webnovel

Bab 6. Berry + Cherry = Mengkudu?

Seperti biasa, Berry hanya mengikuti kemana kedua temannya melangkah. Paling tidak, dia bisa mengalihkan pikirannya dari seseorang. Sampai di penjual mie ayam, mereka duduk di meja bagian tengah setelah memesan. Hanya satu porsi, karena hanya perut Aga yang masih bisa menampung makanan. Setelah pesanan datang, Aga kembali makan dengan lahap. Seperti dia tidak makan seminggu, sedangkan Miko dan Berry hanya memesan krupuk pangsit, agar tidak kelihatan bloon memandangi Aga yang sedang makan.

"Aga!" Aga mengalihkan perhatiannya ke arah si pemanggil, dan matanya membulat melihat teman satu jurusannya.

"Ara? Zea?" makanan yang berada di dalam mulutnya langsung di telannya.

"Hai!" Ara dan Zea tersenyum canggung kearah Aga dan juga teman-temannya. Mereka juga melirik ke arah Berry dan juga Miko kemudian mengangguk tanda menyapa, dibalas juga dengan anggukan oleh kedua lelaki itu.

"Duduk Ra, Ze? Atau udah mau pulang?"

"Enggak kok, kita baru pesen. Emang nggak papa ya ikut gabung?" Ara masih canggung sepertinya, karena mau bagaimanapun, interaksi mereka benar-benar minim sekali.

"Nggak papa, duduk aja." Miko menjawab pertanyaan Ara dan pindah duduk di samping Berry.

"Eh, kok membernya kurang satu?" Aga clingak-clinguk mencari seseorang yang biasanya bersama Ara dan Zea.

"Member?" Zea bertanya heran, member apa maksudnya?

"Cherry." Aga mengatakan secara spesifik siapa yang dia maksud.

"Oh, kalau Cherry yaudah di rumah jam segini. Bapaknya galak." Ara menjelaskan.

"Serius?" wajah Aga terlihat penasaran. Sedangkan Berry, entah sadar atau tidak, getaran di hatinya bertambah lebih cepat. Jelas saja ingatannya langsung memutar ke wajah gadis itu. Gadis yang memang mengisi pikirannya akhir-akhir ini.

Ketika dia mencari cara untuk melupakan, nyatanya semesta seolah tak mengizinkan. Dikirimkan teman-teman gadis itu malam ini agar tetap diingatnya gadis itu di dalam otaknya.

Dan benar saja, ketika malam datang, pikirannya tak bisa mengalihkan hal lain kecuali gadis itu. Sekeras apapun untuk menutup matanya malam ini sayangnya tak bisa tertutup. Dia berusaha agar bisa segera tertidur dan melupakan semuanya. Tapi tak semudah itu, karena dia sekarang merasa frustasi sekali, dan mengerang tertahan.

"Haishhhh!" tubuhnya terduduk di atas kasur dan mengacak-acak rambutnya sebab frustasi. Berdiri, Berry melampiaskan amarah dirinya sendiri dengan menendang meja belajarnya sampai terdengar dari luar kamarnya.

"Ber, lo kumat?" Miko mengeraskan suaranya dan memutar knop pintu kamarnya kasar setelah mendengar bunyi gedebukan. Tapi sayangnya kamar itu terkunci rapat dan tidak bisa dibuka.

"IYA!" Teriaknya dari dalam kamar, "Jauh-jauh lo dari kamar gue kalau nggak mau kena bantai dari gue." Masih dengan teriak, lelaki itu berbicara.

Suara tawa dari luar itu menggema tanda bahwa kedua makhluk berjenis kelamin laki-laki itu menertawakannya. Miko dan Aga pasti senang sekali mendengarnya berteriak.

"Apotek jam segini udah tutup, mau gue bawa ke dukun nggak?" ini suara Aga terdengar sambil menahan tawa. Tapi Berry tidak mau ambil pusing dengan olokan teman-temannya. Dia melemparkan kayu yang digunakan untuk menahan kertas saat dia menggambar ke arah pintu agar kedua temannya itu menjauh dari kamarnya.

Suara tawa itu semakin menggema dari arah luar. "Aduh-duh si comel marah," lagi, olokan itu keluar dari bibir Aga. Tapi sudahlah semakin dia meladeni Aga, otaknya semakin gila.

Kemudian dia menyumpal telinganya dengan headset dan berusaha mengalihkan pikirannya dengan lagu.

°•°

Cherry sedang menikmati secangkir coklat hangat di balkon kamarnya. Dia sedang menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantiknya. Langit memang terlihat gelap, tapi begitu cantik karena bintang yang menghiasinya. Alunan lagu dengan suara pelan menambah kesan damai yang diciptakannya sendiri.

Tapi tiba-tiba sebuah potongan memori membuatnya mendesah. Tatapan tajam lelaki itu membuatnya bertanya pada dirinya sendiri. Tatapan itu seperti benteng yang memang sengaja dibuat oleh lelaki tersebut agar tak ada yang berani mendekatinya.

