webnovel

Menyendiri Bersama Hantu 2

"Nggak ada, Sur. Salah satu cara agar kamu bisa tahu segala hal seperti diriku ini, yaitu dengan cara mati," jelas Toni mengulang penjelasan sebelumnya.

Surya mengernyitkan kedua alisnya hingga dahinya membentuk gelombang-gelombang kecil. Dia mengamati setiap inci wajah Toni yang terlihat semakin pucat. Tujuannya yang sekarang adalah untuk mengetahui perbedaan antara manusia dan hantu.

Cukup lama dia menatap Toni, akan tetapi tidak ada yang yang aneh dan semuanya baik-baik saja. Di sisi lain, Toni pun terdiam dan pura-pura tidak tahu bahwa Surya sedang memperhatikan dirinya. Tujuannya agar Surya semakin penasaran. Namun, pada saat itu juga tatapan keduanya tidak sengaja bertemu.

"Kenapa?" Tanya Toni.

"Nggak apa-apa, cuma sedikit bingung saja," jawab Surya.

"Orang hidup kebanyakan bingung mulu, lebih baik mati saja deh."

Reflek Surya pun mendelik kesal karena teman di sampingnya itu menginginkannya untuk mati. Andai saja bukan hantu, maka Surya sudah pasti akan menghajarnya. Dia takut melukai Toni karena dia yakin bahwa Toni memiliki kemampuan khusus. Contohnya menyakiti tanpa harus menyentuh.

"Matanya biasa saja, nanti terlanjur lepas baru tahu rasa kalau nggak punya mata, huft!" Ketus Toni lalu memutar bola matanya malas.

"Jadi, seperti ini nasib kalau punya teman hantu. Ribet juga nggak ada bedanya sama manusia."

"Diam kamu, Sur!"

Sebelum diam, Surya menatap Toni sekilas lalu dia melakukan perintah yang sesuai dengan apa yang telah diucapkan oleh Toni. Pikirannya kembali teringat mengenai gandeng mayit. Rasanya dia ingin mengakhiri status tersebut agar bisa hidup tenang.

"Masalah gandeng mayit itu nggak ada bisa terlepas dari status hidupmu," kata Toni.

Surya pun terkejut karena lagi-lagi Toni mengerti apa yang sedang dirinya pikirkan. Namun, secepat mungkin Surya bisa menetralkan wajahnya agar terlihat biasa saja seakan-akan dirinya tidak terkejut. Tanpa Surya katakan ataupun tanyakan, dia sudah tahu bahwa Toni akan menegaskan untuk mati dulu.

"Nggak usah banyak drama, aku tahu kok kalau kamu masih kagum sama kemampuanku kan? Suruh siapa nggak mau mati dulu, padahal kalau sudah mati akan jadi hebat seperti diriku saat ini," kata Toni membanggakan diri lalu menunjukkan wajah sombongnya melalui senyuman misterius.

"Nggak usah berisik nyuruh orang mati, nanti kalau sudah waktunya mati juga akan mati. Nah, kalau masalah gandeng mayit itu memang belum terpecahkan. Aku capek dengan status tersebut, lama-lama bikin gila," ujar Surya.

Toni menganggukkan kepala berkali-kali. Setelah itu, dia pun kembali tersenyum membuat Surya kebingungan. Surya duduk tegak menghadap ke arah Toni.

"Kamu ini hantu gila ya?"

"Kenapa jadi aku yang dikatakan gila? Bukannya itu anggapan teman-temanmu untuk dirimu?" Tanya Toni.

"Nah, itu semua karena kamu tahu! Kalau aku tahu kamu hantu, maka aku nggak akan ngobrol sama kamu di tempat umum."

"Salah sendiri nggak tanya, sekalinya diberi tahu malah nggak percaya. Dasar ya manusia itu benar-benar ribet."

"Bukan ribet, tapi mana ada hantu bentukannya persis seperti manusia normal pada umumnya."

"Loh, aku kan sudah pernah menawari dirimu untuk melihat wujud asliku. Kamu mau lihat sekarang biar kamu percaya?"

Surya melotot ke arah Toni. Tangannya menyentil pelan dahi Toni dan itu membuat Toni agak terdorong ke belakang. Rasa dingin benar-benar terasa di jari-jari Surya. Tiap kali bersentuhan dengan tubuh Toni, pasti Surya merasakan sensasi dingin dengan tekstur kulit agak benyek. Lebih tepatnya seperti tekstur buah busuk. Untung saja tidak sampai keluar darah.

