webnovel

Gaun Pengantin

Pernikahan yang lama diidamkan oleh Kamila, kandas sudah. Karena takdir telah berbicara. Namun kisah selanjutnya akan dialami oleh Amira yang mengalami kejadian-kejadian aneh dan menakutkan.

Wdya10 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
2 Chs

ARYA BERTERUS TERANG

Amira akui ia sangat memaksakan dirinya demi untuk selalu bisa bersama Arya, ia harus sampai sebegininya. Hingga lemburan yang sebenarnya adalah pekerjaan Arya, ia sangat rela membantunya meski harus pulang sangat larut. Walaupun, Arya siap mengantarkannya pulang sampai rumah.

Saat ia harus ijin untuk tidak masuk kantor, dengan baiknya Arya menjenguknya. Itu juga sangat Amira tidak pikirkan sebelumnya. Padahal kan ketertarikan Amira sangatlah tidak diragukan lagi pada sosok Arya. Jadi wajar semua perasaan-perasaan itu timbul. Tetapi alam kadang seperti berpihak pada Amira. Waktu juga teramat manis menemani Amira untuk bersama Arya setiap saat, setiap detik.

Hingga ciuman tidak sengaja yang Arya hendak lakukan, sangat bukan disebut kenapsuan. Seperti ada yang mendorong tanpa sengaja Arya melakukan itu. Tetapi itu menurut Amira so sweet sekali. Lalu kenapa vas bunga itu harus jatuh? Amira mulai berpikir untuk mengingatnya kembali.

Amira bergegas merapikan dirinya secantik mungkin. Kali ini ia melilitkan syal merah maron di lehernya yang jenjang. Menghindari sesuatu yang tak diinginkan terjadi, begitu benak Amira. Karena Amira sedang tidak begitu fit sekali. Makanya tumben-tumbenan ia harus memakai syal di lehernya. Semua kejadian beruntun itu sangat membuat tubuhnya lelah dan sakit. Ditambah luka-luka yang terjadi begitu tiba-tiba menyerangnya.

"Pagi, Arya" Sapa Amira. Sambil dengan susah payah meletakkan tas pundak besarnya di atas meja sekalian menggeret kursi dengan memakai kaki kanannya.

"Pagi juga Amira" Arya menjawab, sambil wajahnya mengernyit heran.

"Tangan kirimu kenapa lagi Amira? Kok diperban gitu?"

"Oh, ini?"

"Aku terkena pisau Arya" Jawab Amira singkat saja. Ia tidak mau Arya terlalu mengkhawatirkannya. Kadang seperti itu.

"Kau lihat sini" kata Arya langsung.

"Apa?" Amira terheran-heran memandang Arya. Karena yang ia lihat biasa saja tidak ada yang berubah.

"Apa yang kau lihat?"

Arya seperti bermain tebak-tebakan saja. Amira tersenyum geli.

Amira menggeleng cepat. Lalu pandangannya reflek.

"Vas bunga?" Amira langsung tersadar. Matanya tertuju ke atas kabinet samping meja Arya.

"Iya. Benar sekali, cantik bukan?" Arya sumringah.

"Kamu benar mendapatkannya? Cepat sekali Arya. Itu buat aku?" Amira hampir tidak mempercayainya.

"Tentu saja untuk kamu, aku tidak tega liat wajah kamu kemarin. Melihat vas kesayangan kamu pecah." Seloroh Arya.

Padahal wajahnya begitu kemarin bukan karena Vas itu, tetapi karena ciuman nyaris itu yang membuat wajahnya kelihatan berbeda, entah Amira sendiri tidak tahu seperti apa terlihat wajahnya saat itu.

Vas bunga itu hampir sama dengan miliknya yang pecah. Diletakkan bunga hidup di situ oleh Arya. Namun hampir terlihat layu. Padahal Arya menaruh air di dalamnya.

"Kamu punya kemiripan dengan Kamila."

Seketika Amira agak kaku mendengar ucapan Arya barusan. Ia yang tengah berdiri di samping meja Arya untuk melihat vas bunga tersebut seakan ingin kembali ke mejanya, demi tak ingin mendengar nama Kamila disebut.

"Apa kemiripan itu?" Tanya Amira datar. Daripada tidak ia sanggah kan? Lebih baik ia tanyakan saja.

"Bunga, iya bunga. Kamila sangat menyukai bunga. Dan vas-vasnya sangat banyak di rumahnya. Makanya ketika aku mencari vas bunga untukmu, sama sekali aku tidak kesulitan mendapatkannya Amira." Arya menampakkan senyum lebarnya. Amira juga sedikit tersenyum. Sedikit Amira perhatikan, Arya biasa memakai "Saya" namun kini ia memakai "Aku". Itu sangat tidak seperti biasanya. Agak sedikit riskan jika Amira menanyakannya itu pada Arya.

Ia menyamakanku dengan perempuan itu? Berarti benar kalau ia …. Amira tidak sempat menyelesaikan kalimat dipikirannya, ia tidak dapat meneruskan. Takut salah sangka atau ke GR an.

