webnovel

Posesif

Semenjak Shafa menyerahkan dirinya untuk menjadi milik Garra semalam, Laki-laki itu kembali bersikap posesif seperti dulu. Tidak... Bukan kembali bersikap posesif, Namun Garra yang memang tidak bisa menghilangkan Keposesifan nya sejak dulu.

Saat ini mereka tengah berada di perjalanan menuju sekolah dengan seragam yang sama. Ya... Hari ini, Garra resmi menjadi siswa di sekolah yang sama dengan Shafa, laki-laki itu ternyata sudah menyiapkan semuanya sejak ia masih berada di Belanda.

Beberapa kali Shafa menemukan Garra yang tersenyum lebar kepadanya selama perjalanan, namun hal itu justru membuat Shafa merinding.

"Kamu... kelas apa, Ga'?" Tanya Shafa saat mereka tiba di parkiran sekolah.

"Kita sekelas lah, Gak ada yang berani misahin kita berdua,"

Shafa hanya bisa mendumal dalam hati dengan ketidakwarasan Garra. Walau Shafa sudah menduganya, tetapi ia masih berharap di pisahkan dengan Garra, setidaknya ia berbeda kelas dengan laki-laki itu.

Mereka akhirnya berjalan menuju koridor yang sudah mulai ramai, dengan Garra yang merangkul pundak Shafa. Hal itu sontak membuat mereka menjadi sorotan, Karena Shafa yang notabenenya adalah perempuan pendiam, berjalan dengan sosok laki-laki jangkung berwajah blasteran di sampingnya. Walau ada dari mereka yang sudah melihat wajah Garra kemarin, tapi mereka masih tidak bisa menutupi keterkejutannya.

Sementara Garra terlihat tidak peduli, laki-laki itu terus saja berjalan dengan Shafa di sampingnya yang telah terlihat risih menjadi pusat perhatian nyaris seisi sekolah. Saat tiba di kelas pun sama, semua orang menatap mereka terang-terangan, terkejut karena Shafa si juara Olimpiade, datang bersama laki-laki asing di sampingnya.

Shafa hanya meringis, ia berjalan mendahului Garra menuju tempat duduknya. Di sana sudah ada Mira yang menatapnya dengan pandangan bertanya, bingung, bercampur terkejut.

"Nanti gue ceritain" Bisik Shafa sepelan mungkin.

"Shafa..." Panggilan pelan dari Garra membuat Shafa berbalik menatap wajah Garra yang sudah berubah menjadi datar.

Shafa sepertinya lupa mengenalkan Garra kepada teman-temannya, ia lantas kembali berbalik menghadap ke semua teman kelasnya yang terlihat sudah semakin penasaran.

"Kalau kalian penasaran sama dia, Namanya Garra, Pindahan dari Belanda dan jadi teman kelas baru kita, dia... Sahabat aku" ucap Shafa seraya memaksakan senyumnya.

Namun Shafa terkejut saat tiba-tiba tangannya diremas erat oleh Garra. Shafa yang terkejut langsung mendongak menatap Garra yang masih memasang raut datar. Laki-laki itu balik menatap Shafa tajam, hingga Shafa meringis saat menyadari ia sudah salah mengucapkan kata.

"Maksud aku, dia... Pacar aku" ucap Shafa pelan, bersamaan mengendurnya genggaman tangan Garra. jangan ditanyakan lagi bagaimana perasaan Shafa saat mengucapkan kalimat Keramat itu.

Semua orang jelas terkejut dengan pernyataan Shafa, tapi mereka semua hanya bisa diam dengan banyak pertanyaan di otak mereka.

"Garra... Kamu nggak nyari tempat duduk?" Tanya Shafa kembali saat melihat Garra yang masih berdiri disampingnya.

"Aku mau duduk sama kamu" ujar laki-laki itu datar. Shafa Menghembuskan nafasnya kasar, ia tidak bisa terus-terusan bersama laki-laki ini.

"Garra... tapi aku duduk sama Mira,"

"Aku bisa ngusir dia" ucap Garra seraya mengarahkan dagunya kearah Mira. Mira yang mendengar itu hanya bisa menelan ludahnya.

"Plisss, Garra... Aku duduk sama Mira aja, Lagian kita sekelas, aku ga bakalan macam-macam kok,"

Garra terdiam, menatap Shafa datar, seraya memikirkan apa yang baru saja dikatakan Shafa.

"Kamu bisa pantau aku, Ga'," Tambah Shafa memelas, berusaha meyakinkan Garra.

Garra akhirnya mengangguk, Lalu tangannya naik mengusap puncak kepala Shafa lembut. Hal itu tak luput dari perhatian banyak orang di kelasnya, menurut mereka, ini sebuah peristiwa langka dan sangat horor, baru pertama kali Shafa sedekat itu dengan laki-laki.

Garra perlahan melangkahkan kakinya menuju bangku kosong di sebelah seorang laki-laki berkacamata di sudut kelas. Tanpa perkenalkan ataupun basa-basi, ia duduk dengan tenang dengan pandangan yang tak teralihkan dari sosok Shafa di bangku barisan kedua yang berjarak beberapa meter darinya.