Kejadian tersebut mengingatkannya terhadap mimpi pada malam itu. Ada sedikit trauma mendalam bagi Surya karena takut kalau apa yang terjadi pada mimpi akan terjadi secara nyata dengan objeknya Toni. Sebab antara yang di mimpi dan dunia nyata sama-sama hantu. Jadi, Surya juga yakin bahwa setiap hantu akan memiliki tekstur kulit yang sama, hanya saja yang membedakan adalah parah atau tidaknya.

"Nggak usah pegang-pegang!"

"Idih siapa juga yang mau pegang mayat, lagian kan kamu itu hantu. Oh iya, aku baru ingat. Kamu ini kan hantu, tapi kenapa bisa dipegang ya? Aku kira nggak akan bisa karena kamu itu hidup hanya dengan jiwa saja, sedangkan aku dengan jiwa dan raga."

"Hanya orang tertentu saja yang bisa menyentuh tubuhku, misalnya kamu karena kamu anak gandeng mayit. Secara kedua saudaramu saja sudah menjadi mayat."

"Nggak tahu lagi apa hubungannya, aku nggak kepikiran sampai situ," kata Surya.

Toni menghela napas. Lagi-lagi dirinya harus menjelaskan hal baru untuk Surya. Padahal sudah seharusnya dia memiliki kemampuan di luar nalar manusia dan harus bisa mengondisikannya, bukan malah bingung sendiri dan berakhir dianggap aneh oleh orang lain.

"Sudahlah nggak perlu dipikirkan. Jadi, apa yang harus aku lakukan untuk dirimu agar aku menjadi teman terbaikmu?"

"Yakin kamu mau bantu diriku untuk menyelesaikan masalah ini?"

"Selagi bisa, maka apa yang nggak? Lagian aku nganggur banget dan bingung mau ngapain. Menunggu panggilan itu lama banget. Makanya aku memberanikan diri untuk bisa berteman dengan dirimu."

"Aku hanya ingin hidup normal baik kehidupan keluarga maupun terbebas dari kemampuan di luar nalar ini," jawab Surya.

"Kenapa kamu ingin seperti itu? Bukankah dengan bisa melihat dunia gaib bisa membantumu dalam menyelesaikan masalah?"

Surya tersenyum getir. Pikirannya berjalan mundur mengingat ada suatu kejadian yang menimpa dirinya. Rasanya menusuk di hati ketika mengingat hal tersebut.

"Aku rasa nggak pernah menyelesaikan, yang ada malah muncul masalah terus."

"Jadi, apa rencana kamu untuk bisa menyelesaikan masalah ini?"

Satu hal yang terkadang membuat Surya bingung, yaitu ketika dirinya tidak tahu apa jawaban untuk dirinya sendiri, meskipun dirinya yang melakukan segala sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Tiba-tiba pikirannya menuju ke dua saudara kandungnya yang sudah mati. Ada sedikit rasa penasaran mengenai wujud saudaranya tersebut. Namun, dia juga sadar bahwa keinginannya itu cukup mustahil untuk diwujudkan.

Kehidupan beda alam tentu sudah jelas akan beda segalanya. Baik dari segi waktu saja sudah beda, apalagi soal kegiatan. Buktinya Toni saja malah bingung dan memilih untuk berteman dengan Surya.

"Ngapain bengong? Jangan bengong nanti raga kamu bisa dimasuki temanku loh. Nggak semua temanku itu baik, ada kalanya penasaran lalu coba-coba masuk ke tubuh manusia. Selain itu, yang paling menyeramkan ketika jiwa dan raga kamu sudah sulit menyatu. Jangan sampai hal itu menimpa dirimu," ujar Toni.

"Aku cuma lagi berpikir saja. Kamu ini kan hantu dan artinya kamu sudah mati."

Toni mengernyitkan kedua alisnya. "Lalu apa permasalahannya?"

"Permasalahannya adik dan kakak ku malah nggak pernah datang menghampiri diriku. Justru kamu yang entah dari mana malah sering muncul tanpa aku minta."

Ada sedikit rasa sakit hati dalam diri Toni ketika Surya menanyakan hal tersebut. Dia pun tersenyum getir lalu menatap langit. Tanpa terasa air mata Toni mengalir membasahi kedua pipi.

"Hantu bisa nangis ya?"

Toni tidak merespon ejekan Surya. Dia malah mengalihkan topik pembicaraan. Setelah itu, dia menatap Surya dengan tatapan menyedihkan.

"Kedua saudara kandung kamu adalah orang yang beruntung karena mereka meninggal sesuai takdir, sedangkan aku mati dibunuh yang membuat diriku tidak diterima oleh langit dan bumi," ujar Toni.