dia tidak bisa makan dan mandi di rumah sakit.

Siangnya Nancy dan Kakaknya Rey datang menjenguk Stella. Ada Sita sama Fitria. Mereka giliran masuk karena terlalu rame. Mereka juga sempat kaget mendengar Stella di operasi. Karena memang Stella terlihat sehat tidak sakit.

Makin siang semakin rame yang membesuk Stella.

Rey datang sama putranya. Dia sudah mandi dan ganti baju. Sudah segar tidak seperti tadi pagi. Reyent mencebikkan bibirnya karena banyak orang di ruang inap Miminya.

"Tidak boleh ganggu Mimi. Mimi Reyent sedang sakit. Kata Om dokter harus istirahat. Kenapa pada ganggu Mimi?" Omel Reyent.

"Om sama Tante tidak ganggu Mimi. Kan Om sama Tante ingin menjenguk dan melihat keadaan Mimi!" Ujar Nancy.

Stella ternyum mendengar ocehan putranya. "Reyent sudah pulang sekolah ya!" Tanya Stella.

"He'em Reyent tidak bolos lagi seperti kemaren Mimi. Nanti di marah Pipi."

"Iya dong, sekolah harus belajar yang rajin tidak boleh bolos. Reyent sudah makan?" Reyent mengangguk.

Reyent naik ke brangkar dan duduk di samping Stella. Dia memijit lengan Miminya sama kepalanya.

Bersambung.

Terima kasih sudah membaca

Semoga suka dengan part ini.

See you next part.

Saranghae 😍😘

Sunday, 09 May 2021

21:14PM

It's Me Rera