Memang belakangan ini jika Amira ingat-ingat pandangan mata Arya sangat berbeda ia rasakan. Ia seperti menyimpan sesuatu. Atau ingin mengatakan sesuatu? Sebelum Kamila meninggal, Arya sangat khawatir dengan Accident waktu itu diketahui orang atau sampai ke telinga Kamila. Namun keburu Kamila meninggal. Dan sampai sekarang tidak ada yang pernah tahu kejadian itu. Amira membetulkan letak syalnya yang mencong panjang sebelah, mungkin karena bahannya agak licin sehingga sedikit menjuntai sebelah. Sebenarnya Amira tidak mau Arya menyamakannya dengan Kamila.

"Amira," tiba-tiba suara Arya lembut memanggilnya, dan Arya tampak beranjak dari tempat duduknya. Amira melihat pemandangan saat lelaki itu berdiri. Tubuh tinggi, berkemeja rapi, badan atletis, wajah wibawa, dan tampan pastinya. Dan ia menuju Amira, mendekati Amira sedekat-dekatnya.

"Aku tahu ini sangat cepat," kata Arya ketika sampai di dekat meja Amira. Amira memiringkan kepalanya sedikit tidak mengerti maksud arah pembicaraan Arya. Tetapi jemari Arya keburu meraih jemari lembut Amira. Amira agak tersentak kaget dan terpaku.

"Maukah kamu, me-menikah denganku?"

Tiba-tiba seperti tertampar angin surga, entah apa yang Amira dengar barusan dari mulut Arya sendiri atau ia sedang mabuk barangkali. Atau sebaliknya Amira yang sedang bermimpi?

"Kamu nggak sedang melantur kan Arya?" Amira mengibaskan telapaknya ke wajah Arya.

"Amira, aku serius. Aku melihat kamu sangat mempunyai banyak kemiripan dengan Mila, dan aku sudah merasa dekat denganmu. Aku persembahkan cincin ini untukmu. Terimalah." Arya meraih lembut tangan Amira. Hendak meletakkan cincin itu di jari manis Amira. Amira menurut. Dan…

"Awwww!" tiba-tiba Amira mengaduh. Iya, tangannya masih sakit sekali. Dan menolak untuk disematkan cincin tersebut. Sialan! Umpat Amira. Sebenarnya jika tangannya baik-baik saja pasti cincin itu sudah melingkar di jemari manisnya.

"Ya ampun aku lupa Amira, kalau begitu begini saja, cincinnya tidak usah terpasang dahulu. Asal kamu mau kan menerima aku sebagai suamimu?" kata-kata Arya kembali menenangkannya. Tentu saja, jelas mau. Bercanda kamu Arya. Bahkan hal ini sangat jauh di luar jangkauan pikiran Amira kalau ia sampai dilamar oleh seorang Arya. Ini mimpi, dan sangat membuat Amira tidak percaya. Kakinya di bawah meja bergoyang-goyang pelan.

Tidak mengapa cincinnya gagal tersemat manis dijemarinya, asalkan Amira menerima lamaran Arya. Amira mengangguk malu.

"Tetapi aku sama sekali tidak menyangka Arya, kau melamar aku." Kembali Amira menanyakan untuk memastikan apakah ia sedang bermimpi.

"Kamu mau tahu kenapa?" Tanya Arya cepat.

Amira mengangguk. Ingin tau.

"Karena aku mencintai kamu." Tegas Arya memperjelas.

"Sejak kapan?" Amira malahan bertanya.

"Sejak aku menjengukmu. Ok, memang itu sangat cepat Amira. Tetapi aku bersungguh-sungguh." Tegas Arya kembali.

"Aku tahu Arya, tetapi … kan…" Amira terbata. Arya menempelkan telunjuknya tepat menempel di bibir Amira.

"Ssst, tidak usah diteruskan. Apapun itu, aku akan atasi semuanya. Dan besok kita ke tempat Satria temanku untuk melihat gaun yang pas untukmu" ucap Arya singkat. Mata Amira berbinar. Seperti mimpi ia bisa memakai gaun pengantin dari seorang designer yang pastinya harga gaunnya sangat mahal. Namun masih saja ia berpikir keras. Masih terasa seperti mimpi saja.

Akhirnya Arya sudah berani berterus terang dengan Amira, bahwa ia akan menikahinya. Ia melamar Amira di ruangan kantor yang sepi. Setelah Amira menjadi istrinya, tentu saja Amira tidak bekerja lagi di situ. Karena itu etika peraturan di kantor juga. Masa iya suami istri satu ruangan? Mungkin Amira akan ia biarkan saja tinggal di rumah.

Bagi Arya melamar Amira sama saja menggantikan Kamila, karena tepat sekali ia bertemu Amira, sosoknya hampir mirip Kamila, hobby dan cara ia memperlakukannya mirip dengan Kamila. Sekaligus pengobat rasa hampanya ditinggalkan Kamila secara tiba-tiba untuk selamanya. Dengan menikahi Amira semua akan tertutupi segala gundah dan keterpurukannya. Karena ia sangat kehilangan Kamila. Namun bukan sepenuhnya pelampiasan. Ia tidak akan lakukan itu pada Amira. Ia ingin bisa mencintai Amira sebagai seorang Amira.

Amira perempuan baik, meski agak sedikit terlihat keras kepala, Arya sangat memakluminya. Maklum perempuan kan memang begitu. Asal bisa meredakannya dengan baik, semua akan berjalan lancar-lancar saja. Apalagi dari kesemuanya, Amira tidak menolaknya. Ia menerima lamarannya. Tampaknya Amira juga mencintainya.