Untuk kesekian kalinya Ryuu menghela napas. Itu adalah helaan komplit akibat heran, lelah, dan gelisah.
Heran akan pola pikir rekannya yakni Shin, yang memilih pulau yang mereka tempati saat ini sebagai venue pertemuan.
Lelah akibat perjalanan sehari semalam yang tiba-tiba, juga lelah setelah menaiki banyaknya anak tangga untuk bisa sampai ke balkoni ini.
Serta gelisah, khawatir akan terjadinya hal yang tidak diinginkan mengingat pertemuan besok adalah yang pertama kalinya dalam sejarah TSB.
Lagipula pemikiran Shin untuk memulai pertemuan offline sudah patut dipertanyakan, semenjak dia sendiri yang dulunya bersikeras menjaga kerahasiaan identitas antarmember TSB.
"Eh Hil, mandinya udahan? Sini duduk." Ajak Shin alias Zulfa yang sudah menunggu sejak tadi.
Ryuu alias Hilmy lantas menghampiri satu kursi lainnya walau mengeluh dalam hati.
Lihatlah rekan karibnya itu. Berpakaian ala turis hawaii lengkap dengan sunglasses hitam, dengan santainya berbaring di kursi pantai. Kontras sekali dengan balkoni kastil bergaya Eropa tempat mereka saat ini.
Ya, saat ini mereka berada di salah satu balkoni kastil tua di pulau pribadi Zulfa.
Kemarin tepat setelah mendengarkan rencana Zulfa, Hilmy yang tanpa persiapan apapun, langsung diajak menuju pelabuhan. Kemudian menaiki sebuah kapal pesiar menuju pulau pribadi Zulfa. Itu adalah sebuah pulau luas, dengan segala fasilitas di dalamnya.
Berupa pelabuhan, lahan-lahan pertanian, perumahan karyawan, villa-villa di tengah hutan, lapangan penerbangan skala kecil, dan sebuah kastil bergaya Eropa di salah satu sudutnya.
Sebuah pulau yang diwariskan dalam garis keturunan keluarga Zulfa. Keluarga Zulfa sendiri adalah konglomerat besar, yang katanya memegang 12% dari total saham di dunia.
Yang mana menjadi penyebab dari segala hal-hal eksentrik mengenai Zulfa. Tapi Hilmy sudah tahu, tidak ada gunanya mengkritik estetika rekannya itu.
"Hei Hil, kalem aja kali. Yang bakal datang itu manusia kayak kita kok." Ucap Zulfa, sesekali meneguk segelas jus dari meja bundar kecil.
Bagi Zulfa, Hilmy sangat mudah dibaca bak buku terbuka.
Bukan segala kemewahan itu yang membuat raut wajah Hilmy terlihat agak gelisah. Hilmy sudah pernah beberapa kali datang ke pulau ini, kali ini bukan yang pertama.
"Atau jangan-jangan, kau takut kalau ternyata dibalik sosok Guula adalah seorang om-om dengan voice changer?" Lanjut Zulfa.
Hilmy refleks menoleh ke arah Zulfa, baru menyadari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.
Teknologi sekarang memang memungkinkan untuk mengubah suara. Apalagi ada banyak kasus pria paruh baya yang berpura-pura menjadi gadis muda di dunia digital. Dan kalau itu terjadi pada member TSB...
"Mimpi buruk."
"Wkwkwk." Zulfa tertawa renyah, diikuti oleh Hilmy. Reaksi Hilmy memang salah satu hal yang tidak pernah mengecewakan Zulfa.
Lengang sejenak, Zulfa meraih hpnya. Mulai memeriksa Channel Discord TSB, kalau saja ada yang keliru dengan instruksi yang baru diuploadnya beberapa menit lalu. Itu adalah instruksi-instruksi mengenai lokasi, akses transportasi, dan detail-detail lainnya mengenai rencana pertemuan.
