webnovel
avataravatar

TERTINGGAL

"Bagaimana persiapan senjata yang sudah dipesan?" tanya Apollyon.

"Semua sudah siap," jawab Gremory.

"Semua sudah disimpan, aku rasa para petarung sudah memiliki senjata sendiri," tambah Nelchael.

"Untuk anak buah kita, harus menyiapkan, berikan kebebasan mereka memilih malam ini," tambah Apollyon, "Para petarung jika butuh tambahan boleh memakainya."

"Semua cabang kita sudah dikuasai oleh Lauviah, jumlah kita tidak banyak kalau di pecah-pecah," kata Malphas.

"Jika kita menyerang salah satu cabang membuat mereka tahu keberadaan kita," Antonio ikut berpendapat.

"Jangan khawatir, aku tidak akan menyerang cabang mereka," kata Apollyon.

"Pasti kau sudah punya rencana," kata Malphas.

"Kita tunggu mata-mata kita memberi laporan," sela Apollyon. "Aku ingin kita sekali bergerak membuat mereka lumpuh, kita akan serang markas besar mereka."

"Anak buah mereka sebagian besar bayaran, sudah banyak yang pulang ke daerah masing-masing, hanya sisa sedikit."

"Orang bayaran beda dengan anak buah yang setia," Lilith ikut berpendapat. "Demon menaruh budi ke semua anak buahnya, mereka pasti akan mengingat kebaikan kita."

"Kalian semua harus membalas kematian anak -anak Azazel dan teman -teman kalian yang dibunuh dalam pembantaian itu, kalian semua sudah menerima kebaikan kakakku," teriak Lilith sengaja membakar amarah dan mengingatkan mereka berhutang budi kepada Demon, mereka dengan kesadaran pasti membayarnya.

Malphas menyadari kelicikan ibunya, hanya tersenyum dalam hati, selama tinggal di Markas Adriano, ibunya selalu dengan licik memanipulasi sisa anak buahnya untuk membalas dendam, ibunya sengaja menuang minyak ke dalam api untuk tujuan tertentu. Malphas tahu Lilith seorang yang ambisius, buat Lilith bukan hanya balas dendam, tetapi lebih bertujuan kekuasaan harus kembali ke keluarganya. Lilith lahir dan tumbuh besar di keluarga mafia. Sesungguhnya, Lilith sudah siap dengan resiko kematian setiap keluarganya. Bagi Malphas yang terpenting membalas kematian Hanbi dan Abaddon secepatnya.

"Tiga hari lagi, kita berangkat ke Roma, dibagi menjadi 10 kelompok, masing-masing kelompok ada dua pemimpin perjalanan yang merupakan petarung pilihan dan ada tiga atau empat orang anak buahnya. Sampai di Roma, kita ke rumah rahasia milik Devil yang berada di pinggiran kota."

Markas tersembunyi di Kota Roma sudah disiapkan oleh Luciano. Selama tinggal di tempat persembunyian dan berlatih, hanya Luciano yang sering keluar-masuk dari tempat tertutup itu.

"Paling terlambat lima hari dari keberangkatan kita, berarti delapan hari dari sekarang harus sudah berkumpul di tempat Devil di Roma dalam kondisi yang sudah siap jika dibutuhkan langsung bertarung, kalian kuberi waktu longgar untuk istirahat terserah dimana kalian sebelum berkumpul. Setelah itu, kita pindah ke markas baru yang akan kuberitahu saat malam itu kita berkumpul. Jika ada yang tertinggal, tidak datang tepat waktu atau tidak siap kita akan meninggalkan mereka dan tidak diikutkan dalam misi ini." ... "Kalian boleh menggabungkan group, tetapi tidak boleh lebih dari dua group, untuk menghindari kecurigaan jika terlalu banyak orang berkumpul." ... "Malam ini seluruhnya boleh memilih senjata yang akan digunakan, kecuali bom. Tidak boleh diambil," Apollyon terus memberi arahan. "Silahkan meninggalkan tempat untuk memilihnya," ujar Apollyon.

"Gremory, Nelchael, Maira dan Orobas tinggal di sini" kata Apollyon.

Saat Malphas mau pergi, Malphas ingin menyusul Aster yang jelita. "Apakah aku harus menyebut namamu untuk tinggal supaya kau tinggal di sini," Apollyon berkata sinis ke Malphas.

"Kau memang tidak menyebut namaku untuk tetap disini," Malphas membela diri, Malphas sadar kesalahannya otaknya sedikit terganggu melihat Aster. "Secepat itukah aku melupakan Hanbi," Malphas berkata dalam hatinya sendiri.

Apollyon tertawa mengejek, seolah tahu yang ada di pikiran Malphas.

"Gremory dan Nelchael serta Maira kalian kutugaskan mengawal bom dan jangan diberikan kepada siapapun termasuk anggota kita. Besok sebelum penyerangan, aku yang memilih siapa yang boleh membawa bom, aku ingin terencana baik supaya ledakan tidak terimbas ke anggota kita."

