"Astaga," ujar Clara Dimitrova, "kapan kau akan menanggapi sesuatu dengan serius, Ardha?"
"Lhoo, sekarang pun aku sedang serius," jawab Ardha Candra.
"Konyol!"
Kembali mereka tertawa-tawa. Well, sesungguhnya Ardha Candra tidak ingin melihat Clara bersedih hati, atau tenggelam dalam masalah yang memberatkan pikirannya. Katakanlah, ini bentuk cinta dan kasih sayang pria itu sendiri terhadap orang yang ia cintai.
Sesederhana itu saja.
"Yang aku maksudkan," ujar Clara kemudian. "Bukankah ucapan Malaikat Agung itu juga bermakna bahwa kau bisa memanggil atau memunculkan pedang itu kapan saja kau mau?"
Ardha Candra menggaruk kepalanya. "Aku meragukan hal itu."
"Hei, ayolah?"
"Tidak," kata Ardha Candra. "Bukankah kita pernah mencoba hal ini. Dan kenyataannya, pedang itu tidak muncul ketika aku ingin memperlihatkan padamu, pada Pak Surya. Pedang itu hanya muncul ketika aku 'benar-benar' membutuhkannya. Dan itu artinya, di saat nyawaku terancam."
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com