Kabar baik, hampir semua member sudah mengatakan akan ikut. Kecuali satu orang.
Saat Zulfa dan Hilmy terfokus pada hp mereka, suara seseorang memecah lengang.
"Aku sampai." Singkat, tegas, tiba-tiba. Muncul begitu saja.
Hilmy sontak berdiri, berbalik dengan kewaspadaan penuh. Dia sudah siap meraih sesuatu yang disiapkan di kantong belakang celananya. Sambil memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi.
'Penyusup!? Dengan segala keamanan kastil?' Benak Hilmy.
Yang didapati bola mata Hilmy adalah sosok seseorang, berdiri di sudut kiri pintu balkoni.
Hampir tidak terlihat jelas, pakaian ringkas hitam yang dikenakan orang tersebut berbaur sempurna dengan bayangan atap.
Sedetik, lelaki itu tidak bergerak sedikitpun. Dua hingga lima detik berikutnya juga sama.
"Kau pasti Yuuki. Selamat datang, kau adalah member ketiga yang sampai di pulau ini." Zulfa yang sejak tadi masih berbaring, mulai berdiri. Melebarkan tangannya seolah menyambut lelaki itu.
'Eh? Yuuki?' Tanya Hilmy dalam hati.
Pikiran Hilmy akhirnya kembali tenang.
Sebagai rekan satu squad yang telah bersama dalam waktu yangama, para member TSB sudah hapal akan warna dan karakteristik suara antarmember. Hanya saja efek kejut tadi membuat Hilmy tidak dapat berpikir dengan tenang.
"Ya, kalian pasti Shin dan Ryuu. Suara kalian sama dengan yang sering terdengar." Orang yang dipanggil Yuuki itu maju, kini sosoknya terlihat jelas.
Postur tubuh remaja lelaki pada umumnya, dengan pakaian atau lebih tepatnya setelan berwarna hitam ringkas khas milik agen-agen yang sering muncul di film action.
Yuuki menjabat tangan yang dijulurkan Zulfa dan Hilmy.
"Aku Zulfa, leadermu. Ini Hilmy." Ucap Zulfa memperkenalkan diri dan rekannya.
"Taka." Balas Yuuki
"Keren, kau agent sungguhan Taka? Yang kayak di film-film itu kan." Seperti anak kecil dengan mainan barunya, Zulfa dengan semangat mulai memeriksa tiap detail dari setelan Yuuki alias Taka.
Taka adalah nama seorang agen hebat dari . Nama itu sudah terkenal di seluruh penjuru dalam dunia mafia. Yuuki adalah nick in game yang digunakannya sebagai member TSB.
Taka sedikit tersenyum, mengangkat bahunya seolah berkata 'yah, seperti yang kamu lihat'.
Mampu masuk ke sini tanpa terdeteksi sistem keamanan canggih yang terpasang di kastil. Orang ini bukan agen biasa.' Benak Hilmy.
"Yah, abaikan saja Zulfa. Btw, kamu pasti capek kan setelah perjalanan panjang ke sini." Ucap Hilmy, kemudian melanjutkan.
"Para pelayan bisa menunjukkan kamar untukmu."
"Makasih, tapi aku sudah tahu kamar mana yang harus kuambil. Soalnya aku sempat berkeliling kastil sebelum ke sini." Jelas Taka, yang berbalik masuk ke dalam.
"Widih, keren banget kan Hil. Siapa sangka ternyata Yuuki agen betulan. Kukira cuman cosplay tadi." Kata Zulfa yang masih terkagum-kagum.
"Terlebih lagi skill menyelinapnya tingkat tinggi, tidak terdeteksi sedikitpun." Hilmy menambahkan.
* * *
"Hey, semens. Itu kamar kami."
"Cari kamar lain sana, lagi malas debat nih."
Tidak menghiraukan seruan Shara, Roup langsung masuk ke dalam kamar, melempar tas bawaannya sembarangan ke atas kasur besar dan langsung berbaring.
