webnovel

PERHATIAN RANIA

Beberapa hari setelah sadar, nenek di nyatakan sudah boleh pulang dan di rawat jalan bersama keluarganya. Tentu Rania sangat senang mendengar kabar itu, karena pada akhirnya dia bisa kembali mengurus neneknya di rumah sendiri.

Tapi dia masih bingung bagaimana mengatakannya pada Faisal, agak segan juga kalau mengajak nenek tinggal bersama di rumah besar mereka. Apa itu tidak akan menambah beban keluarganya, apa lagi neneknya sudah tua dan tentu butuh orang untuk bisa selalu menemaninya.

Tanpa sengaja Faisal lewat di depan dapur kantornya dan melihat Rania sedang berdiri termenung sendirian. Awalnya Faisal cuek bebek saja, tapi dia kembali berjalan mundur sambil memperhatikan wanita itu.

Berdiri dia di ambang pintu, kedua tangan masuk ke dalam saku celana sambil terus memperhatikan gadis berambut panjang dengan ciri khas di jepit jedai tersebut berdiri membelakanginya.

"Bagaimana cara mengatakannya pada pak Faisal, ya?" gumam Riana yang tentu di dengar oleh Faisal langsung.

"Mengatakan apa?" sahut lelaki itu.

Suaranya membuat Riana terkejut sampai berjingkat kaget. Sama sekali tidak tahu sejak kapan Faisal berdiri di sana, tapi dia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan hal ini dari suaminya. Dengan jujur dia mengatakan kabar nenek sekarang, dia juga meminta ijin untuk mengajak neneknya tinggal di istana megah keluarga Malik.

"Tak masalah, di rumah saya ada banyak pelayan. Nenek kamu tidak akan kesepian," kata Faisal.

Mendengar jawaban itu, tentu saja membuat Rania senang. Besok pagi, dia akan menjemput neneknya pulang untuk tinggal bersama mereka. Berulang kali dia menunduk sambil mengucapkan terima kasih pada Faisal atas kebaikan lelaki itu.

Ah, lebay! Faisal hanya menganggapnya sebagai bonus saja, karena pengorbanan Rania akan lebih besar lagi nantinya. Dia meninggalkan Rania di dapur dan kembali melanjutkan pekerjaan.

Siangnya, Rania mengantarkan kopi untuk Faisal di ruang kerjanya. Padahal sekarang sudah masuk jam makan siang, tapi Faisal masih sibuk berkutat di meja kerjanya dengan beberapa kertas di tangan. Kelihatan sibuk sekali, sampai dia lupa makan.

"Pak, sekarang sudah waktunya makan siang. Apa tidak sebaiknya Bapak makan dulu?"

Faisal menggeleng. "Kerjaan saya masih banyak."

"Tapi jangan lupa makan siangnya, ya, Pak. Takutnya nanti kecapean." Rania tersenyum lalu meninggalkan ruangan.

Faisal hanya menatap punggung kecil itu sambil mengernyit dan melanjutkan pekerjaannya. Terlalu banyak pekerjaan benar-benar membuatnya lupa untuk mengisi perut, padahal sekarang sudah jam tiga dan dia belum makan sama sekali sejak pagi.

Rania yang menyadari hal itu pun mulai cemas, apa lagi Alma sudah memintanya untuk memastikan kalau Faisal mau makan siang. Beberapa hari belakangan, dia terlalu disibukkan dengan pekerjaan sehingga sering mengeluh lapar pada Alma saat di rumah.

"Pak, istirahat sebentar dulu, ya? Lima menit saja, makanlah beberapa suap nasi untuk mengisi perut," kata Rania saat kembali masuk ke ruangannya.

Kebetulan Alma sudah menitipkan makan siang pada Rania untuk diberikan pada suami mereka, tapi Faisal menolak dengan alasan masih banyak kerjaan. Padahal perutnya sudah berbunyi sejak tadi, tapi dia lebih mementingkan kerjaannya.

Semakin lama di rasa, perutnya semakin lapar. Sampai akhirnya dia memegangi perut dengan kesakitan. Rania yang melihat hal itu dari luar pintu pun buru-buru masuk lagi, padahal tadi sudah di usir.

"Saya terlalu sibuk, Rania. Tidak ada waktu untuk makan!" ucap Faisal cukup tegas. Kedua tangannya memang sibuk benar.

"Kalau begitu, biar aku suapi. Mau, ya?"