"Malem." Sapaan lembut itu membuat Cherry bisa mengalihkan dari segala pemikiran yang ada di kepalanya.

"Malem, Bang. Capek banget kayaknya." Senyum kecil diberikan kepada lelaki yang dipanggilnya abang itu.

"Iya, mau pijitin Abang nggak, Dek? Entar bayarannya mie ayam depan komplek."

"Emoh." jawaban Cherry membuat kakaknya itu tertawa senang.

"Kenapa sih, kok gitu banget mukanya?"

"Nggak papa, cuma mikirin sesuatu aja sih."

"Apa? Kamu ditembak cowok ya?"

"Ngaco."

"Terus? Mikirin apa?"

"Mikirin, Abang." Cherry menatap kakaknya yang juga telah menatapnya karena ucapan adiknya menurutnya aneh.

"Stetoskop Abang masih nggak?"

"Masih, kenapa?"

"Syukur deh, berarti tadi Ara sama Zea nggak jadi ngerumpiin abang." Cherry kembali diam, memang sengaja berlama-lama menjelaskan kepada abangnya apa yang sebenarnya dia maksud.

"Terus hubungannya mereka ngerumpiin Abang dengan stetoskop apa?" Arka terkadang dibuat bingung oleh adiknya sendiri dengan kata-kata yang tak terkait. Bahkan wajahnya terlihat seperti berpikir kerasa dan menunggu kelanjutan 'cerita' Cherry.

"Soalnya tadi aku bilang boleh ngerumpiin Abang yang kata mereka masuk dalam daftar 'pantas' digandeng pas kondangan..,"

"Wojelas." belum juga Cherry selesai bicara, Arka sudah kepedean tingkat kecamatan.

"Lanjut nggak ni?" Cherry kesal karena ceritanya harus berhenti.

"Lanjut."

"Tapi kasihan Abang kalau mereka rumpiin, nggak tahunya pas Abang makan terus stetoskopnya ketelen kan berabe. Abang ngecek jantung pasien pake apa? Beli lagi? Buang-buang uang."

Arka menatap adiknya heran Kenapa dia bisa mempunyai adik yang begitu aneh? Ya Tuhan. Tapi dia mau tidak mau membayangkan jika seandainya itu terjadi, maka bagaimana nasibnya. Pasti akan ada berita 'seorang dokter muda tidak sengaja menelan stetoskop saat makan karena dikira telur ceplok' dia yakin itu akan sangat menghebohkan.

Dan tawa tiba-tiba Arka bahkan membuat Cherry terlonjak kaget. Dan mengernyit heran, abangnya ini nggak stres mendadak karena Koas kan?

"Serius, Dek, kalau itu terjadi, kamu bakalan ikut jadi sorotan."

"Abang sehat kan?"

"Sangat sehat. Thanks ya, udah hibur Abang." Arka masuk ke kamar Cherry dan keluar untuk masuk ke kamarnya sendiri.

Cherry masih bingung dengan kelakuan kakaknya yang ajaib itu. Tapi dia kembali duduk di sofa balkonnya untuk bersantai.

Suara notifikasi ponselnya membuatnya mengalihkan tatapannya dari daun yang menari-nari karena angin. Grup WA nya bersama kedua temannya.

Ara : Ampuuunnn, hanteng banget.

#Ganteng maksudnya

Zea : Naksir lo? Nggak bakalan mau doi sama elo, cowok macem itu seleranya tinggi vroh.

Ara : Huanjor, lo kira gue rendah? Kampret lo.

Zea : Gue nggak bilang gitu ya, tapi garang gitu orangnya, takit gue.

#takut. Kampret jempol gue, bahas cowok cakep grogi.

Ara : Gue juga takut sih, matanya cem samurai #emoticontakut

Zea : Member yang satunya kemana sih, kok nggak muncul?

Ara : Kok lo niru bahasanya Aga sih?

Zea : Biarin

Ara : Cherry woy, kemana lo?

Cherry tersenyum melihat teman-temannya ramai di grup. Tapi siapa yang dimaksud? Karena penasaran, dia ikut nyelonong masuk ke group.

Cherry : I'm here sedang bahas apa sih?

Ara : Member udah lengkap.

Zea : Kita lagi bahas cowok ganteng. Kita ketemu Aga dkk, Cher. Ya ampun. Ternyata doi namanya Berry.

Ara : kira-kira blackberry, blueberry, apa strawberry ya nama panjangnya?

Zea : Huanjir, elo kira nama buah-buahan. Kenapa nggak Berry kekebalan aja, biar kaya film Barbie.

Ara :Tapi cocok sih kalau ama Cherry, entar nama anaknya jadi mengkudu.

Tawa Cherry menguar membaca nama mengkudu yang dikirim Ara. "Kok temen gue pada somplak sih. Allahuakbar." tidak ingin lama-lama menanggapi teman-temannya, dia keluar dari aplikasi WA dan berjalan ke arah ranjang untuk istirahat.

°•°•°