"Sekalian pintu tutupin ya."
Shara semakin geram.
"Uhh, dasar kepala uban!"
"Udah Ra, masih banyak kamar kok." Bujuk Maylinda. Menutup pintu kamar yang diklaim Roup. Hilmy hanya bisa mengangkat bahu, menyaksikan interaksi rekan-rekannya itu.
Menjelang malam tadi, Hilmy menerima pesan, bahwa Shara dan Maylinda tiba di depan gerbang kastil. Bergegas, Hilmy menjemput mereka. Agak gelisah awalnya. Tapi semua perasaan aneh itu lenyap tak bersisa saat Hilmy melihat langsung sosok Shara dan Maylinda.
Lega, tidak ada prank hode.
Tak lama setelah itu seorang lelaki sebayanya datang dari arah gerbang, mengaku sebagai Timens dari TSB.
Hilmy pun memandu mereka untuk memilih kamar. Menaiki belasan anak tangga menuju lantai dua. Dan belasan lagi menuju lantai tiga kastil, tempat termewah yang dulunya ditujukan untuk bangsawan pemilik.
Yang mana berakhir pada situasi mereka saat ini.
"Sebenarnya kamar di sebelah isinya sama dengan yang ini." Ucap Hilmy menunjuk sebuah kamar yang bersebelahan.
Namun Shara menggeleng. "Ih, males bet sebelahan dengan si kepala uban."
Maylinda tersenyum masam. Rambut Roup alias Timens jelas diwarnai putih perak sebagai fashion. Tapi malah dicap uban oleh Shara.
Hilmy terkekeh.
'Oh iya ada kamar yang itu.' Benak Hilmy, menemukan sesuatu dari pojok ingatannya.
"Kalo gitu kalian pake yang di lorong sebelah saja." Hilmy memandu Shara dan Maylinda ke lorong sebelah.
Kastil itu adalah warisan dalam keluarga Zulfa. Yang jauh sebelumnya dimiliki oleh keluarga bangsawan dari suatu negeri. Kastil yang sejak awal sudah menyimpan puluhan barang dan ornamen berharga semakin dipermewah oleh koleksi yang ditambahkan pewarisnya sedikit demi sedikit.
Maylinda mengikuti di belakang Shara dan Hilmy.
Perhatiannya sejak tadi selalu teralihkan, entah itu hiasan-hiasan emas yang menempel di dinding, atau motif-motif unik yang terukir dalam pualam lantai.
Maylinda tertakjub.
Baginya ini adalah kunjungan pertama kali ke bangunan bertema eropa medieval.
Selang beberapa saat, Hilmy berhenti. Membuka salah satu dari dua pintu sebuah kamar.
"Kalau soal mewah, kamar ini harusnya gak kalah jauh." Terang Hilmy.
Shara masuk memeriksa.
"Lumayan."
Akhirnya ekspresi sebal menghilang dari wajah Shara.
Tapi bagi Maylinda kamar itu lebih dari sekedar 'lumayan'. Lihatlah kamar itu. Semua perabotan terbuat dari kayu kualitas terbaik dengan ukiran-ukiran seni. Lantainya diisi marmer dan pualam berkilau. Dibalik kain gorden yang tampak mahal itu terdapat balkoni. Dan tepat di tengah kamar ada sebuah kasur lebar yang tidak akan ditemukan di apartemen bintang lima manapun.
'Sepertinya yang punya kamar dulunya seorang tuan Puteri.' Benak Maylinda.
"Eh May, malah diam. Sini, kita sekamar aja."
Maylinda masuk, tawaran Shara memang masuk akal.
"Kalau butuh sesuatu chat ya, sama kamarku di lantai dua dekat tangga utama."
"Eh, makasih ya Hil."
Hilmy balik kanan, melambaikan tangannya.
* * *