Rencana berjalan lancar sampai waktu yang akan ditentukan. Malphas sengaja menjauh dari Aster, karena Malphas tahu, otaknya serasa mati jika ada Aster di dekatnya.

"Nanti saja jika misi ini berhasil, Aster akan menjadi tantangan baruku," hati Malphas berkata sendiri.

Sampai pada malam yang dijanjikan mereka tiba di rumah Devil, satu per satu group berkumpul hingga lengkap sebelum jam 7 malam.

Tepat pukul 7 malam. Apollyon akan memimpin rapat, Apollyon tidak mentolerir keterlambatan, group yang bersama Orion dan Nelchael datang terakhir kurang lima belas menit dari waktu yang ditentukan.

"Bagaimana ... semua beresn" tanya Apollyon ke Nelchael.

"Semua masih sesuai rencana," jawab Nelchael.

"Ada yang mencurigakan?" Apollyon kembali bertanya. "Sejauh ini semua lancar tidak ada tanda penghianat di tempat kita," Orion menggantikan Nelchael menjawab.

"Bagus. Semoga kalian sadar peran kalian sangat penting, yang diawasi Gremory dan Maira juga sudah tidak ada yang mencurigakan," kata Apollyon.

Malphas baru sadar, banyak hal yang ia lewatkan, Apollyon mengirim keempat orang itu untuk mengawasi kelompok sendiri takut adanya penghianat.

"Dimana Arioch?" tanya Apollyon ke arah Malphas.

"Tidak tahu." Memang Malphas tidak tahu kemana adiknya, "Sungguh kakak yang buruk," batin Malphas.

Tak lama, Arioch masuk melapor. "Sudah seperti yang kau pinta. Gosip sudah tersebar."

"Yang kumaksud bukan seperti gosip. tetapi seperti rahasia yang bocor. Jangan sampai mereka tahu kalau itu berita yang sengaja disebarkan," koreksi Apollyon.

"Maksudku, begitu aku hanya membocorkan rahasia besok lusa. Kita akan menyerang," ujar Arioch.

"Sudah kau pastikan kemana saja arah beritanya?" tanya Apollyon.

Arioch mengangguk ragu, ada rasa tidak percaya diri. Malphas mengenal baik adiknya.

Walaupun Arioch bekerja dengan teliti, tapi selalu ada rasa takut melakukan kesalahan.

"Pasti lancar, jangan khawatir," Malphas menenangkan sambil menepuk bahu Arioch.

"Ya, penyusup sudah masuk bergabung saat kita di Roma," kata Donatella. "Aku yakin mereka sudah mengirim berita ke Damiano," lanjutnya.

"Bagus, sekarang pasti mereka sedang bersiap." Apollyon penuh percaya diri.

"Kenapa? Kalian tidak mengikutkan aku dalam rencana ini, aku bahkan tidak tahu jika kau menantang Damiano secara terbuka untuk bertarung," protes Malphas. "Bahkan Arioch pun kau ikutkan dalam rencanamu. Apa tidak salah mengobarkan perang terbuka. Kita pasti kalah!" kata Malphas lagi.

"Salahkan dirimu sendiri, kenapa kau tertinggal, sejak ditinggal Hanbi. Otakmu sudah tidak berada di kepalamu, tetapi berpindah ke hatimu untuk dendam," tukas Apollyon.

"Beberapa kali aku sudah mendekatimu dan menyadarkanmu. Tetapi kau terlalu dalam tenggelam. Kau merasa bersalah karena tidak menghargai keberadaannya. Betul tidak!" Apollyon menyambung ucapannya.

Malphas sadar, ternyata ia terlalu dalam tenggelam dalam kesedihan dan penyesalan. Satu hal lagi harus ia akui, Apollyon lebih hebat darinya, dia bisa menepis kesedihannya ditinggal kakaknya Abaddon.

"Sudah tidak ada waktu. Kumpulkan semua pemimpin, aku atur penyerangan sekarang," tukas Apollyon.

Gremory dan Nelchael langsung keluar memanggil para pimpinan kelompok.

"Menyerang," Malphas binggung. "Kita menyerang sekarang ... bukankah besok kau mengumumkan perang terbuka."

"Kamu tidak siap sekarang. Kamu lupa perkataanku saat kumpul harus sudah siap," sinis Apollyon

"Bukankah kau bilang juga kita siap menuju markas baru untuk persiapan," sanggah Malphas.

"Kalau kau tidak siap, kau boleh tetap disini," Apollyon terlihat marah. "Semua markas kita sudah dikuasai sialan itu. Kau kira aku masih punya tempat lain, tempatmu ini saja setelah kita tiba mereka sudah tahu. Tolol!"

Malphas terkesiap. "Aku siap kapanpun. Aku hanya tidak mengerti yang terjadi," Malphas membela diri.

"Sekarang sudah tidak ada waktu untuk membedah hatimu. Mengeluarkan otakmu untuk kukembalikan ke kepalamu," kata Apollyon. "Kau kira aku mau mati bertarung terbuka melawan manusia licik Damiano. Tolol."

Malphas langsung mengerti dan tertawa. "Maaf ... aku mengerti. Kau tidak mengecewakanku." Sambil mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.