Andai saja bukan karena lapar, tentu Faisal akan menolak tawaran itu. Tapi kali ini dia harus menepis semua rasa gengsinya demi beberapa suap nasi untuk memuaskan rasa laparnya. Dia pun mengangguk dan Rania buru-buru membuka kotak makan siang dan memberinya suapan nasi.

Wajah Faisal selalu di tekuk, berbeda dengan Rania yang selalu tersenyum. Senang rasanya bisa bercengkrama sedekat ini dengan Faisal, Rania harap mereka akan selalu bisa dekat seperti ini setiap harinya.

"Minum," pinta Faisal.

Tangan mungilnya meraih gelas dengan sedotan untuk di arahkan ke mulut Faisal. Mata lelaki itu sibuk menatap layar laptop, sementara tangannya sibuk mengetik. Setidaknya dia bisa menjadi istri yang lebih berguna hari ini.

Untunglah Faisal tidak meninggalkan Rania lagi hari ini. Mereka pulang bersama setelah matahari terbenam beberapa saat. Berjalan menuju parkiran mobil di basement, Rania mengikuti langkah besar Faisal di depannya.

"Kenapa, Pak?" tanya Faisal pada supirnya yang mendadak berhenti di tengah jalan, padahal perjalanan mereka masih jauh.

"Sepertinya mobil ini mogok, Pak. Sebentar saya cek dulu."

Supir keluar mengecek mesin mobil, cukup lama sampai Faisal juga harus keluar. Sedikit banyak, dia tahu tentang bagaimana cara memperbaiki mesin mobil, tapi derasnya hujan malam itu membuat pengelihatannya terganggu.

Rania ingin keluar, tapi dia juga tidak punya payung untuk melindungi Faisal dari derasnya hantaman hujan. Faisal juga sudah memperingatinya untuk tidak keluar mobil sampai dia selesai memperbaiki, dan Rania tidak bisa berbuat apa-apa sampai satu jam kedepan.

Satu jam memperbaiki mobil, akhirnya selesai juga. Segeralah Faisal menutup mesin mobilnya dan kembali masuk untuk melanjutkan perjalanan pulang. Tubuhnya basah kuyup karena kehujanan, membuat Rania khawatir kalau sampai suaminya sakit.

"Pak, buka saja jasnya, nanti malah tambah kedinginan," kata Rania.

Menurut, Faisal membuka jasnya dan menyisakan kemeja. Rania mengeluarkan handuk kecil dari dalam tas selempangnya untuk mengeringkan Faisal. Tanpa curiga, dia langsung menerima itu dan mengelap wajahnya yang basah.

Baunya aneh, membuat Faisal melirik penuh selidik pada Rania. "Handuk dari mana ini?"

"Sebenarnya itu lap yang biasa aku pakai untuk bebersih kantor, Pak," jawab Rania jujur sambil nyengir.

"Kamu gila, ya?! Kalau muka saya jadi jerawatan gara-gara lap kotor itu bagaimana?!"

Rania hanya tertawa kecil. "Tapi sudah selesai di lap 'kan?"

Faisal memutar bola mata dengan malas mendengarnya. Gadis ini hanya bisa cengengesan, tanpa tahu kalau dirinya benar-benar kedinginan. Apa lagi mereka harus terjebak macet selama beberapa puluh menit di jalan, membuat Faisal semakin kedinginan.

Kepalanya mulai berat, rasanya antara ngantuk dan lelah. "Kalau mau tidur, tidur saja. Sini!" kata Rania menepuk pahanya yang niatnya untuk di jadikan bantal.

Membuang muka dengan kasar saja sudah menjadi jawaban kalau Faisal tidak sudi tidur di pangkuan Rania. Senyum gadis itu memudar beberapa detik setelahnya. Ya, mana mungkin Faisal mau tidur di pangkuan seorang petugas keberihan sepertinya.

Hingga perjalanan pun berakhir di istana kebanggakan sultan malik. Faisal buru-buru masuk ke rumah dalam keadaan masih setengah basah. Sayangnya Alma sudah tidur, hingga Faisal harus mengurus dirinya sendiri.

Entah kenapa shower air hangat di kamar mandinya mendadak mati malam itu, membuatnya kesal sampai harus mencari air hangat ke tempat lain. Dan satu-satunya shower yang belum di cek adalah di kamar Rania.

"Pak Faisal, sedang apa di kamarku?" tanya Rania sambil memegangi handuk yang menutupi tubuhnya. Kebetulan dia juga baru selesai mandi.

"Shower air hangat disini hidup 'kan? Saya mau mandi," kata Faisal.

Rania hanya mengangguk bingung sambil mempersilahkan Faisal masuk ke kamar mandi.